Kemenkes Sebut 3,3 Persen Calon Dokter Spesialis Depresi hingga Ingin Bunuh Diri

Survei terbaru oleh Kemenkes RI mengungkapkan bahwa 3.3% calon dokter spesialis memiliki keinginan untuk bunuh diri, menyoroti krisis kesehatan mental di kalangan medis. Simak selengkapnya di sini!

Kemenkes Sebut 3,3 Persen Calon Dokter Spesialis Depresi hingga Ingin Bunuh Diri
Kemenkes Sebut 3,3 Persen Calon Dokter Spesialis Depresi hingga Ingin Bunuh Diri. Gambar : Ilustrasi Dokter

BaperaNews - Hasil survei skrining kesehatan jiwa peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) RS vertikal per Maret 2024 menunjukkan tingginya angka masalah mental di kalangan calon dokter spesialis. Bahkan, sebanyak 3,3 persen dari dokter PPDS yang menjalani skrining teridentifikasi mengalami keinginan untuk bunuh diri atau melukai diri sendiri.

Angka tersebut diperoleh dari analisis kesehatan jiwa calon dokter spesialis di 28 RS vertikal pendidikan yang melibatkan 12.121 PPDS. Survei dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan RI pada 21, 22, dan 24 Maret 2024.

Lebih rinci, dari survei tersebut terungkap bahwa 2.716 PPDS mengalami gejala depresi, dengan 1.977 di antaranya mengalami depresi ringan, 486 depresi sedang, 178 mengeluhkan depresi sedang hingga berat, dan 75 orang mengalami depresi berat.

"Dalam 2 minggu terakhir, 3,3 persen PPDS merasa lebih baik mati atau ingin melukai diri sendiri dengan cara apapun, 322 (2,7 persen) merasakan hal ini beberapa hari, 52 (0,4 persen) merasakan ini lebih dari separuh waktu, dan 25 (0,2 persen) merasakan ini hampir setiap hari," ujar Direktur Jenderal Pelayanan Kementerian Kesehatan RI, Azhar Jaya.

Baca Juga: Bikin Prank 'April Mop' Bunuh Diri, Pria Ini Malah Berakhir Tewas Tergantung

Program studi yang melaporkan calon dokter spesialis dengan gejala depresi terbanyak teridentifikasi di lima program studi, yaitu Ilmu Penyakit Mulut (53,1 persen), Ilmu Kesehatan Anak (41,3 persen), Bedah Plastik (39,8 persen), Anestesiologi (31,6 persen), dan Bedah Mulut (28,8 persen).

Menyikapi hal ini, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, mengungkapkan bahwa survei skrining kesehatan jiwa baru mulai diberlakukan tahun ini. Hal ini dilakukan seiring dengan pencatatan kasus bullying yang semula dilaporkan di lingkungan PPDS.

Meskipun regulasi terkait bullying di lingkup PPDS telah diberlakukan, namun masih terdapat laporan perundungan yang dilaporkan. Hal ini menyebabkan pihak terkait memandang pentingnya survei skrining untuk memastikan kualitas tenaga kesehatan yang bekerja dapat optimal dalam menangani pasien dan tidak sedang dalam fase depresi.

"Skrining dilakukan karena masih ada laporan terkait perundungan, walaupun sudah ada aturannya. Ini dilakukan tidak hanya untuk peserta pendidikan tetapi juga untuk keamanan pasien," terang dr. Siti Nadia.

Baca Juga: Areum T-ARA Lakukan Percobaan Bunuh Diri Diduga Gegara Alami KDRT