MK Tolak Permohonan UU Ketenagakerjaan, Sebut Batas Usia Bukan Diskriminasi
Mahkamah Konstitusi menolak uji materiil UU Ketenagakerjaan mengenai batas usia pelamar kerja.
BaperaNews - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2023. Ketua MK, Suhartoyo, menyatakan bahwa batas usia pelamar kerja tidak termasuk bentuk diskriminasi. Putusan ini disampaikan dalam sidang di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa (30/7).
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Suhartoyo saat membacakan putusan perkara Nomor 35/PUU-XXII/2024.
Permohonan ini menggugat Pasal 35 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa tiap pemberi kerja bisa merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan kerja.
Pemohon mempersoalkan isu diskriminasi dalam mendapatkan pekerjaan terkait batasan usia.
Hakim konstitusi Arief Hidayat menegaskan bahwa sesuai dengan Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), tindakan diskriminatif terjadi apabila pembedaan didasarkan pada agama, suku, ras, etnis, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik.
Batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan tidak termasuk dalam kategori diskriminatif.
"Terlebih, pengaturan mengenai larangan diskriminasi bagi tenaga kerja telah tegas dinyatakan dalam Pasal 5 UU 13/2003 yang menyatakan, 'setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan'," ujar Arief Hidayat.
Baca Juga: BMKG Buka Suara Soal Penyebab Suhu Dingin yang Belakangan Ini Dirasakan Saat Malam Hari
Namun, satu hakim konstitusi, M Guntur Hamzah, memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion. Guntur berpendapat bahwa permohonan pemohon mestinya dikabulkan sebagian.
Menurutnya, Pasal 35 Ayat (1) dapat diubah dan ditambahkan dengan larangan bagi pemberi kerja untuk mengumumkan lowongan kerja yang mensyaratkan usia, penampilan menarik, ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik, kebangsaan, atau asal usul keturunan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
Guntur berargumen bahwa jika dilihat dari sudut pandang hukum (sense of legality), pasal yang diuji oleh pemohon secara umum tidak memiliki persoalan konstitusionalitas.
Namun, dari perspektif keadilan (sense of justice), Pasal 35 Ayat (1) berpotensi disalahgunakan sehingga memerlukan penegasan karena sangat bias terkait dengan larangan diskriminasi dalam persyaratan lowongan pekerjaan.
Menurut Guntur, Pasal 35 Ayat (1) menimbulkan ketidakpastian hukum (legal uncertainty) bagi para pencari kerja, khususnya dalam frasa "merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan" yang diletakkan pada pertimbangan subjektif pemberi kerja.
Ia berpandangan bahwa persyaratan hendaknya diletakkan pada kualifikasi dan kompetensi, sehingga tidak masalah berapapun usia calon pekerja, asalkan mereka telah memasuki usia kerja dan memiliki kualifikasi serta kompetensi sesuai formasi atau lowongan pekerjaan yang dimaksud.
Keputusan MK ini menegaskan bahwa batas usia pelamar kerja tidak termasuk dalam kategori diskriminasi yang diatur oleh hukum HAM. Hal ini penting untuk dipahami oleh para pencari kerja dan pemberi kerja dalam konteks persaingan di pasar tenaga kerja.
Dalam sidang, hakim konstitusi Arief Hidayat juga menjelaskan bahwa pengaturan mengenai larangan diskriminasi bagi tenaga kerja telah diatur dengan jelas dalam UU Ketenagakerjaan.
Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan tanpa diskriminasi. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menciptakan lingkungan kerja yang adil dan inklusif bagi semua pihak.
Sementara itu, dissenting opinion yang disampaikan oleh hakim konstitusi M Guntur Hamzah menunjukkan bahwa ada perspektif berbeda mengenai bagaimana pasal dalam UU Ketenagakerjaan seharusnya diimplementasikan untuk mencegah potensi diskriminasi dalam proses perekrutan tenaga kerja.
Meskipun pandangan ini tidak menjadi bagian dari keputusan akhir MK, tetapi memberikan pandangan alternatif yang bisa menjadi bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan di masa depan.
Baca Juga: Seorang Pria Minta MK Hapus Batas Usia SIM 17 Tahun Gegara Terbebani Antar-Jemput Adik