BMKG Buka Suara Soal Penyebab Suhu Dingin yang Belakangan Ini Dirasakan Saat Malam Hari

BMKG mengungkap penyebab suhu dingin di Indonesia akibat Angin Monsun Australia.

BMKG Buka Suara Soal Penyebab Suhu Dingin yang Belakangan Ini Dirasakan Saat Malam Hari
BMKG Buka Suara Soal Penyebab Suhu Dingin yang Belakangan Ini Dirasakan Saat Malam Hari. Gambar: Dok.Indonesia.travel

BaperaNews - Akhir-akhir ini, masyarakat di berbagai wilayah Indonesia merasakan suhu dingin yang lebih ekstrem, terutama pada malam hari. Fenomena ini membuat banyak orang bertanya-tanya mengenai penyebabnya.

Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto, memberikan penjelasan lengkap mengenai fenomena ini yang ternyata merupakan kejadian yang rutin terjadi setiap tahun, terutama saat musim kemarau.

Guswanto menjelaskan bahwa suhu dingin yang dirasakan belakangan ini disebabkan oleh Angin Monsun Australia. Angin ini bertiup dari Australia menuju Asia, melewati wilayah Indonesia dan perairan Samudera Hindia.

Angin Monsun Australia dikenal bersifat kering dan membawa sedikit uap air, sehingga sangat memengaruhi musim kemarau di Indonesia.

"Orang Jawa menyebutnya mbedhidhing," kata Guswanto pada Minggu (14/7).

Fenomena ini menyebabkan wilayah yang dilewati oleh Angin Monsun Australia menjadi lebih dingin, terutama pada malam hari ketika suhu mencapai titik minimumnya.

Suhu dingin ini terpantau di beberapa wilayah seperti Bandung, Yogyakarta, hingga Jawa Timur. Bahkan, di wilayah Bandung, suhu minimum tercatat mencapai 16,6°C pada pekan kedua Juli.

Sebelumnya, suhu terendah di Bandung pada dasarian-I Juli tercatat 19,8°C. Kepala BMKG Bandung, Teguh Rahayu, menjelaskan bahwa perubahan suhu minimum yang signifikan ini adalah fenomena alamiah yang umum terjadi pada puncak musim kemarau, yaitu Juli-Agustus.

Baca Juga: Puluhan Juta Orang Kawasan Asia Timur Dilanda Cuaca Dingin Ekstrem

"Suhu udara minimum mengalami perubahan signifikan pada hari ini (14/7) yaitu mencapai 16,6 derajat Celsius. Nilai suhu minimum normal rata-rata pada bulan Juli adalah 18,2 derajat Celsius, dan pada Agustus nilainya 17,5 derajat Celsius," jelas Rahayu.

Selain Angin Monsun Australia, musim dingin di wilayah Australia juga turut berkontribusi terhadap suhu dingin di Indonesia. Pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dingin menuju Indonesia, atau lebih dikenal dengan angin monsun Australia.

Angin ini membawa udara yang dingin dan kering dari Australia ke wilayah Indonesia yang berada di Belahan Bumi Selatan (BBS).

"Angin monsun Australia ini membawa udara yang dingin dan kering yang berada di wilayah Australia ke wilayah Indonesia yang berada di wilayah BBS," tambah Rahayu.

Guswanto memprediksi bahwa fenomena suhu dingin ini akan terus terjadi menjelang puncak musim kemarau pada Juli-Agustus 2024. Bahkan, suhu dingin ini diperkirakan masih bisa terjadi hingga September 2024 di beberapa wilayah.

Wilayah selatan khatulistiwa seperti Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara akan merasakan dampak suhu dingin ini. Beberapa wilayah di Pulau Jawa yang akan merasakan suhu lebih dingin dibandingkan daerah lainnya termasuk Pegunungan Bromo, Tengger, Semeru, Pegunungan Sindoro-Sumbing, serta Lembang-Bandung.

BMKG mengimbau masyarakat untuk tidak panik terkait fenomena ini. 

Suhu dingin pada puncak musim kemarau adalah suatu fenomena yang wajar terjadi terutama untuk wilayah Indonesia di BBS," jelas Rahayu.

Masyarakat diimbau untuk menjaga kesehatan, mengurangi aktivitas di luar ruangan terutama pada waktu malam hingga dini hari, serta selalu mengupdate informasi cuaca dan iklim melalui web dan media sosial resmi BMKG.

Masyarakat di wilayah Bandung Raya dan sekitarnya, yang saat ini berada pada awal musim kemarau, diharapkan tetap waspada dan menjaga kesehatan. 

Baca Juga: Jepang Dilanda Gelombang Panas Mengakibatkan 6 Orang Tewas