9 Sisi Gelap Jogja, Ternyata Tak Seromantis yang Dibayangkan
Apa saja sisi gelap Jogja yang sering tak terlihat? Simak ulasannya berikut ini.

BaperaNews - Jogja dikenal sebagai kota romantis, menarik perhatian wisatawan dari berbagai penjuru dengan pesonanya yang khas.
Namun, di balik semua keindahan ini, terdapat sisi gelap Jogja yang jarang diketahui orang.
Ya, masalah-masalah sosial dan ekonomi yang dialami warga lokal ini sering kali tertutupi oleh citra romantis Jogja sebagai Kota Pelajar dan tujuan wisata favorit.
Lalu, apa saja sisi gelap Jogja yang sering tak terlihat? Simak ulasannya berikut ini.
Baca Juga: 10 Sisi Gelap Jakarta si Kota Metropolitan dengan Segudang Masalah Pelik
1. Ketimpangan Ekonomi yang Mencolok
Gambar : BaperaNews/Achmad Rifai
Jogja menjadi destinasi wisata yang ramai dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, yang menikmati berbagai fasilitas mewah dan tempat ikonik.
Namun, di sisi lain, ketimpangan ekonomi sangat terasa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Jogja jadi provinsi paling tinggi ketimpangan pengeluaran penduduknya.
Berdasarkan data BPS pada Maret 2022, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Jogja mencapai 0,439.
Penduduk lokal sering kali kesulitan mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, bahkan untuk membeli rumah di tanah kelahiran mereka sendiri menjadi mimpi yang sulit terwujud.
Harga properti yang terus melonjak semakin menambah beban bagi generasi muda di Jogja.
Anak-anak muda Jogja harus berjuang lebih keras untuk memiliki hunian sendiri, sementara wisatawan menikmati keindahan kota tanpa memahami kesulitan yang dihadapi penduduk lokal.
Situasi ini memperlihatkan kesenjangan antara kemewahan yang dirasakan pendatang dan kehidupan penduduk asli yang makin jauh dari kenyamanan.
2. Upah Minimum Provinsi yang Rendah
Gambar : BaperaNews/Achmad Rifai
Selain ketimpangan ekonomi, Jogja juga dihadapkan dengan masalah UMR yang sangat rendah.
UMR Jogja hanya sekitar Rp2 juta per bulan, termasuk yang terendah di Pulau Jawa.
Dengan biaya hidup yang meningkat, jumlah ini jelas tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, apalagi untuk menabung atau membeli properti.
Baca Juga: 7 Sisi Gelap Singapura, Masih Minat #KaburAjaDulu ke Negara Ini?
Banyak pekerja di Jogja yang harus berhemat secara ekstrem untuk bisa bertahan hidup dengan penghasilan yang kecil.
Masalah upah yang rendah ini menciptakan dilema besar bagi masyarakat, yang merasakan beban ekonomi kian berat dari waktu ke waktu.
Di balik citra romantis Jogja, hidup warga lokal sering kali jauh dari mudah dan penuh tantangan.
3. Konflik Agraria di Pedesaan
Gambar : BaperaNews/Achmad Rifai
Masalah agraria juga menjadi salah satu sisi gelap Jogja yang sering terlupakan.
Di wilayah Kulon Progo dan Gunungkidul, banyak petani kehilangan lahan akibat pembangunan proyek-proyek besar.
Konflik agraria ini bukan hanya membuat para petani kehilangan mata pencaharian mereka, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup mereka yang bergantung pada tanah.
Pembangunan besar-besaran ini sering kali tidak mempertimbangkan kesejahteraan warga setempat.
Akibatnya, banyak keluarga petani kehilangan sumber penghasilan utama mereka dan harus berjuang keras hanya untuk sekadar bertahan hidup.
Ketidakadilan ini menunjukkan bahwa pembangunan tidak selalu membawa manfaat bagi seluruh penduduk Jogja.
4. Fenomena Klitih
Gambar : BaperaNews/Achmad Rifai
Salah satu sisi gelap Jogja yang membuat resah masyarakat adalah fenomena klitih.
Klitih, yang awalnya berarti keluyuran atau mencari angin dalam bahasa Jawa, kini identik dengan aksi kekerasan yang dilakukan oleh pelajar.
Fenomena ini sering kali menargetkan korban secara acak, biasanya di area sepi pada malam hari.
Fenomena klitih telah menimbulkan ketakutan di kalangan warga Jogja, terutama para orang tua yang khawatir dengan keselamatan anak-anak mereka.
Baca Juga: 7 Sisi Gelap Malaysia yang Perlu Kamu Tahu, Ternyata Gak Seindah yang Terlihat!
Jogja, yang sering dipandang sebagai kota yang aman, ternyata menyimpan masalah keamanan yang cukup serius.
Masalah ini menunjukkan bahwa Jogja tidak selalu seaman dan seramah yang dibayangkan banyak orang.
