Santri di Sukoharjo Diduga Jadi Korban Bullying hingga Tewas gegara Masalah Rokok

Seorang santri 13 tahun di Sukoharjo meninggal dunia setelah diduga menjadi korban bullying di pondok pesantren.

Santri di Sukoharjo Diduga Jadi Korban Bullying hingga Tewas gegara Masalah Rokok
Santri di Sukoharjo Diduga Jadi Korban Bullying hingga Tewas gegara Masalah Rokok. Gambar : DetikJateng/Agil Trisetiawan Putra

BaperaNews - Pembullyan terjadi di pondok pesantren di Sanggrahan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Seorang santri berinisial AKPW (13) meninggal dunia setelah diduga menjadi korban bullying atau perundungan yang dilakukan oleh kakak kelasnya. 

Di rumah duka yang terletak di Pucangsawit, Jebres, Solo, suasana haru menyelimuti keluarga korban. Karangan bunga dari berbagai pihak, termasuk Yayasan Azzayadiyy dan Kapolres Sukoharjo, terlihat berjajar di sekitar rumah.

Ibunda korban, Yuli Sri Utami, tidak henti-hentinya menangis di samping peti jenazah putranya. Sementara itu, sang ayah, Tri Wibowo, berusaha tegar saat menerima pelayat yang datang memberi dukungan.

Tri Wibowo mengungkapkan bahwa anaknya merupakan korban kekerasan yang dilakukan oleh salah satu santri kakak tingkat di pondok pesantren tersebut.

“Kalau berdasarkan informasi yang saya dapatkan, memang anak saya itu mohon maaf memang bisa dibilang korban kekerasan yang dilakukan oleh salah satu santri kakak tingkatnya,” ujarnya di rumah duka.

Ironisnya, penyebab insiden tersebut terbilang sepele. Kakak kelas korban yang duduk di kelas IX meminta rokok kepada AKPW. Namun, sang anak menolak karena tidak merokok.

Baca Juga: Akui Ada Aksi Bullying di PPDS, Dekan FK Undip Akhirnya Minta Maaf

“Saya pikir, masya Allah, sebab dan musababnya hal remeh banget. Hanya minta rokok dan dengan senioritasnya dia sampai berbuat kekerasan ke anak saya sampai mengakibatkan anak saya meninggal,” jelas Wibowo.

Meski tidak ada tanda-tanda kekerasan yang terlihat di tubuh korban, keluarga memutuskan untuk melakukan autopsi.

“Ada pemukulan. Tapi saya belum bisa pastikan di bagian mana karena saya waktu lihat secara langsung saat meninggal dunia itu bagian luar seperti tidak terlihat apa-apa,” terang Wibowo.

Keputusan untuk melakukan autopsi diambil agar semua fakta terungkap, dan tidak ada informasi yang ditutup-tutupi.

Dalam pernyataannya, Tri Wibowo menegaskan bahwa tujuannya bukan untuk balas dendam, melainkan untuk mencegah terulangnya tragedi serupa.

“Jangan ada lagi (tindak kekerasan di pondok pesantren), pondok pesantren tetap pilihan yang terbaik untuk anak-anak. Tapi tolong jangan sampai ada korban lagi, kasihan,” ujarnya penuh harap.

“Mereka sudah jauh dari orang tua mau belajar harus dikerasin, ini kasihan,” tambah Wibowo.

Baca Juga: Anak Kelas 4 SD Sampai Dilarikan ke IGD Akibat Jadi Korban Bullying, Dipaksa Makan Roti Berduri