7 Sisi Gelap Malaysia yang Perlu Kamu Tahu, Ternyata Gak Seindah yang Terlihat!

Di balik semua keindahan dan kemajuan yang terlihat, ada sisi gelap Malaysia yang jarang dibicarakan.

7 Sisi Gelap Malaysia yang Perlu Kamu Tahu, Ternyata Gak Seindah yang Terlihat!
Sisi Gelap Malaysia. Gambar : BaperaNews/Achmad Rifai

BaperaNews - Malaysia sering dianggap sebagai negara maju dengan daya tarik wisata yang memukau, infrastruktur modern, dan budaya yang kaya serta beragam. 

Selain itu, negara ini juga menawarkan banyak kesempatan kerja sehingga tidak sedikit orang yang merantau ke sana untuk mencari penghidupan lebih baik.

Namun, di balik semua keindahan dan kemajuan yang terlihat, ada sisi gelap Malaysia yang jarang dibicarakan.

Beberapa isu sosial di Negeri Jiran ini menunjukkan kenyataan yang mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya. 

Lantas, apa saja sisi gelap Malaysia yang tersembunyi di balik kemajuannya yang begitu pesat?

Simak ulasannya di bawah ini untuk mengetahui lebih dalam tentang realitas yang mungkin mengejutkan kamu.

Baca Juga: 4 Sisi Gelap Hello Kitty, Benarkah Simbol Pemuja Setan?

1. Banyak Pekerja Migran yang Diperlakukan Tak Manusiawi

Isu Pekerja Migran dan Perlakuan Tidak ManusiawiGambar : BaperaNews/Achmad Rifai

Banyak pekerja migran Indonesia yang pergi ke Malaysia berharap mendapatkan penghasilan yang lebih baik, tetapi sayangnya tidak semua dari mereka mendapatkan kehidupan yang layak.

Di Malaysia, pekerja migran sering kali menghadapi kondisi kerja yang tidak manusiawi, seperti jam kerja panjang, kekerasan fisik, gaji yang tidak dibayar, hingga pelecehan seksual.

Kasus-kasus ini mengangkat keprihatinan terhadap sistem perlindungan bagi pekerja migran di sana.

Berdasarkan laporan dari Migrant Care, ada 75 kasus penembakan oleh otoritas bersenjata Malaysia terhadap pekerja migran Indonesia dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. 

Direktur Eksekutif Migran Care, Wahyu Susilo mengatakan bahwa ada standar ganda dari otoritas Malaysia dalam menghadapi pekerja migran ilegal dari Indonesia. 

Mereka diperlakukan diskriminatif, sementara majikan dan pengusaha yang memuluskan kedatangan migran ilegal tak ditindak tegas oleh otoritas Malaysia. 

2. Banyak Anak Tanpa Kewarganegaraan

Anak-Anak Gambar : BaperaNews/Achmad Rifai

Status tanpa kewarganegaraan atau stateless menjadi masalah serius bagi anak-anak dari orang tua imigran di Malaysia, terutama mereka yang tidak memiliki izin tinggal resmi.

Anak-anak yang lahir dari orang tua ilegal atau yang status izinnya terbatas tidak mendapatkan dokumen kelahiran dan identitas resmi.

Akibatnya, mereka terjebak dalam status stateless yang membuat mereka tidak memiliki akses ke hak-hak dasar seperti pendidikan dan kesehatan.

Di Sabah, misalnya, terdapat lebih dari satu juta orang yang hidup tanpa kewarganegaraan meskipun telah tinggal di sana selama bertahun-tahun, bahkan bergenerasi.

Baca Juga: 6 Sisi Gelap Mangga Besar, 'Surga' di Jakarta Barat bagi Pria Berhidung Belang

Dikutip dari BBC, data dari lembaga-lembaga HAM menunjukkan bahwa pada 2019 ada lebih dari 43 ribu anak-anak tanpa kewarganegaraan di Malaysia.

Data ini lebih tinggi dibandingkan dengan data versi Kementerian Dalam Negeri. 

Status stateless ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah karena kelalaian orang tua. 

Jika salah satu dari orang tua anak adalah warga Malaysia atau pemegang izin tinggal permanen dan status pernikahannya terdaftar, maka anak akan terjamin status kewarganegaraannya.

Sayangnya, banyak banyak orang tua yang tak mendaftarkan perkawinannya ke negara, sehingga anak menanggung beban stateless. 

Ketiadaan status warga negara ini menyebabkan ketidakpastian dalam kehidupan sehari-hari para korbannya dan membawa dampak sosial serta ekonomi yang besar. 

Hidup dalam ketidakpastian tanpa jaminan masa depan yang jelas ini tentu menjadi sisi gelap Malaysia yang memerlukan perhatian ketat dari pemerintah.

3. Macet Parah di Kota-Kota Besar

Kemacetan Parah di Kota-Kota BesarGambar : BaperaNews/Achmad Rifai

Malaysia dikenal sebagai salah satu negara dengan sistem transportasi yang cukup baik di Asia Tenggara.

Namun, kota-kota besar di Malaysia, seperti Kuala Lumpur, Shah Alam, dan Subang Jaya, juga sering mengalami kemacetan yang parah.

Kemacetan ini biasanya terjadi saat jam sibuk, seperti pagi hari saat orang berangkat kerja dan malam saat mereka pulang, serta pada akhir pekan ketika banyak warga yang beraktivitas di luar rumah.

