Alexander Marwata: Operasi Tangkap Tangan Tidak Akan Dihapus
Alexander Marwata tegaskan bahwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) tetap jadi bagian penting penindakan KPK, meski istilahnya diperdebatkan. Proses hukum lebih cepat dengan bukti nyata di lokasi.
BaperaNews - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, menegaskan bahwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) akan tetap menjadi bagian dari proses penindakan yang dilakukan KPK.
Pernyataan ini disampaikan Alexander pada Rabu (20/11) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Ia menekankan bahwa kegiatan tangkap tangan merupakan bagian penting dari upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dan tidak akan dihilangkan.
Menurut Alexander, meskipun istilah OTT tidak disebutkan secara eksplisit dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), konsep tertangkap tangan tetap tercantum dalam undang-undang yang mengatur penindakan hukum.
Hal ini, menurutnya, membuat polemik mengenai istilah OTT menjadi semata-mata masalah perbedaan kata, bukan substansi hukum.
"Kegiatan tangkap tangan itu adalah bagian dari penindakan, jadi saya kira tidak akan hilang juga. Di Pasal 6 Undang-Undang KPK sudah jelas, KPK melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi. Tangkap tangan adalah bagian dari penindakan tersebut," ujar Alexander.
Alexander Marwata menjelaskan bahwa OTT merupakan instrumen efektif dalam pemberantasan korupsi.
Ia menyebut bahwa proses hukum yang dimulai dari operasi tangkap tangan cenderung lebih cepat dan efisien karena bukti-bukti yang diperlukan sudah tersedia di lokasi kejadian.
Dalam situasi tertangkap tangan, seseorang yang didapati melakukan tindakan korupsi dapat segera ditetapkan sebagai tersangka karena barang bukti sudah ditemukan di tempat kejadian.
"Siapapun yang tertangkap tangan, otomatis menjadi tersangka. Karena sudah ada barang buktinya, sudah ada pelakunya, semuanya sudah jelas," tambah Alexander. Dengan demikian, proses hukum dapat segera berjalan tanpa penundaan yang berlarut-larut.
Baca Juga : KPK Minta Seluruh Menteri dan Wamen Kabinet Segera Lapor LHKPN Sebelum Januari 2025
Pernyataan Alexander datang sebagai tanggapan terhadap calon pimpinan KPK, Johanis Tanak, yang sebelumnya mengusulkan agar OTT ditiadakan.
Dalam uji kelayakan dan kepatutan yang digelar di Komisi III DPR RI pada Selasa (19/11/2024), Johanis menyatakan ketidaksetujuannya terhadap praktik OTT.
Menurutnya, istilah "operasi" dalam OTT mengindikasikan adanya persiapan dan perencanaan, yang menurutnya tidak sesuai dengan definisi tangkap tangan dalam KUHAP.
Johanis menilai bahwa penggunaan istilah OTT tidak tepat karena operasi mengesankan adanya strategi yang direncanakan sebelumnya. Sementara, tangkap tangan seharusnya mengacu pada situasi spontan di mana pelaku tindak pidana korupsi tertangkap di lokasi kejadian.
Ia berpendapat bahwa jika terpilih menjadi pimpinan KPK, ia akan menutup kegiatan OTT karena tidak sesuai dengan pemahaman yang dimaksud dalam KUHAP.
Usulan Johanis tersebut mendapatkan sambutan positif dari beberapa peserta rapat Komisi III DPR RI, yang menanggapi idenya dengan tepuk tangan.
Johanis berpendapat bahwa KPK harus beroperasi sesuai dengan ketentuan undang-undang yang ada, bukan berdasarkan interpretasi atau logika internal semata.
Menanggapi hal ini, Alexander Marwata menekankan bahwa konsep tangkap tangan yang diatur dalam undang-undang tidak bisa dihapuskan.
Walaupun istilah "operasi" mungkin tidak tepat menurut beberapa pihak, tindakan tangkap tangan itu sendiri tetap relevan dan penting dalam penegakan hukum korupsi.
Menurut Alexander, tujuan dari OTT adalah untuk menangkap pelaku korupsi secara langsung, dengan bukti yang nyata di tempat kejadian.
Hal ini memungkinkan proses hukum berjalan lebih cepat, karena bukti-bukti seperti uang suap atau dokumen penting sudah ditemukan saat penindakan dilakukan.
Ia menilai bahwa efektivitas OTT sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi tidak bisa disangkal.
Baca Juga : Kolaborasi ATR/BPN, KPK, dan PPATK: Mafia Tanah Siap Diberantas