5. Rasisme terhadap Mahasiswa Indonesia Timur
Gambar : BaperaNews/Achmad Rifai
Tidak hanya masalah kekerasan, Jogja juga dihadapkan pada isu rasisme terhadap mahasiswa asal Indonesia Timur.
Mahasiswa dari wilayah timur Indonesia yang menuntut ilmu di Jogja sering kali mengalami diskriminasi dan tindakan tidak adil.
Mereka merasa terisolasi dan tidak nyaman di lingkungan yang seharusnya mendukung pendidikan mereka.
Isu rasisme ini sangat disayangkan karena Jogja dikenal sebagai kota pendidikan yang terbuka bagi semua pelajar dari berbagai daerah.
Namun, kenyataannya, masih banyak yang merasa tidak diterima karena perbedaan asal atau budaya.
Diskriminasi ini menjadi salah satu masalah yang menunjukkan sisi gelap Jogja yang jarang disorot oleh media.
6. Kemacetan dan Biaya Transportasi Tinggi
Gambar : BaperaNews/Achmad Rifai
Jogja menjadi padat, terutama saat musim liburan, yang mengakibatkan kemacetan parah di jalan-jalan utama.
Banyak wisatawan yang memadati kota ini, membuat penduduk lokal kesulitan untuk beraktivitas.
Biaya transportasi pun kian tinggi, memaksa warga untuk mengeluarkan lebih banyak uang untuk transportasi.
Penduduk lokal yang bergantung pada ojek online atau kendaraan pribadi untuk bepergian harus menanggung beban biaya yang tinggi, terutama dengan UMR yang rendah.
Fenomena ini menunjukkan betapa sulitnya menjalani kehidupan sehari-hari di Jogja di tengah biaya transportasi yang semakin tidak terjangkau.
7. Menjamurnya Mal dan Hotel
Gambar : BaperaNews/Achmad Rifai
Dalam beberapa tahun terakhir, pembangunan mal dan hotel di Jogja semakin pesat.
Sayangnya, perkembangan ini tidak selalu membawa dampak positif bagi masyarakat.
Menjamurnya mal dan hotel ternyata mempengaruhi pasokan air tanah, terutama saat musim kemarau, sehingga warga mengalami kesulitan air bersih.
Baca Juga: 4 Sisi Gelap Hello Kitty, Benarkah Simbol Pemuja Setan?
Selain itu, banyaknya pusat perbelanjaan dan tempat hiburan modern membuat biaya hidup di Jogja semakin tinggi.
Penduduk lokal yang dulunya menikmati kehidupan dengan biaya murah sekarang harus menyesuaikan diri dengan kenaikan harga yang dipengaruhi oleh tingginya minat wisatawan dan pendatang baru.
8. Biaya Hidup yang Terus Meningkat
Gambar : BaperaNews/Achmad Rifai
Seiring dengan perkembangan pariwisata dan urbanisasi, biaya hidup di Jogja kini terus meningkat.
Jogja yang dulu dikenal dengan biaya hidup murah kini semakin mahal, mulai dari harga makanan hingga kebutuhan pokok lainnya.
Penduduk lokal pun harus menyesuaikan pengeluaran dengan penghasilan yang rendah.
Peningkatan biaya hidup ini membuat banyak orang merindukan Jogja yang dulu, di mana mereka bisa hidup nyaman tanpa merasa terbebani.
Kini, hidup di Jogja menjadi semakin sulit bagi banyak penduduk lokal yang merasa tergencet oleh biaya hidup yang terus meningkat.
9. Ekspektasi Kota Romantis yang Tidak Terpenuhi
Gambar : BaperaNews/Achmad Rifai
Banyak orang yang memiliki ekspektasi tentang Jogja sebagai kota romantis yang penuh ketenangan.
Namun, kenyataannya, kota ini tidak selalu bisa memenuhi harapan tersebut.
Masalah-masalah sosial, kemacetan, dan tekanan hidup lainnya sering kali membuat penduduk lokal merasa kecewa dengan kondisi kota ini.
Ekspektasi yang tidak terpenuhi ini menciptakan kekecewaan, terutama bagi generasi muda yang berharap bisa tinggal di kota yang nyaman dan tenang.
Baca Juga: 6 Sisi Gelap Mangga Besar, 'Surga' di Jakarta Barat bagi Pria Berhidung Belang
Kenyataannya, hidup di Jogja tidak seindah yang dibayangkan banyak orang, terutama dengan berbagai tantangan yang terus muncul.
Dari berbagai sisi gelap Jogja yang telah diulas, terlihat bahwa kita ini bukan hanya tentang keindahan dan romantisme.
Masalah ketimpangan ekonomi, rendahnya UMR, konflik agraria, dan fenomena sosial lainnya menunjukkan bahwa kota ini masih memiliki banyak tantangan.
Jogja membutuhkan perhatian lebih, bukan hanya dari pemerintah tetapi juga masyarakat, untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi semua penduduknya.