Budaya Gila Kerja di Jepang Mulai Luntur, Generasi Muda Utamakan Work Life Balance
Budaya gila kerja di Jepang sebenarnya masih eksis hingga saat ini. Namun, berdasarkan survei, warga Jepang terutama generasi muda, mulai memperhatikan work life balance. Simak selengkapnya di sini!
BaperaNews - Dikenal sebagai negara gila kerja, generasi muda Jepang mulai sadar akan work life balance pascapandemi Covid-19.
Jepang merupakan negara paling maju di Asia yang warganya dikenal sangat gila kerja atau yang biasa disebut budaya Karoshi. Budaya gila kerja ini tentu memiliki dampak positif bagi warga Jepang, namun di sisi lain juga terdapat efek negatif yang menakutkan.
Budaya gila kerja Jepang yang telah mendarah daging itu bahkan bisa menyebabkan kematian. Seperti diketahui, banyak kasus bunuh diri yang dilakukan warga Jepang karena tidak tahan dengan budaya gila kerja ini.
Budaya gila kerja di Jepang sebenarnya telah ada sejak 1960-an dan masih eksis hingga saat ini. Namun, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Japan Research Institute, warga Jepang terutama generasi muda, kini mulai memperhatikan keseimbangan antara kehidupan kerja dengan kehidupan pribadi atau yang biasa disebut work life balance.
Kesadaran pentingnya work life balance pada generasi muda Jepang itu mulai terjadi pascapandemi Covid-19. Berdasarkan survei, kini hanya 30% generasi muda Jepang yang menganggap penting menaiki tangga karir.
Generasi muda Jepang kini mulai menganggap bahwa bekerja tidak hanya soal target, tapi juga kebahagiaan saat bekerja. Namun meski telah memiliki kesadaran terhadap work life balance, hal itu tidak serta merta membuat warga Jepang bisa dengan mudah menerapkan work life balance.
Seperti yang dikatakan oleh seorang pemuda kepada CNA, ia mengaku jika dirinya masih kesulitan menerapkan work life balance di kehidupan sehari-harinya.
Baca Juga: 26 Warga Jepang Alami Masalah Ginjal Usai Minum Suplemen Kesehatan
Yuki Sato, seorang humas di perusahaan raksasa barang konsumen Jepang Kao, mengaku jika dirinya bekerja lembur sampai dua jam setengah setiap hari.
“Saya pulang kerja, saya lelah, jadi saya tidur. Biasanya seperti ini,” tutur pria 24 tahun itu.
Sato juga mengaku pascapandemi ia lebih banyak bersosialisasi dengan rekan-rekannya saat jam makan siang, ia sangat menikmati waktunya untuk bergaul dengan rekan kerja sambil mengembangkan keterampilannya.
“Kami ingin menikmati sekarang, melakukan apa yang ingin kami lakukan sekarang,” katanya. “Gaya hidup telah beragam,” tambahnya.
Kesadaran generasi muda Jepang terhadap work life balance juga sejalan dengan data pemerintah Jepang yang menunjukkan bahwa proporsi kerja lebih dari 60 jam seminggu pada 2022 sebesar 9%, turun setengahnya dibanding dua dekade lalu.
Selain melunturkan budaya gila kerja di Jepang, pandemi Covid-19 juga membuat perubahan pada budaya perusahaan Jepang, yaitu pesta minum setelah jam kerja. Hal itu disebabkan karena penutupan bar selama pandemi.
Baca Juga: Pemerintah Jepang Larang Warga Satu Kota Menyentuh Kucing