Fahd A Rafiq: CIA adalah Lembaga Intelijen AS untuk Melindungi Dollar

Fahd A Rafiq ungkap lima metode CIA dalam mengontrol negara lain, dari membiayai oposisi hingga menciptakan kekacauan sosial. Simak pemaparannya!

Fahd A Rafiq: CIA adalah Lembaga Intelijen AS untuk Melindungi Dollar
Fahd A Rafiq: CIA adalah Lembaga Intelijen AS untuk Melindungi Dollar. Gambar : BaperaNews/Dok. Istimewa

BaperaNews - Lembaga Intelijen Amerika Serikat (CIA) kerap disebut sebagai alat kontrol kebijakan luar negeri yang digunakan untuk memengaruhi negara lain, termasuk Indonesia. 

Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum DPP BAPERA, Fahd A Rafiq, dalam sebuah diskusi di Jakarta pada Jumat (21/2/2025).

“Sudah bukan rahasia lagi jika CIA sering terlibat dalam penggulingan pemerintahan yang sah. Ada lima metode utama yang mereka gunakan, dan hingga kini, cara-cara tersebut masih diterapkan untuk mengontrol berbagai negara,” ujar Fahd.

Fahd menegaskan bahwa pemaparannya ini bukan untuk menggurui, melainkan sekadar berbagi wawasan kepada generasi muda, khususnya generasi Y yang saat ini mendominasi populasi Indonesia.

Baca Juga : Fahd A Rafiq: Soeharto dan Gus Dur Layak Menjadi Pahlawan Nasional

Lima Cara CIA Mengontrol Negara Lain

Metode Pertama 

Fahd A Rafiq menjelaskan bahwa metode pertama yang paling sering dilakukan CIA adalah membiayai oposisi. Cara ini dinilai sebagai metode yang murah dan efektif, di mana CIA mendukung kelompok oposisi dengan dana untuk melemahkan pemerintahan yang sah.

Contoh nyata dari strategi ini adalah kudeta di Iran pada 1953, Vietnam pada 1963, serta operasi serupa di Brasil dan Guatemala.

Metode Kedua

Metode kedua adalah pembunuhan (assassination) terhadap pemimpin yang tidak sejalan dengan kepentingan Amerika Serikat.

Fahd mencontohkan pembunuhan Patrice Lumumba di Kongo serta berbagai pemimpin lain yang kematiannya diduga telah didesain agar digantikan oleh pemimpin pro-Amerika.

Metode Ketiga

Metode ketiga adalah melumpuhkan ekonomi negara sasaran atau dikenal dengan istilah economic assassination. CIA disebut menggunakan berbagai cara, seperti perang tarif terhadap Tiongkok dan embargo perdagangan terhadap Kuba.

Contoh lain adalah peristiwa di Chile pada 1970-an ketika Presiden Salvador Allende melakukan nasionalisasi aset Amerika, sehingga Presiden AS saat itu, Richard Nixon, memerintahkan CIA untuk ‘membuat bangsa Chile menjerit’. 

Akibatnya, Jenderal Augusto Pinochet melakukan kudeta terhadap Allende. Menurut Fahd, Venezuela baru-baru ini juga menjadi korban serangan ekonomi, dengan inflasi yang melonjak lebih dari 1.000%. 

Indonesia sendiri mengalami dampak serupa saat krisis ekonomi 1997 yang berkontribusi terhadap jatuhnya rezim Soeharto.

Metode Keempat 

Metode keempat adalah penguasaan media. CIA disebut membeli media seperti koran, televisi, dan radio untuk membentuk opini publik serta menggiring narasi yang menguntungkan Amerika Serikat.

Fahd mencontohkan bagaimana CIA pernah membeli koran Rome Daily American untuk mencegah Italia jatuh ke tangan komunis.

Kini, menurutnya, strategi tersebut lebih canggih, dengan CIA lebih memilih membeli wartawan dan editor daripada membeli media secara langsung. 

Perang informasi ini juga semakin berkembang melalui media sosial dan analitik strategis di internet.

Metode Kelima

Metode kelima adalah menciptakan kekacauan sosial (chaos), seperti demonstrasi besar-besaran. Fahd menilai bahwa demonstrasi yang terjadi di berbagai negara sering kali merupakan hasil operasi intelijen Amerika.

 Ia mencontohkan bagaimana CIA menggalang demonstrasi untuk menggulingkan Perdana Menteri Iran, Mohammad Mosaddegh, pada 1953, serta demonstrasi panjang di Hong Kong beberapa tahun lalu. Kasus serupa juga terjadi di Malaysia dalam upaya menggulingkan mantan Perdana Menteri Najib Razak yang pro-Tiongkok.

Baca Juga : Fahd A Rafiq: Indonesia Trauma dengan USA dan Tiongkok, Saatnya Berdikari

CIA dan Perlindungan terhadap Dollar

Fahd A Rafiq menegaskan bahwa salah satu tugas utama CIA adalah melindungi stabilitas dollar Amerika Serikat. Negara-negara yang dianggap mengancam dominasi dollar disebut akan menjadi sasaran operasi intelijen.

“Sejarah telah mencatat bagaimana Saddam Hussein dan Patrice Lumumba menjadi korban karena kebijakan mereka dianggap membahayakan sistem ekonomi Amerika,” ujarnya.

Di sisi lain, Fahd menyoroti kebijakan luar negeri Amerika di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump yang semakin ekspansif. Ia menyebut rencana AS untuk membeli Greenland dan kemungkinan mengintegrasikan Kanada sebagai bagian dari AS sebagai langkah strategis yang agresif.

Fenomena ini, menurut Fahd, serupa dengan langkah Presiden Rusia Vladimir Putin yang mencaplok Crimea dan rencana Presiden Tiongkok Xi Jinping untuk mengintegrasikan Taiwan sebagai bagian dari negaranya.

Fahd juga memprediksi bahwa perang antara Rusia dan Ukraina akan segera berakhir dengan kemenangan di pihak Rusia.

Jika pembelian Greenland oleh AS terjadi, maka jarak antara Rusia dan Amerika Serikat akan semakin dekat secara geografis, meningkatkan tensi geopolitik global.

“Indonesia harus berhati-hati dan memiliki strategi berlapis dalam menghadapi dinamika global ini. Jika kita tidak memahami pola permainan ini dan tidak menjadikannya sebagai bagian dari kebijakan nasional, maka mimpi Indonesia Emas 2045 akan sulit tercapai,” pungkas Fahd yang juga dosen di salah satu universitas di Malaysia

Baca Juga : Fahd A Rafiq Puji Kebijakan Presiden Soal Efisiensi Anggaran, Perlukah Lembaga Ad Hoc Seperti AS?