Ibu-ibu di Samarinda Keluhkan Beli LKS sampai Rp1,5 Juta hingga Tuntut Pendidikan Gratis

Puluhan ibu-ibu di Samarinda menggelar demo di depan Kantor Gubernur Kaltim, menuntut pendidikan gratis dan transparansi penggunaan dana BOS.

Ibu-ibu di Samarinda Keluhkan Beli LKS sampai Rp1,5 Juta hingga Tuntut Pendidikan Gratis
Ibu-ibu di Samarinda Keluhkan Beli LKS sampai Rp1,5 Juta hingga Tuntut Pendidikan Gratis. Gambar : Tribun Kaltim

BaperaNews - Puluhan ibu-ibu di Samarinda menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur pada Rabu, (24/7).

Mereka menuntut pendidikan gratis dan menyuarakan keresahan mereka terhadap pungutan liar yang masih terjadi di sekolah-sekolah. Aksi ini digelar dengan membawa spanduk dan sayur-sayuran yang diletakkan di depan gerbang kantor gubernur Kaltim.

Aksi ini dipicu oleh tingginya biaya buku Lembar Kerja Siswa (LKS) dan paket yang mencapai hingga Rp1,5 juta. Nina, Koordinator Lapangan Aksi Stop Komersialisasi dan Liberalisasi Pendidikan Anak, menyebut bahwa ia harus mengeluarkan biaya besar untuk membeli buku paket dan LKS untuk satu anaknya.

"Kalau buku LKS bisalah kami perjuangkan, karena sebagai orang tua kan kami punya tanggung jawab untuk pendidikan anak," ujarnya.

Selain Nina, Ana, seorang ibu lainnya, mengaku harus membeli buku paket dengan harga sekitar Rp685 ribu untuk dua semester. Sida, orang tua lainnya, mengkritik sistem pembelian buku paket yang dinilai boros dan mahal. 

"Biasanya kan buku bisa dipakai turun-temurun," ujarnya, mengingatkan bahwa banyak buku dari tahun sebelumnya masih dalam kondisi baik dan dapat digunakan kembali.

Para orang tua merasa terbebani dengan biaya pembelian buku di sekolah, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sulit. Mereka mempertanyakan batasan sekolah gratis dan menuntut transparansi dari pihak sekolah terkait penggunaan dana BOS.

Baca Juga: 13 LSM Demo Menkominfo Budi Arie Setiadi, Bawa Kloset sebagai Simbol Protes Pusat Data Nasional

"Tapi nyatanya di Samarinda ada 226 sekolah dasar yang diduga masih menerapkan jual beli buku. Nah dana itu ke mana?" beber Nina.

Ketua Tim Reaksi Cepat Perlindungan Anak dan Perempuan (TRC PPA) Kaltim sekaligus salah satu orang tua murid, Rina Zainun, menekankan pentingnya transparansi dalam penggunaan dana BOS.

"Maksud Sekolah Gratis ini seperti apa. Batasan gratisnya sampai mana?" tanyanya.

Dalam aksi tersebut, ibu-ibu ini akhirnya bertemu dengan jajaran Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur. Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA Samarinda, Abdul Rozak, mengatakan bahwa keluhan para orang tua murid tersebut telah didengarkan dan akan disampaikan kepada Pj Gubernur Akmal Malik.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Samarinda, Asli Nuryadin, menjelaskan beberapa solusi untuk membantu orang tua murid yang tidak mampu. Di antaranya adalah melalui pengurangan harga buku dan penerapan kebijakan pembayaran cicilan.

Asli juga mengingatkan orang tua siswa agar dapat mengajukan keringanan kepada RT setempat melalui Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (Probebaya).

Selain itu, Asli menegaskan bahwa sesuai edaran, buku wajib tidak boleh diperjualbelikan. Namun, buku referensi pengayaan boleh saja digunakan, tetapi bersifat tidak memaksakan orang tua untuk membelinya.

"Sebab kalau kita semua melarang nggak mungkin, karena itu kebutuhan personal," pungkasnya.

Rina Zainun berharap polemik ini segera diselesaikan agar tidak berlarut-larut dan meminta agar pihak sekolah tidak lagi mengintimidasi wali murid yang berani bersuara.

"Jangan lagi diminta untuk menghapus berita atau mengklarifikasi di media sosial yang justru membuat polemik berkelanjutan," tegasnya.

Para ibu-ibu berharap pemerintah dan pihak sekolah lebih transparan dalam penggunaan dana BOS dan batasan sekolah gratis. Mereka menuntut kejelasan mengenai arti dari sekolah gratis dan transparansi penggunaan dana BOS untuk pembelian buku.

"Kalau mampu saja mau ada biaya tambahan tidak masalah. Tapi banyak warga kita tidak mampu," imbuhnya.

Aksi ibu-ibu di Samarinda demo ini merupakan refleksi dari keresahan mereka terhadap biaya pendidikan yang semakin tinggi dan kurangnya transparansi dalam penggunaan dana sekolah. Mereka berharap pemerintah dan pihak sekolah bisa lebih terbuka dan memberikan solusi yang meringankan beban para orang tua.

Baca Juga: Kurir J&T Demo, Keluhkan Gaji Dipotong Tiap Bulan dan Terancam PHK Tanpa Pesangon