Sritex Terjerat Krisis, PN Niaga Semarang Nyatakan Perusahaan Pailit
PN Niaga Semarang menyatakan Sritex pailit setelah gagal memenuhi kewajiban homologasi, berdampak pada bisnis tekstil nasional dan anak perusahaannya.
BaperaNews - Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang resmi menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), perusahaan tekstil terkemuka, dalam keadaan pailit.
Putusan ini dibacakan oleh Hakim Ketua Moch Ansor pada Senin (21/10), berdasarkan perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Keputusan tersebut menyusul ketidakmampuan Sritex memenuhi kewajiban pembayaran sesuai perjanjian homologasi yang disepakati pada awal 2022.
Kasus pailit ini diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon sebagai pemohon. Dalam permohonannya, disebutkan bahwa Sritex beserta anak perusahaannya, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, lalai melaksanakan kewajiban pembayaran sesuai Putusan Homologasi yang disahkan pada 25 Januari 2022. Hal ini tercatat dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Semarang.
Permohonan tersebut meminta pembatalan putusan Pengadilan Niaga Semarang yang sebelumnya memberikan pengesahan pada rencana perdamaian (homologasi) tersebut. Dengan dibatalkannya homologasi, Sritex dan perusahaan afiliasinya secara hukum dinyatakan pailit.
Sritex sebelumnya menghadapi tantangan finansial signifikan sejak awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan penurunan tajam dalam kinerja perusahaan.
Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, menjelaskan bahwa pandemi, ditambah dengan tekanan dari produk tekstil impor yang membanjiri pasar domestik, memaksa perusahaan untuk menyesuaikan kapasitas produksi dan mengurangi tenaga kerja.
Selain itu, pasar ekspor yang tertekan akibat konflik geopolitik global semakin memperburuk kondisi keuangan perusahaan.
Pada Juni 2024, perusahaan mengakui adanya tekanan besar akibat perubahan kondisi pasar, baik domestik maupun internasional.
Baca Juga : Perusahaan Wajib Bayar Denda ke Karyawan Jika Gaji Telat Minimal 4 Hari
"Kami harapkan kebijakan pemerintah terkait impor bisa mempertimbangkan nasib produsen lokal seperti kami, yang kesulitan bersaing dengan produk impor yang terus meningkat di pasar," ungkap Iwan dalam Public Expose SRIL pada (25/6).
PT Indo Bharat Rayon, sebagai pemohon dalam perkara ini, mengajukan tuntutan pembatalan homologasi karena Sritex gagal memenuhi kewajiban pembayaran yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut.
Perjanjian yang disahkan pada awal 2022 itu dimaksudkan sebagai langkah penyelesaian utang setelah Sritex memasuki proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada 2021.
Dalam putusan terbaru yang dikeluarkan PN Niaga Semarang, dinyatakan bahwa Sritex dan anak perusahaannya pailit dengan segala akibat hukumnya.
Keputusan ini memberikan implikasi besar bagi kelangsungan bisnis perusahaan tekstil yang berbasis di Jawa Tengah tersebut.
Keputusan PN Semarang untuk menyatakan Sritex pailit diperkirakan akan berdampak luas, tidak hanya pada perusahaan itu sendiri, tetapi juga pada industri tekstil Indonesia secara keseluruhan.
Sebagai salah satu pemain terbesar di industri ini, Sritex telah lama menjadi kontributor penting dalam produksi dan ekspor tekstil, khususnya dari Jawa Tengah. Namun, dengan dinyatakannya pailit, masa depan operasional Sritex dan anak perusahaannya menjadi tidak pasti.
Hingga saat ini, Sritex belum memberikan pernyataan resmi terkait putusan pailit tersebut. Keputusan ini sekaligus menutup babak panjang perjuangan perusahaan dalam menghadapi guncangan pasar global dan persaingan ketat dengan produk tekstil impor.
Baca Juga : Perusahaan di China Larang Pelamar Bershio Anjing