Tiga Hakim yang Bebaskan Ronald Tannur Ditangkap, Diduga Suap, Sita Uang Sekitar Rp23,2 M

Tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang membebaskan Ronald Tannur terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT). Ketiga hakim tersebut terlibat dalam kasus suap.

Tiga Hakim yang Bebaskan Ronald Tannur Ditangkap, Diduga Suap, Sita Uang Sekitar Rp23,2 M
Tiga Hakim yang Bebaskan Ronald Tannur Ditangkap, Diduga Suap, Sita Uang Sekitar Rp23,2 M. Gambar : Dok. Dery Ridwansyah/JawaPos.com

BaperaNews - Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang sebelumnya membebaskan terdakwa Ronald Tannur dalam kasus penganiayaan.

Penangkapan ini dilakukan pada Rabu (23/10), dengan dugaan bahwa ketiga hakim terlibat dalam kasus suap terkait putusan tersebut.

Tiga Hakim Ditangkap di Surabaya

Ketiga hakim yang ditangkap adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Hari Hanindyo. Penangkapan ini dikonfirmasi oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Febrie Adriansyah. "Betul (ada OTT tiga hakim yang membebaskan Ronald Tannur)," ungkapnya.

Meski belum menjelaskan detail kasus tersebut, Febrie memastikan bahwa penangkapan ini berkaitan dengan vonis bebas Ronald Tannur. "Ya benar, terkait Ronald Tannur," tambahnya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Windhu Sugiarto, menyampaikan bahwa ketiga hakim akan dibawa ke Jakarta untuk penyelidikan lebih lanjut.

"Saat ini tiga hakim sudah diamankan dan sedang dalam perjalanan ke Kejati Jatim sebelum dibawa ke Kejagung," jelas Windhu.

Baca Juga : PN Surabaya Buka Suara Soal KY Pecat 3 Hakim yang Bebaskan Ronald Tannur

Pembebasan Ronald Tannur dan Dugaan Suap

Ronald Tannur, anak dari mantan anggota DPR RI Edward Tannur, divonis bebas pada Juli 2024 dalam kasus pembunuhan kekasihnya, Dini Sera Afriyanti.

Putusan ini menuai kritik tajam dari publik karena dianggap tidak mengindahkan bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan. Kasus ini semakin rumit dengan munculnya dugaan suap terhadap tiga hakim yang membebaskan Ronald.

Kejagung menguatkan dugaan suap tersebut setelah menemukan barang bukti berupa uang tunai miliaran rupiah dan sejumlah mata uang asing di kediaman para hakim yang ditangkap.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa tim penyidik melakukan penggeledahan di beberapa lokasi terkait kasus ini.

"Penggeledahan dilakukan di rumah tiga hakim dan seorang pengacara di Jakarta," katanya.

Penemuan Uang dan Barang Bukti Lainnya

Dalam penggeledahan tersebut, penyidik menemukan uang tunai dan mata uang asing di beberapa lokasi. Di rumah LR, seorang pengacara yang diduga terlibat, ditemukan uang tunai Rp 1,1 miliar, USD 451 ribu, dan USG 717 ribu.

Selain itu, di apartemennya di Jakarta Pusat, petugas juga menyita uang tunai setara dengan Rp 2,6 miliar, catatan pemberian uang, serta barang elektronik.

Penggeledahan di apartemen Erintuah Damanik di Surabaya menemukan uang tunai Rp 97 juta, 32.000 Dollar Singapura, dan 35.992 Ringgit Malaysia. Sementara itu, di rumahnya di Semarang, penyidik menyita USD 6.000, 300 Dollar Singapura, dan barang bukti elektronik lainnya.

Di tempat tinggal Mangapul dan Hari Hanindyo di Surabaya, penyidik juga menemukan uang tunai dan mata uang asing lainnya, termasuk Rp 104 juta, USD 2.200, dan SGD 32.000 di apartemen mereka.

Penetapan Tersangka dan Proses Hukum Lanjutan

Setelah pemeriksaan awal, Kejagung menetapkan ketiga hakim dan satu pengacara sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap ini. "Kami yakin memiliki bukti kuat atas dugaan gratifikasi ini," ujar Abdul Qohar.

Meski begitu, penyidik masih mendalami apakah suap terjadi sebelum, selama, atau setelah persidangan. "Kami masih mendalami," tambahnya.

Kejagung juga mendalami dugaan adanya transaksi antara pengacara dan para hakim yang berkaitan dengan vonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya.

Kasus ini telah dipantau sejak awal oleh Kejagung, yang melakukan verifikasi tertutup sebelum akhirnya menemukan bukti-bukti kuat.

Baca Juga : 3 Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur Disanksi Pemberhentian oleh Komisi Yudisial