Eks Karyawan Tuntut Induk Facebook Usai Dipecat Gegara Konten Palestina

Ferras Hamad menuntut perusahaan induk Facebook karena diklaim bias dalam menangani konten terkait konflik di Gaza. Baca selengkapnya di sini!

Eks Karyawan Tuntut Induk Facebook Usai Dipecat Gegara Konten Palestina
Eks Karyawan Tuntut Induk Facebook Usai Dipecat Gegara Konten Palestina. Gambar: Ilustrasi Canva

BaperaNews - Seorang mantan insinyur Meta, perusahaan induk Facebook, mengajukan tuntutan hukum pada Selasa (4/6) karena menuduh perusahaan tersebut bias dalam menangani konten terkait konflik di Jalur Gaza.

Ferras Hamad, warga Amerika keturunan Palestina, mengklaim bahwa dirinya dipecat karena berusaha memperbaiki masalah pada Instagram yang menyebabkan unggahan dari warga Palestina terhambat.

Ferras Hamad bekerja di tim pembelajaran mesin Meta sejak 2021. Dalam tuntutannya di pengadilan California, Ferras menuduh Meta melakukan diskriminasi, pemecatan yang salah, serta tuduhan lainnya setelah diberhentikan pada Februari 2024.

Tuduhan utama Ferras adalah bahwa Meta memperlakukan konten warga Palestina dengan bias, termasuk menghapus komunikasi internal karyawan yang membahas kematian kerabat mereka di Gaza dan melakukan investigasi khusus terhadap karyawan yang menggunakan emoji bendera Palestina.

Sebaliknya, Ferras mencatat bahwa Meta tidak melakukan hal serupa terhadap pegawai yang menggunakan emoji bendera Israel atau Ukraina.

Permasalahan yang dialami Ferras dimulai pada Desember 2023. Saat itu, ia menangani sebuah prosedur darurat untuk mengatasi masalah di platform perusahaan, dikenal di Meta sebagai SEV (site event).

Ferras menemukan penyimpangan prosedur dalam penanganan SEV terkait pembatasan konten yang diunggah oleh tokoh Palestina di Instagram. Pembatasan ini menyebabkan konten tersebut tidak muncul dalam pencarian dan feed.

Baca Juga: Prabowo Subianto Siap Lakukan Evakuasi terhadap 1000 Warga Palestina

Salah satu kasus yang disorot Ferras adalah unggahan video pendek dari pewarta foto Palestina, Motaz Azaiza, yang secara keliru diklasifikasikan sebagai konten pornografi meskipun video itu hanya menunjukkan bangunan hancur di Gaza.

Ketika Ferras mencoba menyelesaikan masalah ini, ia menerima pengaduan bertentangan dari karyawan lain mengenai status SEV dan kewenangannya untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Ferras mengaku pernah menangani masalah SEV sensitif serupa sebelumnya, termasuk yang terkait dengan Israel, Gaza, dan Ukraina. Manajernya bahkan secara tertulis mengonfirmasi bahwa menangani SEV adalah bagian dari pekerjaannya.

Namun, satu bulan kemudian, Meta menyatakan bahwa Ferras menjadi sasaran investigasi. Ferras mengajukan keluhan diskriminasi internal, tetapi beberapa hari setelahnya dia dipecat.

Meta menjelaskan bahwa pemecatan Ferras disebabkan oleh dugaan hubungan pribadi dengan Motaz Azaiza, sang jurnalis foto, yang melanggar regulasi internal perusahaan. Namun, Ferras menyangkal adanya hubungan pribadi dengan Motaz Azaiza.

Menanggapi tuduhan tersebut, juru bicara Meta, Andy Stone, menyatakan bahwa Ferras dipecat karena melanggar kebijakan akses data perusahaan yang membatasi tindakan karyawan terhadap berbagai jenis data. Meskipun demikian, Meta menolak berkomentar lebih lanjut mengenai larangan khusus kebijakan akses data dan klaim Ferras tentang alasan pemecatannya.

Laporan serupa tentang konten warga Palestina yang diredam sudah disuarakan oleh 200 karyawan Meta sejak konflik antara Israel-Hamas pecah pada 7 Oktober 2023. Mereka telah mengirim surat terbuka kepada CEO Meta, Mark Zuckerberg, dan pemimpin perusahaan lainnya pada 2024.

Kasus Ferras Hamad menambah daftar panjang kontroversi Meta terkait penanganan konten yang berkaitan dengan Palestina. Sebelumnya, Meta telah mendapat kritikan luas karena dianggap memihak dalam konflik Israel-Palestina.

Laporan dari berbagai sumber menunjukkan bahwa unggahan dari warga Palestina atau yang mendukung Palestina sering kali diredam atau dihapus dari platform mereka.

Surat ini meminta Meta untuk meninjau kebijakan moderasi konten mereka dan memastikan adanya transparansi dalam penanganan konten yang berkaitan dengan konflik tersebut.

Baca Juga: Ratusan Wisudawan Harvard Walk Out Usai 13 Mahasiswa Tak Menerima Ijazah Imbas Protes untuk Palestina