Fahd A Rafiq: Soeharto dan Gus Dur Layak Menjadi Pahlawan Nasional

Fahd A Rafiq menegaskan pentingnya persatuan bangsa dan mendorong Soeharto serta Gus Dur untuk dianugerahi gelar pahlawan nasional atas jasa mereka bagi Indonesia.

Fahd A Rafiq: Soeharto dan Gus Dur Layak Menjadi Pahlawan Nasional
Fahd A Rafiq: Soeharto dan Gus Dur Layak Menjadi Pahlawan Nasional. Gambar : Kolase Dok. AFP/Wikipedia

BaperaNews - Dua sosok pemimpin besar Indonesia, Soeharto dan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), memiliki peran yang tak terbantahkan dalam perjalanan bangsa ini. 

Soeharto, Presiden ke-2, dikenal atas jasanya dalam membawa Indonesia menuju stabilitas dan pembangunan, sementara Gus Dur, Presiden ke-4, dikenang sebagai tokoh yang memperjuangkan demokrasi dan toleransi. 

Kedua tokoh ini dianggap layak mendapatkan gelar pahlawan nasional atas dedikasi mereka dalam membangun negeri.

Ketua Umum DPP BAPERA, Fahd A Rafiq, menegaskan bahwa kedua tokoh ini, meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda, memiliki kontribusi besar dalam perjalanan bangsa. 

“Soeharto dengan ketegasannya berhasil mengangkat Indonesia dari keterpurukan ekonomi, sementara Gus Dur dengan keberaniannya meruntuhkan sekat-sekat intoleransi,” ujarnya di Jakarta, Senin (10/2/2025).

Fahd, yang juga mantan Ketua Umum PP AMPG, menambahkan bahwa sejarah tidak boleh diwariskan dalam bentuk dendam kepada generasi mendatang.

“Tidak perlu ada lagi dendam sejarah yang diwariskan kepada anak-anak yang tidak pernah tahu atau terlibat dalam berbagai peristiwa kelam di masa lalu,” tegasnya.

Menurut Fahd, persatuan bangsa harus diutamakan demi menjaga keutuhan Indonesia.

“Kita hidup di bawah langit yang sama, di tanah yang sama, dan di bawah bendera Merah Putih yang berkibar gagah. Mengapa masih ada dendam yang membara di dada anak bangsa? Perpecahan telah terlalu lama menjadi bayang-bayang yang menghambat perjalanan negeri ini,” ungkapnya.

Fahd merujuk pada putusan Rapat Gabungan Pimpinan MPR dengan Pimpinan Fraksi/Kelompok DPD pada 23 September 2024, yang disampaikan dalam Sidang Paripurna MPR RI di akhir masa jabatan 2019-2024.

Dalam keputusan tersebut, dua TAP MPR yang terkait dengan kedua mantan presiden dicabut, yakni TAP MPR Nomor I/MPR/1998 dan TAP MPR Nomor II/MPR/2001.

Baca Juga : Fahd A Rafiq Mediasi Dua Kubu SOKSI, Munas Bersama Siap Digelar

Fahd menekankan bahwa bangsa Indonesia lahir dari semangat persatuan. “Para pendiri bangsa tidak pernah mempertanyakan asal usul, bahasa, atau suku seseorang. Mereka hanya tahu satu hal: Indonesia lebih besar dari perbedaan, dan persatuan adalah harga mati,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa dendam hanya akan menjadi api dalam sekam yang bisa membakar rumah sendiri.

“Sejarah membuktikan bahwa perpecahan hanya menghambat kemajuan dan membuat banyak generasi terjebak dalam lingkaran kebencian tanpa ujung. Sudah saatnya kita memadamkan api dendam dengan kesejukan persaudaraan,” tuturnya.

Fahd mengajak seluruh elemen bangsa untuk mengutamakan persatuan dan menghindari perpecahan. “Jangan biarkan ego dan amarah menguasai hati. Persatuan adalah warisan sejati bangsa ini. Mari saling merangkul, bukan saling menuding. Mari membangun, bukan menghancurkan. Indonesia bukan sekadar tanah air, tetapi rumah bersama,” katanya.

Sebagai penutup, Fahd menegaskan kembali pentingnya memberikan penghormatan tertinggi kepada Presiden ke-2 Soeharto dan Presiden ke-4 KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan mengangkat mereka sebagai pahlawan nasional.

“Saatnya anak bangsa bersatu. Mereka layak mendapatkan penghargaan ini atas jasa besar mereka bagi negeri ini,” pungkasnya.

Fahd juga menyoroti visi Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya persatuan Indonesia.

“Indonesia adalah contoh bagi dunia dalam keberagaman suku, etnis, agama, dan budaya. Ini harus kita jaga bersama,” tutup Fahd yang saat ini juga mengajar sebagai dosen di Malaysia.

Baca Juga : Fahd A Rafiq: Kemandirian Pangan Itu Masalah Hidup Mati Sebuah Bangsa, Ini Soal Survival of The Nation, Jangan Main-Main