Cegah Anak Stunting, BKKBN Sebut Batas Maksimal Wanita Hamil 35 Tahun
Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, menyarankan agar wanita tidak hamil melewati usia 35 tahun untuk mengurangi risiko stunting pada bayi yang dilahirkan. Baca selengkapnya di sini!
BaperaNews - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, mengingatkan pentingnya batas usia maksimal bagi wanita hamil untuk mencegah lahirnya anak yang mengalami stunting. Menurutnya, wanita hamil sebaiknya tidak melewati usia 35 tahun untuk mengurangi risiko stunting pada bayi yang dilahirkan.
"Hamil pada usia 35 tahun merupakan usia maksimal, karena pada dasarnya manusia dari lemah dikuatkan, dari kuat dilemahkan, dan puncaknya ada di umur 32 tahun, itu sudah mulai menua. Sejak usia 32 tahun sudah mulai keropos tulang-tulangnya," ungkap Hasto dalam keterangannya di Jakarta.
BKKBN menegaskan bahwa peran Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) sangat penting dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya percepatan penurunan angka stunting guna mencapai target penurunan sebesar 14 persen. Menurut BKKBN, usia ideal untuk menikah adalah 25 tahun bagi pria dan 21 tahun bagi wanita.
Selain itu, terkait dengan asupan gizi bagi ibu hamil dan balita, Hasto menyarankan peningkatan konsumsi protein hewani. Salah satu contohnya adalah lele, karena mengandung lemak yang mengandung DHA dan omega 3, dua kandungan yang berkontribusi pada perkembangan otak yang sehat.
Baca Juga: Italia Alami Rekor Terendah Angka Kelahiran 15 Kali Berturut-turut
Lebih lanjut, BKKBN menggarisbawahi bahwa intervensi terhadap penurunan stunting dapat disederhanakan menjadi tiga pendekatan, yaitu makanan, ukuran tubuh yang ideal, dan kahanan (lingkungan, sanitasi, jamban, rumah).
Hasto juga mengingatkan pentingnya suplemen tambah darah bagi ibu hamil yang mengalami kekurangan darah. Ia menekankan agar ibu hamil yang mengalami anemia meminum tablet tambah darah secara rutin, namun tidak disarankan untuk mengonsumsi air teh karena dapat mengurangi penyerapan tablet tambah darah.
Kekurangan darah pada ibu hamil dapat mengakibatkan plasenta menjadi tipis dan bayi mengalami kekurangan gizi, yang pada akhirnya meningkatkan risiko stunting pada bayi yang dilahirkan.
Data menunjukkan bahwa prevalensi anak stunting mencapai 21,6 persen pada tahun 2022, yang menunjukkan pentingnya peran kader PPKBD dan sub-PPKBD dalam menciptakan perubahan sosial yang signifikan dalam upaya menanggulangi masalah stunting di Indonesia.
Baca Juga: Resmi! Indonesia Ganti Warna Paspor Mulai 17 Agustus 2024