Tingginya volume kendaraan, terutama mobil, menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan kemacetan di kota-kota besar ini.

Bagi wisatawan yang datang untuk menikmati liburan, kondisi lalu lintas yang padat ini bisa menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan. 

4. Skandal 1MDB, Korupsi Terbesar di Malaysia

Kasus Korupsi dan Skandal 1MDBGambar : BaperaNews/Achmad Rifai

Salah satu skandal korupsi terbesar dalam sejarah Malaysia adalah kasus 1Malaysia Development Berhad (1MDB), yang melibatkan mantan Perdana Menteri Najib Razak.

1MDB didirikan pada tahun 2009 oleh Perdana Menteri Malaysia saat itu, Najib Razak, dengan tujuan untuk memajukan ekonomi negara melalui investasi strategis.

Namun, pada 2015, terungkap bahwa 1MDB mengalami kesulitan keuangan dan gagal memenuhi kewajiban pembayaran utangnya.

Alhasil, penyelidikan internasional mengungkapkan bahwa sekitar USD4,5 miliar dari dana 1MDB diduga telah diselewengkan.

Najib Razak dituduh menerima hampir USD10 juta dari SRC International, anak perusahaan 1MDB.

Pada Juli 2020, ia divonis bersalah atas tujuh dakwaan terkait korupsi dan pencucian uang, serta dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan denda sebesar 210 juta ringgit Malaysia.

5. Diskriminasi Rasial 

Diskriminasi Rasial dalam Kehidupan Sehari-hariGambar : BaperaNews/Achmad Rifai

Diskriminasi rasial masih menjadi masalah serius di Malaysia. Konstitusi Malaysia, khususnya Pasal 153, menetapkan hak-hak istimewa bagi orang Melayu dan pribumi.

Pasal 153 dari Konstitusi Malaysia menetapkan tanggung jawab Yang di-Pertuan Agong untuk melindungi posisi khusus orang Melayu dan penduduk asli di Sabah dan Sarawak, serta kepentingan sah komunitas lain.

Pasal ini memungkinkan penetapan kuota untuk posisi dalam layanan publik, beasiswa, dan izin usaha, dengan tujuan meningkatkan partisipasi Bumiputra dalam berbagai sektor. 

Meskipun demikian, Pasal 153 telah menjadi subjek kontroversi. Kritikus berpendapat bahwa kebijakan ini menciptakan diskriminasi rasial dan bertentangan dengan prinsip meritokrasi.

Diskusi mengenai penghapusan atau revisi Pasal 153 sering dianggap sensitif dan dapat menimbulkan ketegangan etnis. 

Baca Juga: Menguak 7 Sisi Gelap Hollywood: Wajah Kelam di Balik Gemerlap Kemewahan

Secara historis, Pasal 153 dirancang untuk melindungi posisi orang Melayu dan Bumiputra lainnya dari dominasi ekonomi komunitas imigran, seperti Tionghoa dan India, yang memiliki pengaruh signifikan dalam ekonomi Malaysia pasca-kemerdekaan.

Namun, implementasi kebijakan ini telah menimbulkan perdebatan mengenai keseimbangan antara perlindungan hak istimewa dan kesetaraan bagi semua warga negara.

6. Terapkan Regulasi Ketat terkait Agama

Regulasi Ketat Kebebasan BeragamaGambar : BaperaNews/Achmad Rifai

Malaysia adalah negara yang memberlakukan aturan ketat terkait kebebasan beragama, terutama bagi penduduk yang beragama Islam.

Agama Islam merupakan agama resmi di Malaysia, dan keluar dari agama Islam (murtad) bukanlah hal yang mudah di negara ini. 

Salah satu kasus yang paling terkenal adalah kasus Lina Joy pada tahun 1998.

Saat itu, ia memutuskan untuk pindah agama dari Islam ke Katolik, tetapi proses untuk mengubah nama dan status agama di dokumen resmi membutuhkan waktu bertahun-tahun.

Pada 2011, pemerintah Malaysia juga melarang penyebaran aliran Syiah, yang dianggap sebagai aliran sesat.

Meskipun pemeluk Syiah diizinkan untuk menjalankan ibadah mereka secara pribadi, mereka dilarang untuk menyebarkan ajaran Syiah kepada umat Islam Sunni.

Pelarangan ini didasarkan pada fatwa yang menyatakan bahwa ajaran Syiah dianggap menyimpang dari ajaran Islam mainstream di Malaysia.

7. Terapkan Hukum Sipil dan Syariah

Sistem hukum di Malaysia bersifat dual-track, menggabungkan hukum sipil dan hukum syariah.  

Pelanggaran terhadap hukum syariah dapat dikenakan hukuman seperti denda, penjara, atau cambuk.

Misalnya, pada Desember 2024, seorang pria di Terengganu dihukum cambuk secara publik karena melanggar hukum syariah terkait kedekatan dengan lawan jenis yang bukan mahram.

Hukuman ini dilakukan di masjid dan disaksikan oleh 90 orang. 

Di balik kemajuan dan kemegahan Malaysia, terdapat banyak sisi gelap Malaysia yang mungkin mengejutkan bagi sebagian orang.

Sisi gelap Malaysia ini memperlihatkan realitas lain dari kehidupan di Malaysia yang sering tidak terlihat oleh wisatawan.

Baca Juga: Menguak Sisi Gelap Internet: Dark Web si 'Surga' bagi Pencinta Aktivitas Ilegal