Ranny Fahd A Rafiq Singgung Kesenjangan Sosial dan Gini Ratio, Indonesia Harus Berbenah Diri Segera
Ranny Fahd A Rafiq menyoroti kesenjangan sosial dan Gini Ratio yang terus meningkat. Ia mendesak pemerintah segera bertindak demi keadilan ekonomi di Indonesia.

BaperaNews - Cita-cita para pendiri bangsa yang tercantum dalam sila kedua dan kelima Pancasila masih jauh dari harapan. Tujuh presiden yang telah memimpin Indonesia belum menemukan formula yang ampuh untuk mengatasi ketimpangan sosial. Namun, Presiden ke-8 Indonesia bertekad untuk mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 secara totalitas, ungkap Ranny Fahd A Rafiq dalam pernyataannya di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta.
Politikus Partai Golkar ini menyoroti ketimpangan yang semakin mencolok di tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Di tengah gemerlap kemajuan ekonomi yang semakin mengglobal, ada sisi gelap yang tak bisa diabaikan, yakni kesenjangan sosial yang semakin tajam. Negeri ini sering dipuji karena pertumbuhan ekonominya yang pesat, tetapi efeknya tidak dirasakan langsung oleh masyarakat yang rentan miskin dan miskin," ujarnya.
Ranny Fahd A Rafiq menegaskan bahwa kesejahteraan rakyat harus menjadi prioritas utama. "Ketika berbicara tentang kesejahteraan rakyat, yang sumbernya berasal dari UUD 1945 dengan amanat 'memajukan kesejahteraan umum', saya lebih vokal dibandingkan para demonstran yang berorasi di depan Gedung DPR/MPR," tegasnya.
Sebagai anggota DPR RI dari Dapil Jawa Barat 6, Ranny menyatakan bahwa Indonesia masih menghadapi jurang pemisah yang semakin besar antara si kaya dan si miskin.
"Meskipun negara ini kaya akan sumber daya alam dan budaya, kita masih dihantui oleh ketidakmerataan yang mencekam. Kesejahteraan bukan hanya milik segelintir orang, dan orang miskin bukan sekadar objek kampanye yang terus dieksploitasi setiap ada pesta demokrasi," paparnya.
Lebih lanjut, Ranny yang juga istri dari Fahd A Rafiq menyoroti angka Gini Ratio sebagai indikator nyata ketimpangan ekonomi di Indonesia.
"Gini Ratio, yang seharusnya mencerminkan distribusi pendapatan yang adil, justru menjadi saksi bisu ketidakadilan ini. Dengan angka Gini yang terus meningkat, kita bisa melihat bagaimana satu persen orang terkaya di Indonesia menguasai sebagian besar kekayaan negara, sementara 99 persen sisanya harus berjuang untuk bertahan hidup."
Baca Juga : Ranny Fahd A Rafiq Desak Pemerintah Hentikan Propaganda Berlebihan Terkait Daging dan Susu
Menurutnya, peningkatan Gini Ratio bukan sekadar angka statistik, melainkan representasi nyata dari ketimpangan sosial yang terjadi di kehidupan sehari-hari.
"Di satu sisi, gedung-gedung pencakar langit terus menjulang tinggi, sementara di sisi lain, permukiman kumuh berjarak hanya beberapa kilometer dari pusat kota. Ini adalah ironi bagi negara yang telah merdeka selama 78 tahun," ujarnya.
Ranny memaparkan data terbaru terkait Gini Ratio di Indonesia. "Pada September 2024, Gini Ratio Indonesia tercatat sebesar 0,381, meningkat 0,002 poin dari Maret 2024 yang sebesar 0,379.
Di daerah perkotaan, angkanya mencapai 0,402, sementara di perdesaan sebesar 0,308. Ini menunjukkan bahwa kesenjangan masih sangat tinggi dan perlu perhatian serius."
Menurutnya, Gini Ratio ini mencerminkan realitas bahwa kesejahteraan belum merata di Indonesia.
"Kita seperti hidup dalam dua dunia yang berbeda, di mana sebagian masyarakat menikmati kemewahan, sementara yang lain harus berjuang dalam kesulitan. Para pekerja, petani, dan buruh seolah menjadi bayangan yang terlupakan di balik kemegahan kota-kota besar. Ketimpangan ini bukan hanya soal uang, tetapi juga soal akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesempatan yang seharusnya menjadi hak setiap warga negara, bukan hak istimewa segelintir orang."
Ranny menekankan bahwa para pemangku kebijakan harus segera bertindak untuk mengatasi ketimpangan ini.
"Ketimpangan bukanlah sesuatu yang bisa dibiarkan begitu saja. Negara ini membutuhkan revolusi kesadaran dan langkah nyata untuk menutup jurang kesenjangan sosial. Jika kita terus membiarkan Gini Ratio yang tinggi menjadi cerminan ketidakadilan, maka masa depan Indonesia akan dipenuhi dengan pertanyaan: apakah kita benar-benar mencapai kemajuan atau justru terjebak dalam pertumbuhan ekonomi yang penuh ketimpangan?" tutupnya.