Fahd A Rafiq Puji Kebijakan Presiden Soal Efisiensi Anggaran, Perlukah Lembaga Ad Hoc Seperti AS?
Fahd A Rafiq memuji kebijakan efisiensi anggaran Prabowo Subianto. Perlukah Indonesia membentuk lembaga ad hoc seperti di Amerika Serikat?

BaperaNews - Kebijakan efisiensi anggaran yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 1 Tahun 2025 telah menjadi topik perdebatan hangat dalam sepekan terakhir.
Ketua Umum DPP BAPERA, Fahd A Rafiq, menyoroti langkah ini dalam pernyataannya di Jakarta pada Rabu, 13 Februari 2025.
Fahd A Rafiq mengungkapkan bahwa beberapa negara telah menerapkan kebijakan serupa, seperti Argentina, Inggris, Amerika Serikat, dan Vietnam.
"Argentina telah mengurangi hampir 30.000 pegawai negeri dan berencana memangkas 40.000 pegawai lainnya jika tidak lolos evaluasi. Dampaknya, inflasi di Argentina turun 20%, meskipun angka kemiskinan mencapai 53%. Namun, neraca keuangan negara tetap surplus selama 13 bulan berturut-turut berkat peningkatan ekspor biji-bijian dan energi bersih," jelasnya.
Lebih lanjut, Fahd menambahkan bahwa Amerika Serikat juga tengah melakukan kebijakan pemangkasan besar-besaran.
"Amerika Serikat akan merumahkan hingga 2 juta pegawai negeri sipil (PNS), dengan target awal sebanyak 200.000 pegawai melalui skema buyout. Jika kebijakan ini berhasil, maka ini akan menjadi pemangkasan tenaga kerja terbesar dalam sejarah Amerika Serikat. Negara tersebut berpotensi menghemat anggaran hingga 1.600 triliun rupiah. Bahkan, USAID telah membekukan serta menghentikan bantuan kemanusiaan ke berbagai negara, sementara miliaran dolar telah dipangkas dari sektor administrasi dan penelitian biomedis," terangnya.
Di Eropa, Inggris berencana memangkas 10.000 PNS dan mengurangi anggaran kementerian sebesar 5%. Kebijakan ini dilakukan karena birokrasi dinilai terlalu nyaman, stagnan, dan kurang memanfaatkan teknologi dalam pelayanan publik.
Sementara itu, Vietnam di Asia Tenggara juga akan memangkas 20% pegawai negeri, yang diperkirakan dapat menghemat anggaran sebesar 73 triliun rupiah dalam lima tahun.
Vietnam juga telah merampingkan jumlah kementerian dan lembaga dari 30 menjadi 22.
Menyoroti efisiensi anggaran di Indonesia, Fahd A Rafiq mengutip pernyataan Utusan Khusus Presiden RI, Hasyim Djojohadikusumo, bahwa dana untuk program makanan gratis senilai 100 triliun rupiah bersumber dari pemangkasan anggaran APBN sebesar 306,7 triliun rupiah. Pemotongan anggaran ini tidak termasuk dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Presiden Prabowo Subianto sendiri memahami bahwa pemangkasan anggaran yang tidak dikucurkan kembali ke dalam perekonomian dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Ketua Bidang Ormas DPP Partai Golkar, Fahd A Rafiq, menekankan bahwa meskipun Prabowo bukan seorang sarjana ekonomi, ia memiliki pemahaman mendalam tentang ekonomi berkat pembelajaran dari keluarganya.
"Uang yang tidak dibelanjakan dapat menyebabkan kontraksi ekonomi. Oleh karena itu, Presiden Prabowo meninjau kembali berbagai program, termasuk memangkas perjalanan dinas luar negeri yang sebelumnya mencapai 21-22 triliun rupiah dan menghapus beberapa program yang dianggap tidak esensial," jelas Fahd.
Ia juga mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Biasanya, menteri hanya memeriksa hingga tingkat tiga atau empat, tetapi Presiden Prabowo memeriksa hingga tingkat kesembilan. Ini menunjukkan komitmennya dalam memastikan efisiensi anggaran yang optimal," tambahnya.
Baca Juga : Fahd A Rafiq Mundur dari Calon Ketua Umum Karang Taruna dan Dukung Budi Satrio Djiwandono
Lebih lanjut, Fahd menyoroti tantangan generasi Z dan Y dalam memiliki hunian. Banyak dari mereka terpaksa tinggal di daerah pinggiran seperti Karawang, Serang, dan Purwakarta akibat harga properti yang tinggi.
Oleh karena itu, pemerintah berencana memprioritaskan kelompok berpenghasilan menengah ke bawah agar dapat memiliki rumah melalui program perumahan yang didukung oleh Bank BRI, BPR, BTN, dan Himbara, dengan likuiditas yang disediakan oleh pemerintah.
Hasyim Djojohadikusumo juga mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki ratusan triliun rupiah dalam bentuk likuiditas yang belum dimanfaatkan secara maksimal.
Salah satu solusi yang sedang dipertimbangkan adalah penerbitan obligasi perumahan (housing bond) untuk menarik investasi warga negara Indonesia yang memiliki dana di luar negeri.
Selain itu, opsi pengampunan pajak (tax amnesty) masih dalam kajian untuk memastikan efektivitasnya dalam membiayai program perumahan sosial.
Berdasarkan data dari berbagai sumber media, jumlah PNS di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 3.655.685 orang, sementara jumlah pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) mencapai 1.103.045 orang.
Total pegawai negeri di Indonesia mencapai 4.758.730 orang, dengan pengeluaran APBN untuk aparatur sipil negara (ASN) mencapai 242,2 triliun rupiah hingga Oktober 2024.
Tidak hanya Indonesia, negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Vietnam juga menerapkan kebijakan efisiensi anggaran guna menyelamatkan perekonomian mereka.
Dalam RAPBN 2025, anggaran Indonesia ditetapkan sebesar 3.613,1 triliun rupiah, sementara pendapatan negara tahun 2024 mencapai 2.842,5 triliun rupiah.
Dengan mempertimbangkan kebijakan efisiensi di berbagai negara, muncul pertanyaan apakah Indonesia perlu membentuk lembaga ad hoc seperti di Amerika Serikat guna memastikan efektivitas pemangkasan anggaran tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan ini masih menjadi bahan perdebatan di kalangan pengamat ekonomi dan pemerintahan.
Baca Juga : Fahd A Rafiq: Soeharto dan Gus Dur Layak Menjadi Pahlawan Nasional