SMP Swasta di Surabaya Aksesnya Ditutup Gegara Tolak Iuran Per Bulan Rp140 Juta
Sekolah di Surabaya terlibat konflik dengan warga setempat terkait kenaikan iuran penggunaan jalan. Akses jalan ditutup, mengganggu aktivitas sekolah.
BaperaNews - Sekolah swasta di Surabaya, Jawa Timur, terlibat perseteruan dengan warga setempat karena menolak kenaikan iuran penggunaan jalan yang diminta oleh pihak RW. Akses jalan ke sekolah tersebut ditutup oleh warga, yang menyebabkan kemacetan dan mengganggu kegiatan belajar mengajar.
Perseteruan ini viral di media sosial setelah diunggah oleh akun Instagram @cakj1.
Dalam unggahan tersebut, terlihat pihak sekolah sedang menjelaskan situasi tersebut kepada Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji. Pihak sekolah menyatakan bahwa warga menutup satu-satunya akses jalan untuk guru dan murid karena tidak sepakat dengan kenaikan iuran yang diminta.
Perwakilan warga menjelaskan bahwa keberadaan sekolah tersebut menyebabkan kemacetan di wilayah mereka. Selain itu, pihak sekolah enggan menaikkan iuran yang diminta oleh empat RW yang ada di sekitar bangunan sekolah.
"Tindak lanjut laporan warga terkait permasalahan antara warga dengan sekolah SMP di Manyar Tirtomulyo. Permasalahan muncul karena adanya tidak sepakatnya iuran yang diajukan pihak warga kepada sekolah," tulis akun Instagram @cakj1.
Armuji mengungkapkan bahwa masalah ini bermula ketika pihak sekolah merasa keberatan dengan iuran yang diminta oleh warga.
Baca Juga: Tak Ada Akses Darat, Siswa SD di Bone Dayung Perahu Sebrangi Sungai Demi Sekolah
Iuran tersebut awalnya sebesar Rp25 juta, kemudian naik menjadi Rp32 juta, dan akhirnya mencapai Rp 35 juta per RW. Total iuran yang diminta mencapai Rp140 juta per bulan, yang dianggap terlalu besar oleh pihak sekolah.
"Awalnya (iurannya) Rp 25 juta, naik Rp 32 juta itu sekolah masih mau bayar. Dinaikin lagi jadi Rp 35 juta, sekolah enggak mau, keberatan," kata Armuji pada Rabu (31/7).
Pihak RW menyatakan bahwa kenaikan iuran tersebut diperlukan untuk membayar gaji para satpam yang berjaga di sekitar perumahan. Total ada sekitar 30 orang yang dipekerjakan sebagai satpam, dengan gaji masing-masing Rp2,5 juta per bulan.
Armuji kemudian mendatangi lokasi tersebut untuk mendapatkan penjelasan dari kedua belah pihak. Setelah mendengarkan penjelasan dari pihak sekolah dan warga, Armuji menyimpulkan bahwa alasan kemacetan yang dikemukakan oleh warga hanya digunakan untuk menaikkan iuran.
"Saya ngomong, kalau iurannya cocok enggak macet tapi kalau enggak cocok dikata macet. Itu juga jalan umum, bukan milik perorangan karena sudah jadi fasilitas umum pemkot," jelasnya.
Selain itu, pihak sekolah melakukan audit terhadap penggunaan iuran yang diminta oleh warga. Hasil audit menunjukkan bahwa banyak sisa dari iuran tersebut setelah digunakan untuk membayar gaji para satpam.
"Pihak sekolah audit sendiri, (iurannya) buat bayar 30 satpam, Satpamnya gajinya cuma Rp2,5 juta, terus itu kali 30 (orang) hasilnya cuma berapa, sisanya masih banyak," ujarnya.
Dengan demikian, Armuji menyerahkan keputusan terkait iuran ini kepada pihak sekolah, apakah akan melapor ke polisi atau tidak. Pihak sekolah masih mempertimbangkan langkah hukum yang akan diambil.
Baca Juga: Sekolah di Inggris Larang Siswanya Pake Smartphone, Kenapa?