Tinggi Badan Gen-Z di China Capai 170 Cm, Remaja RI Pendek-pendek
Ahli gizi membahas perbandingan pendekatan nutrisi anak antara China dan Indonesia, termasuk strategi yang diterapkan dan kesulitan yang dihadapi. Baca selengkapnya di sini!
BaperaNews - Rata-rata tinggi badan generasi muda di China melonjak pesat lebih dari 10 sentimeter dibandingkan periode 1850-an. Kini, pria di sana umumnya memiliki tinggi badan sekitar 175 sentimeter, sementara rata-rata tinggi wanita berada di sekitar 160 sentimeter.
Pemerintah China telah melakukan sejumlah intervensi untuk meningkatkan tinggi badan anak-anak, mulai dari perbaikan gizi hingga kondisi sanitasi dan lingkungan.
Spesialis gizi dr. Rita Ramayulis mengungkapkan bahwa beberapa strategi yang diterapkan di China sebenarnya sudah diterapkan di Indonesia, khususnya dalam menangani persoalan stunting yang juga berpengaruh pada tumbuh kembang anak, termasuk tinggi badan.
"Sebenarnya apa yang mereka sampaikan kemarin itu sudah kita lakukan juga, di mana dalam piring makanan anak-anak kita lebih utamakan protein dan dalam piring ibu hamil serta remaja kita sudah tingkatkan edukasi zat besi, asam folat, dan protein untuk mencegah mereka dari anemia," kata dr. Rita saat berbincang di Qiqihar, China, Sabtu (18/5).
Program nutrien di China yang berfokus pada suplementasi dan fortifikasi juga telah diadopsi di Indonesia. Banyak makanan di Indonesia yang diproses dengan fortifikasi, seperti minyak goreng yang diperkaya dengan vitamin A, serta makanan lain yang difortifikasi sebagai suplementasi zat besi untuk remaja dan ibu hamil.
"Kita juga ada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi di Februari dan Agustus," tambahnya.
Namun, dr. Rita mencatat bahwa pemberian kalsium, yang di China dikaitkan dengan kekuatan dan usia tulang, belum menjadi fokus di Indonesia.
"Sebenarnya pendekatan individu sudah dilakukan oleh dokter spesialis anak, cuma belum jadi program masyarakat kita," tuturnya.
Baca Juga: Hampir 10 Juta Gen Z di Indonesia Nganggur
Kesenjangan sosial di masyarakat menjadi salah satu hambatan utama dalam program peningkatan gizi di Indonesia. Menurut dr. Rita, disparitas sosial dan ekonomi membuat akses terhadap makanan bergizi dan edukasi lebih sulit dijangkau oleh masyarakat menengah ke bawah.
"Yang kita bilang konteksnya tinggi protein yang harganya kadang-kadang relatif lebih mahal, sayur dan buah, vitamin, mineral, untuk proses metabolisme dan pencernaan di tubuh, bisa akses itu, karena ternyata itu lebih mahal," jelasnya.
Status ekonomi yang rendah di Indonesia juga berkontribusi pada tingginya angka stunting.
"Jadi status ekonomi di Indonesia mengatakan kejadian stunting itu lebih tinggi terjadi pada status ekonomi rendah dibandingkan status ekonomi tinggi, jadi jelas sekali korelasinya adalah dengan ekonomi," sebut dr. Rita.
Pola asuh juga memegang peranan penting dalam pertumbuhan anak. Namun, tingkat pendidikan di masyarakat Indonesia yang masih relatif rendah menjadi kendala. Banyak siswa yang terpaksa putus sekolah di tengah keterbatasan ekonomi sehingga untuk menyelesaikan sekolah wajib 9 tahun pun tidak terpenuhi.
"Pemenuhan protein anak-anak di Indonesia 60 persen justru dari karbohidrat, dari makanan nabati ya, nasi putih, kemudian serelia, tepung-tepungan," lanjutnya.
Padahal, protein dengan nilai gizi tinggi yang mendukung tumbuh kembang anak adalah protein hewani, asam amino, sumber vitamin, dan mineral.
"Jika tinggi badannya bagus, berasal dari protein hewani karena asam aminonya adalah asam amino esensial jadi harusnya mereka itu mendapatkan daging sapi lebih banyak, daging ikan, daging ayam, dan mereka makan bersama dengan sumber vitamin mineral, sayur dan buah," sambung dr. Rita.
Sayur dan buah juga penting untuk meningkatkan penyerapan zat besi yang membantu anak mendapatkan gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tinggi badan dan kecerdasan.
"Karena pada sayur dan buah lah yang akan meningkatkan penyerapan zat besi yang akan membantu mereka mendapatkan zat gizi seluruh organnya termasuk untuk tinggi badan dan kecerdasan," pungkasnya.
Baca Juga: Kemenkes Temukan Remaja 15 Tahun di Indonesia Sudah Terkena Hipertensi