Imbas Resesi Seks, Separah Ini Kondisi Jepang Dilanda Krisis Populasi
Populasi muda di Jepang terus berkurang imbas resesi seks yang mengalami kenaikan. Warga Jepang tidak mau menikah dan tak mau memiliki anak.
BaperaNews - Resesi seks di Jepang terus mengalami kenaikan, warganya tidak mau menikah dan tak mau punya anak. Jepang takut akan terus turunnya angka kelahiran, terus berkurangnya populasi muda.
Diperkirakan di tahun 2023 nanti, jumlah populasi muda di Jepang hanya ada setengahnya dari jumlah yang ada saat ini.
“Tahun 2030, jumlah populasi muda di Jepang akan turun dua kali lipat dari jumlah yang ada saat ini. 6-7 tahun ke depan ini jadi kesempatan terakhir untuk kembalikan jumlah angka kelahiran yang menurun” tutur Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida pada Senin (20/3).
Menghadapi masalah serius tersebut, Fumio Kishida menyebut akan membuat sejumlah langkah yang memungkinkan pekerja pria di Jepang bisa memiliki anak. Diantaranya dengan memberi cuti untuk ayah. Diharapkan 85% pekerja pria di Jepang mau punya anak, untuk mengatasi anjloknya angka kelahiran.
Langkah lain yang diambil pemerintah Jepang ialah menaikkan upah pekerja muda dan memberi bantuan ekonomi untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dan perasaan aman untuk memiliki anak. Di Jepang, 85,1% wanitanya telah memenuhi syarat untuk mendapat cuti hamil di tahun 2021 hingga Maret 2022.
Namun dari jumlah tersebut hanya 13,97% yang melakukannya, banyak pekerja tidak mau cuti hamil dan tidak mau punya anak karena beresiko meningkatkan beban kerja rekannya. Pekerjaan yang ia tinggalkan harus dibebankan pada rekannya.
Baca Juga : Resesi Seks, Pemerintah Jepang Buat Acara Perjodohan
Jumlah bayi yang lahir di Jepang pada tahun 2022 jumlahnya di bawah 800 ribu kelahiran. Jumlah ini ialah yang terendah sejak tahun 1899.
Fumio Kishida ingin membuat kebijakan yang fokus pada kesejahteraan anak, hal itu menurutnya harus jadi agenda terpenting di tahun 2023 untuk mengatasi resesi seks di Jepang.
Seorang pejabat di Jepang menyebut banyaknya anak muda tak mau punya anak ialah karena kondisi keuangan anak muda yang belum stabil, penghasilan yang minim, dan kurangnya pergaulan.
Di samping itu juga adanya biaya hidup tinggi di Jepang, ruang terbatas, dan minimnya dukungan pemerintah untuk pengasuhan anak, membuat warga kesulitan membesarkan anak.
Biaya hidup yang tinggi di Jepang membuat anak-anak muda takut kelak tak bisa memberi penghidupan yang layak untuk anaknya.
Sebab itu pemerintah akan jadikan hal ini sebagai fokus, yakni memberi cuti lebih pada pekerja muda, memberi gaji lebih tinggi, dan menjamin kesejahteraan anak-anak untuk mencegah resesi seks di Jepang lebih parah lagi.
Baca Juga : Dilanda Resesi Seks, Pemerintah Jepang Berusaha Keras Jodohkan Warganya