Singapura Eksekusi Gantung Mati 2 Terpidana Kasus Narkoba Hanya dalam Sepekan

Pemerintah Singapura mengeksekusi mati dua terpidana kasus narkoba hanya dalam sepekan. Simak Selengkapnya di sini!

Singapura Eksekusi Gantung Mati 2 Terpidana Kasus Narkoba Hanya dalam Sepekan
Singapura Eksekusi Gantung Mati 2 Terpidana Kasus Narkoba Hanya dalam Sepekan. Gambar : Ilustrasi Canva

BaperaNews - Pemerintah Singapura mengeksekusi mati dua terpidana kasus narkoba hanya dalam sepekan, meski mendapatkan tekanan dari komunitas internasional. 

Eksekusi dilakukan melalui hukuman gantung terhadap dua pria yang terlibat dalam perdagangan heroin, menunjukkan ketegasan Negara Kota tersebut dalam menegakkan hukuman mati.

Pada Jumat (4/8), seorang pria berusia 45 tahun dieksekusi setelah terbukti menyelundupkan 36,93 gram heroin. 

Empat hari kemudian, pada Rabu (7/8), hukuman gantung kembali dilaksanakan terhadap seorang pria berusia 59 tahun yang dihukum karena memperdagangkan 35,85 gram heroin murni. 

Biro Narkotika Pusat (CNB) Singapura mengkonfirmasi eksekusi ini dalam sebuah pernyataan resmi yang dirilis pada hari yang sama.

Menurut CNB, pria berusia 59 tahun tersebut telah diberikan proses hukum yang lengkap sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Ia juga didampingi oleh penasihat hukum selama seluruh proses peradilan. 

Meskipun telah mengajukan banding terhadap putusan dan hukuman yang dijatuhkan, Pengadilan Banding Singapura menolak permohonannya pada 11 Mei 2022. Petisi untuk mendapatkan grasi dari Presiden Singapura juga tidak berhasil.

Singapura dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki hukum narkoba paling ketat di dunia. 

Berdasarkan undang-undang di negara tersebut, perdagangan narkoba dalam jumlah tertentu, termasuk lebih dari 15 gram heroin, secara otomatis dapat dijatuhi hukuman mati. 

Ketegasan ini menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk menjaga keamanan dan ketertiban di Singapura, yang dianggap sebagai salah satu negara teraman di Asia.

Namun, kebijakan hukuman mati di Singapura sering kali menjadi sorotan dan kritik dari berbagai kelompok hak asasi manusia dan organisasi internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

Baca Juga : Pejabat di China Dijatuhi Hukuman Mati Usai Korupsi Rp2,4 Triliun

Mereka berpendapat bahwa hukuman mati tidak memiliki efek jera yang signifikan dan mendesak Singapura untuk menghapus hukuman tersebut. 

Meskipun demikian, pemerintah Singapura tetap mempertahankan hukuman mati sebagai bagian dari sistem hukum mereka, dengan alasan bahwa kebijakan ini efektif dalam menekan tingkat kejahatan, terutama kasus narkoba.

Eksekusi terbaru ini menambah jumlah terpidana mati yang telah dihukum gantung di Singapura sejak Maret 2022 menjadi 19 orang. 

Salah satu kasus yang juga menimbulkan perhatian luas terjadi pada Februari 2024, ketika seorang pria Bangladesh berusia 35 tahun, Ahmed Salim, dieksekusi atas pembunuhan mantan tunangannya di Singapura. 

Kasus ini, bersama dengan eksekusi lainnya, menunjukkan konsistensi Singapura dalam menerapkan hukuman mati, meskipun mendapatkan kritik dari komunitas internasional.

Sikap tegas Singapura dalam menindak perdagangan narkoba dipandang sebagai upaya pemerintah untuk menjaga keamanan nasional. 

Pejabat setempat bersikeras bahwa kebijakan keras ini telah berhasil menjadikan Singapura sebagai negara dengan tingkat kriminalitas yang rendah, khususnya dalam kasus-kasus narkoba. 

Meskipun demikian, perdebatan mengenai efektivitas hukuman mati sebagai alat penegakan hukum terus berlangsung, baik di dalam maupun di luar Singapura.

PBB dan berbagai kelompok hak asasi manusia terus menyerukan agar Singapura mempertimbangkan kembali kebijakan hukuman mati mereka. 

Mereka menegaskan bahwa tidak ada bukti yang kuat bahwa hukuman mati memberikan efek jera lebih dibandingkan dengan hukuman penjara jangka panjang. 

Selain itu, mereka juga mengangkat isu-isu terkait hak asasi manusia, seperti hak untuk hidup dan hak atas pengadilan yang adil.

Baca Juga : Kim Jong-un Beri Hukuman mati Untuk Warga yang Ingin Bunuh Diri