Ranny Fahd A Rafiq: Hentikan Petani Indonesia Jadi "Budak Pangan" Abad ke-21, Derita Ini Jadi Sorotan Publik Internasional

Ranny Fahd A Rafiq soroti nasib petani Indonesia yang masih terjebak kemiskinan dan berharap Presiden Prabowo segera menuntaskan ketidakadilan ini.

Ranny Fahd A Rafiq: Hentikan Petani Indonesia Jadi "Budak Pangan" Abad ke-21, Derita Ini Jadi Sorotan Publik Internasional
Ranny Fahd A Rafiq: Hentikan Petani Indonesia Jadi Budak Pangan Abad ke-21, Derita Ini Jadi Sorotan Publik Internasional. Gambar : BaperaNews/Dok. Istimewa

BaperaNews - Di tengah kemajuan teknologi dan modernisasi, nasib petani Indonesia masih menjadi ironi yang memilukan. 

Para pahlawan pangan ini justru hidup dalam kemiskinan yang mendalam. Kondisi tersebut bukan lagi rahasia, melainkan tragedi kemanusiaan yang menjadi sorotan dunia. 

Hal ini disampaikan oleh anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar, Ranny Fahd A Rafiq, dalam pernyataannya di Jakarta, Sabtu (22/2/2025).

Politikus Partai Golkar tersebut menegaskan bahwa kondisi para petani Indonesia di era modern ini tidak ubahnya seperti "budak pangan".

“Sorotan media internasional tak henti-hentinya membahas realitas pahit ini, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Para petani bekerja keras sejak fajar hingga senja, namun penghasilan mereka bahkan tak cukup untuk membeli beras,” ujar Ranny Fahd A Rafiq.

Laporan terbaru mengungkap fakta mencengangkan: jutaan petani hidup di bawah garis kemiskinan. Beberapa di antaranya bahkan lebih miskin dari pengemis di kota-kota besar.

Rantai eksploitasi yang dilakukan oleh tengkulak dan rentenir bagaikan lintah darat yang menghisap darah petani, membuat mereka terjebak dalam lingkaran utang yang sulit terlepas.

Menanggapi kondisi ini, Ranny menekankan bahwa pemerintah harus bertindak cepat. Kabinet Merah Putih yang dipimpin langsung oleh Presiden Prabowo Subianto telah bertekad untuk menyelesaikan persoalan petani Indonesia dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Salah satu fokus utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan petani yang selama ini selalu dikebiri oleh pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari jerih payah mereka.

Ranny juga mengutip peringatan dari para pendiri bangsa bahwa Indonesia berisiko dijajah oleh bangsanya sendiri melalui sistem yang merugikan rakyat kecil.

“Sistem yang ada saat ini hanya memberikan ilusi bahwa petani dibela, padahal realita di lapangan jauh dari harapan. Cita-cita luhur yang tertuang dalam UUD 1945 menyatakan bahwa penjajahan di dunia harus dihapuskan. Namun, jika rakyat kecil justru dizalimi oleh bangsanya sendiri melalui sistem dan jabatan yang hanya menguntungkan individu atau kelompok tertentu, maka ini adalah ketidakadilan,” tegasnya.

Menurutnya, masalah ini bukan sekadar persoalan ekonomi, melainkan juga pola pikir dan kebiasaan yang telah mengakar turun-temurun.

“Sering kali pembenaran digunakan untuk menutupi kesalahan sistemik. Kita harus bisa membedakan antara kebenaran dan pembenaran,” tambahnya.

Fenomena lain yang mencerminkan ketidakadilan bagi petani adalah hilangnya generasi penerus di sektor ini. Anak-anak petani banyak yang putus sekolah dan terpaksa bekerja di ladang, mewarisi kemiskinan orang tua mereka.

“Negeri ini katanya menjunjung tinggi keadilan, tapi adil untuk siapa? Apakah hanya untuk golongan atas dan menengah? Lalu bagaimana dengan rakyat kecil?” tanya Ranny.

Baca Juga : Ranny Fahd A Rafiq: Dunia Kesehatan Itu Luas, Metode Pengobatan Peninggalan Leluhur Segera Masuk UNESCO

Krisis pangan global semakin memperjelas peran krusial petani dalam ketahanan pangan. Namun ironisnya, mereka yang menghasilkan bahan pangan justru hidup dalam keterbatasan.

Para pemimpin dunia, aktivis petani, dan organisasi internasional terus menyerukan perubahan. Indonesia pun harus berupaya mencapai kemandirian pangan dengan kolaborasi semua pihak.

Profesi petani semakin ditinggalkan karena dianggap tidak menjanjikan kesejahteraan. Bahkan, lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) lebih banyak yang bekerja di sektor perbankan daripada di bidang pertanian.

“Banyak yang menyebut IPB kini lebih cocok disebut Institut Perbankan Bogor. Ini bukan kebetulan, melainkan bagian dari upaya sistematis untuk menghancurkan dunia pertanian Indonesia. Jika pertanian dilemahkan, maka kita akan terus menjadi negara pengimpor, terjebak dalam middle-income trap,” ujar Ranny Fahd A Rafiq.

Ia juga menyoroti bagaimana petani kerap menjadi korban ketidakadilan struktural.

“Di satu sisi, hasil pertanian melimpah dan menguntungkan segelintir orang, sementara di sisi lain, petani yang bekerja keras justru merasakan pahitnya ketidakadilan. Mereka mengolah tanah yang subur, tetapi kesejahteraan tetap tak kunjung datang. Ini adalah bentuk penjajahan modern,” ujarnya.

Petani Indonesia saat ini menghadapi berbagai tantangan berat, mulai dari harga pupuk yang melambung tinggi, bencana alam yang merusak tanaman, hingga sistem yang lebih mengutamakan kepentingan korporasi dibanding kesejahteraan petani.

“Di negeri yang kaya ini, petani justru menjadi korban ketidakadilan yang seharusnya tidak terjadi,” kata Ranny.

Ia pun mempertanyakan sampai kapan kondisi ini akan dibiarkan berlanjut.

“Sampai kapan para ‘budak pangan’ ini harus hidup dalam kemiskinan? Dunia menanti jawaban, dan sejarah akan mencatat apakah kita mampu mengakhiri ketidakadilan ini,” ungkapnya.

Menutup pernyataannya, Ranny menyampaikan harapan agar Presiden Prabowo Subianto mampu menyelesaikan permasalahan petani Indonesia dengan baik.

“Hingga saat ini masih ada oknum-oknum nakal yang menghambat kemandirian pangan Indonesia. Semoga masalah ini bisa segera dituntaskan. Merdeka!” tutupnya.

Baca Juga : Ranny Fahd A Rafiq Ungkap Pro dan Kontra antara Orang Kaya dan Miskin di Tengah Masyarakat Indonesia