Fahd A Rafiq: Bangun Narasi Baik Jangan Hanya di Ruang Digital Saja, Harus Diwujudkan di Dunia Nyata
Ketua Umum DPP Bapera, Fahd El Fouz A Rafiq menyampaikan bahwa membangun narasi yang baik itu jangan hanya di ruang digital saja, namun harus diwujudkan di dunia nyata.
Ahmad Sofyan (Kontributor) – Saat ini dunia telah memasuki era digitalisasi, dimana seluruh sendi kehidupan dari hal kecil hingga besar berpindah ke dunia digital. Namun, terdapat tantangan yang harus dihadapi yakni tentang perubahan perilaku yang harus direspon secara bijak.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Umum DPP Bapera, Fahd A Rafiq di Jakarta pada hari ini, Senin (03/04).
“Jangan membohongi publik dengan narasi, namun harus diimbangi relasi dan reputasi. Sekali anda membohongi publik, maka sulit untuk dipercaya dan itulah yang dinamakan relasi,” ucap Fahd A Rafiq.
Maksud dari penjelasan Fahd A Rafiq di atas adalah akhir dalam membangun relasi dan narasi yakni memperkuat reputasi. Dalam kultur lokal negeri ini, sikap tersebut dapat bercermin pada filosofi hidup orang bugis “Duduki kedudukanmu, tempati tempatmu”.
“Filosofi di atas bermakna mengambil sesuatu dari tempatnya dan menempatkan sesuatu pada tempatnya,” jelas Fahd A Rafiq.
Narasi di Era Digital
Dalam era digital saat ini, hubungan narasi dan relasi kadang kala tidak mudah untuk berselaras, pasti akan ada persimpangan. Pada umumnya yang selalu ditemui ialah pesona-pesona yang terlihat ramah, peduli atau humanis saat berkomunikasi di ruang virtual ternyata tidak seindah ketika sudah berinteraksi dalam kehidupan nyata.
Sebab, semua perilaku tidak lepas dari sifat dasar manusia yang selalu ingin terlihat baik. Naluri dasar itulah yang tersalurkan melalui berbagai platform digital atau akun sosial media.
“Dari sanalah akhirnya muncul candu beraktivitas di dunia digital. Candu itu pada akhirnya melumpuhkan kreativitas kebaikannya di dunia nyata. Kelumpuhan ini semakin bertambah akut ketika pola komunikasi yang dibangun itu hanya sebatas mengejar trending atau percakapan yang tinggi di dunia digital saja tapi menjadi acuh dalam kehidupan nyata,” imbuh Fahd A Rafiq.
Tantangan perubahan perilaku tersebut harus direspons secara bijak dan benar. Sebab, membangun narasi yang baik itu tidak hanya cukup disalurkan di dalam ruang digital saja.
“Jauh lebih mendasar bagaimana kebaikan narasi itu bisa diwujudkan juga dalam implementasi kehidupan nyata, yang kelak bisa dilihat, disentuh atau juga dirasakan manfaatnya,” pungkas Fahd A Rafiq.
“Untuk memulainya tentu saja harus dengan memotivasi diri untuk tidak membohongi publik. Perlu dicatat nih, reputasi baik itu pada akhirnya melahirkan monumen-monumen kebaikan dalam bentuk narasi positif yang diperkuat oleh relasi yang baik dalam kehidupan nyata. Monumen-monumen inilah yang seharusnya didorong untuk memperkuat reputasi para tokoh publik maupun lembaga,” sambung Fahd A Rafiq.
“Sebaliknya, kerja-kerja nyata dalam kebaikan sudah selayaknya untuk dinarasikan secara tepat. Tentunya, mengabarkan kerja-kerja baik itu diniatkan sebagai wujud investasi untuk melahirkan generasi tanpa hipokrisi yang hanya gemar bernarasi baik tapi miskin relasi,” tutup Fahd A Rafiq.
Penulis : Ahmad Sofyan (Bapera Pusat).