Fahd El Fouz A Rafiq Dan Pesan Sunan Bonang
Salah satu yang menjadi kebiasaan Fahd El Fouz A Rafiq yaitu berziarah kemakam para wali songo seperti makam Sunan Bonang atau Raden Maulana Makdum Ibrahim. Simak informasi lengkapnya!
BaperaNews - Fahd El Fouz A Rafiq memiliki kebiasaan yaitu berziarah kemakam para wali songo, salah satunya adalah ke makam Sunan Bonang atau Raden Maulana Makdum Ibrahim.
Selain berziarah sang pena juga akan menyampaikan dua pesan dari sunan Bonang kepada generasi penerusnya kelak. Ketua Umum DPP BAPERA ini adalah seorang pembelajar sejati, karena baginya menuntut ilmu itu kepada siapa dan dimana saja tanpa kenal usia.
Tercatat, Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465, dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim. Dia adalah putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Bonang adalah sebuah desa di kabupaten Rembang dan Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M.
Rajin rajinlah baca sejarah dan menengok kekuatan bangsa sendiri, semua di tanah air sudah tersedia (SDA, Teknologi, Budaya dan SDM) tinggal bagaimana kita bisa memaksimalkan yang ada di bumi nusantara yang belum kita gali, begitulah pesan dari Fahd El Fouz A Rafiq kepada para pembaca semua.
Bicara dua pesan Sunan Bonang maka kita akan membahas Folklore. Floklore adalah cerita rakyat yang melegenda dan inilah yang menjadi budaya nenek moyang kita.
Jika di dunia ada cerita Romeo dan Juliet di Indonesia banyak cerita Rakyat yang lebih seru dan indah seperti Cerita Sangkuriang, batu menangis di kalimantan barat, jaka tarub, 7 bidadari, kisah penakluk rajawali dari Sulawesi Selatan dan banyak kisah rakyat lain yang lebih indah dari pada dongeng negeri seberang.
Bahkan cerita Rakyat ( Folkore) di kepulauan Nias ketika ada gempa langsung naik ke gunung setelah ratusan tahun dari mulut ke mulut hal itu diceritakan. Di Provinsi aceh sampai 200 ribu warganya meninggal pada Tsunami tahun 2004. Tapi di Nias tidak terlalu banyak, Mengapa di Nias, Aceh korban tsunami 2004 tidak sebanyak di kota lain? sekali lagi masyarakat Nias sangat memahami dan meresapi Folklore leluhurnya.
Kembali pada pesan Sunan Bonang, pesan pertama adalah Perintah Apati Geni yaitu perintah mematikan api ketika Belanda tahun 1470 --an di abad 15 sudah akan menguasai Indonesia. Mereka pasti bukan hanya mengambil rempah tapi akan mengambil yang lebih besar yaitu budaya metal. Dan sejak saat itu, 400 tahun lebih masuk dalam kepermukaan tanah, yang selalu sering di dengunkan oleh para eyang dan nenek moyang kita.
"Tinitah Sumurupin Geni diartikan perintah menyalakan api akan di laksanakan segera".
Tingginya sebuah peradaban maju bisa dilihat dari seni musiknya. Bangsa Eropa masa jayanya alat musiknya terbuat dari kayu seperti biola ,gitar, harpa, piano, drum (menggunakan kulit binatang). Bangsa cina punya kecapi, senar, suling. lalu timur tengah punya rebana, gendang, bedug, dan banyak yang lain.
Namun bangsa makmur yang bernama Nusantara telah menggunakan logam sebagai alat musiknya seperti gong, gamelan, yang semuanya berbahan logam dengan nada pentatonik yang unik. Tembaga, swasa dan emas muda dan banyak lagi unsur logam yang digunakan sebagai alat musik tradisional nusantara.
Di Nias, Kutai, Jawa, Sulawesi semua terdapat alat musik berbasis logam. budaya ini sudah ada ratusan tahun yang lalu yang membuktikan budaya logam Nusantara sangat tinggi.
Karena itu, ketika sunan Bonang memerintahkan APATI GENI, perintah mematikan api, budaya logam disimpan rapi. Semua api peleburan dimatikan ditutup rapat sehingga ketika penjajahan datang di bumi Nusantara, bukan saja mereka ingin mencari rempah namun pastinya mereka mencari budaya logam. Data tersebut hilang ditelan bumi.
Para sunan tahu, para penjajah bukan hanya mencari rempah, akan tetapi ada yang di cari lebih dari itu. Mereka mencari budaya logam. Cerita ini hanyalah foklore (cerita rakyat) yang menyebar terus menerus dari mulut ke mulut, karena tradisi Nusantara adalah budayanya. Karena budaya bangsa kita adalah pitutur, bertutur, bukan budaya tulisan.
Berdasarkan sumber suluk linglung pangeran wijil, sunan mengambil tanah tersebut sebagai bahan untuk membuat "harta" apa yang mereka lakukan saat itu memberi air dan meletakkannya kedalam kendi selang beberapa hari cairan tersebut dibakar dan menjadi solid dan benda yang di bakar tersebut bernama Inggot atau dore dengan kandungan emas antara 14-22 karat.
Dalam cerita turun temurun, cairan tersebut adalah bakteria dalam bahasa modern dan ilmu patologi itu adalah bio engineering.
Para sunan memisahkan air tadi menggunakan bakteria. Para sunan melaksanakan bio engineering jauh sebelum dunia menemukan mikroba, virus dan bakteri, dimana mereka menyebutnya lelembut saking halus dan kecilnya. Ini bukan makhluk halus seperti jin, setan dan segalanya, ini adalah makhluk kecil super nano yang bekerja menurut hukum alam. inilah yang menjadi kunci sukses bermain metalurgi.
Yang harus di lakukan generasi anak bangsa saat ini adalah mencari kekayaan ilmu teknologi logam yang dibawa para sunan, bukan hanya menyebarkan pesan, namun budaya luhur, budaya logam, dia wariskan untuk anak cucunya.
Bapera ada di Indonesia untuk kembali mengingatkan bangsa ini untuk belajar dari sejarah, khususnya sejarah Nusantara yang begitu mendunia. Budaya logam hanya secuil dari kehebatan bangsa ini.
Perintah ke 2 Sunan Bonang nanti di keturunan ke - 17 setelah dirinya adalah Tinitah Sabdo Sumurupi Geni, perintah sabda menyalakan api akan segera di laksanakan. Dan ini adalah saatnya zaman keturunan ketujuh belas dari trah kasunanan, sekedar mengingatkan waktu itu adalah SEKARANG.
Secara langsung Fahd El Fouz A Rafiq ingin menyampaikan pesan dari tulisan ini kepada kita semua, betapa hebatnya Nusantara saat itu, sehingga bangsa eropa sampai begitu lama menjajah Indonesia.
Mengapa Belanda, portugis, Inggris sangat lama menjajah Indonesia? Jawabannya adalah mencari budaya dan ilmu logam yang belum mereka dapatkan di tempat lain.
Seorang Fahd El Fouz A Rafiq mampu memadukan antara kecerdasan intelektual, spiritual dan kinetis. Itulah yang saat ini dilakukan beliau lewat Barisan Pemuda Nusantara (BAPERA).
Baca Juga: Fahd El Fouz A Rafiq, Bapera Dan Kearifan Lokal
Penulis: ASW