Ranny Fahd A Rafiq: Ketika Amanat Rakyat Tidak Menjadi Keramat, Sebuah Refleksi Absolut Menuju 2045
Ranny Fahd A Rafiq menyoroti makna amanat rakyat yang kian pudar dalam politik Indonesia. Sebuah refleksi absolut tentang demokrasi dan masa depan bangsa.

BaperaNews - Kata "amanah" menjadi kata yang sakral di Republik ini. Berbagai hujatan dari netizen dan publik menempatkan profesi politisi sebagai yang paling tidak dipercaya oleh masyarakat Indonesia. Namun, kalimat itu dibantah dengan argumen bahwa politisi adalah cerminan dari rakyatnya, karena merekalah yang memilih para politisi tersebut. Apakah kesimpulan tersebut benar? Bisa jadi benar! "Negara Indonesia defisit orang baik dalam arti akhlaknya," ucap Ranny Fahd A Rafiq di Jakarta pada Rabu (12/2/2024).
Politisi Partai Golkar ini menambahkan, "Hal itu tidak bisa digeneralisasi kepada seluruh rakyat, akan tetapi sistem dan lingkungannya membuat generasi selanjutnya menjadi terpapar dan harus mengikuti sistem yang ada. Apakah ada politikus dan politisi yang jujur? Jawabannya pasti ada."
Lebih lanjut, istri dari Fahd A Rafiq ini menegaskan, "Dalam sebuah negeri yang katanya demokratis, amanat rakyat seharusnya dipegang teguh, menjadi piagam suci bagi mereka yang berkuasa. Namun, ketika amanat itu disia-siakan, ketika suara rakyat hanya jadi simbol kosong, apa yang terjadi? Bagaikan mendengar deru ombak yang kian menjauh, harapan rakyat perlahan terkubur dalam pusaran politik yang semu."
Pernahkah Anda mendengar tentang "keramatnya amanat rakyat"? Di tangan para pemimpin, seharusnya amanat itu seperti api yang menyala, tidak pernah padam, dan tak pernah tergoyahkan. Namun, kenyataannya, amanat yang diserahkan dengan penuh harapan itu sering kali dijadikan komoditas, dipergunakan sesuai kepentingan pribadi atau golongan. Betapa ironis! Sebuah janji mulia menjadi sekadar angin lalu yang menyapu debu, tanpa jejak berarti.
Baca Juga : Ranny Fahd A Rafiq Singgung Kesenjangan Sosial dan Gini Ratio, Indonesia Harus Berbenah Diri Segera
Terlalu sering kita menyaksikan, janji yang dituturkan dengan mulut manis berubah menjadi kata-kata kosong, dan program-program yang penuh janji disingkirkan begitu saja, berganti dengan proyek-proyek yang entah apa manfaatnya bagi rakyat. Kekuasaan yang seharusnya memperjuangkan keadilan malah menjadi mesin pembungkam bagi suara-suara yang ingin memperbaiki nasib.
Amanat rakyat yang sejatinya suci, kini menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan, tanpa memikirkan nasib mereka yang telah memberikan mandat. Apakah kondisi seperti ini akan terus bertahan? Hanya waktu yang akan menjawab dan adanya kesadaran bersama dari seluruh elemen anak bangsa. Dan yang pasti, maju tidaknya sebuah negeri tergantung pada pemimpin tertingginya, yaitu Presiden.
Ketika amanat rakyat tidak lagi diperlakukan dengan hormat, bukan hanya janji yang hilang, namun juga keyakinan rakyat terhadap sistem yang telah mereka pilih. Dan jika ini terus berlanjut, apalah arti demokrasi? Sebuah negara yang katanya menjunjung tinggi suara rakyat, pada akhirnya hanya menjadi panggung bagi para pemimpin yang lupa dari mana mereka berasal, dan inilah yang menjadi akar masalah dari Golput.
Jika hal ini tidak dibenahi, percayalah Indonesia akan tertinggal dari banyak negara lain dan pastinya terus menerus dieksploitasi sumber daya alamnya oleh bangsa lain. "Siap berubah, tanyanya!!" tutup Ranny.
Baca Juga : Ranny Fahd A Rafiq: Dalam Welfare State, Pemerintah Harus Fokus Memajukan Kesejahteraan Umum