Menko Pangan Zulkifli Hasan: Impor Beras 1 Juta Ton Masih Dalam Pertimbangan

Menteri Koordinator bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia masih mempertimbangkan opsi impor beras sebanyak satu juta ton

Menko Pangan Zulkifli Hasan: Impor Beras 1 Juta Ton Masih Dalam Pertimbangan
Menko Pangan Zulkifli Hasan: Impor Beras 1 Juta Ton Masih Dalam Pertimbangan. Gambar : Dok. Aulia Damayanti/detik.com

BaperaNews - Pemerintah Indonesia masih mempertimbangkan opsi impor beras sebanyak satu juta ton untuk menutup kebutuhan beras hingga awal 2025. 

Menteri Koordinator bidang Pangan, Zulkifli Hasan, yang akrab disapa Zulhas, menjelaskan hal ini setelah melakukan rapat koordinasi dengan sejumlah kementerian terkait swasembada pangan pada 2028. 

Meski belum menjadi keputusan final, wacana ini menjadi langkah antisipatif pemerintah dalam menghadapi kebutuhan beras nasional di tengah kondisi yang masih berisiko kekurangan pasokan.

Zulkifli mengungkapkan bahwa opsi impor ini dilakukan dengan memperhatikan laporan terkini dari berbagai pihak yang mendukung sektor pangan nasional.

Pada pertemuan di kantor Kementerian Kehutanan, Rabu (30/10), Zulhas menyatakan bahwa kebutuhan impor beras sebesar satu juta ton sebenarnya masih tergolong besar. 

Namun, menurutnya, skema impor perlu dipastikan agar sesuai dengan mekanisme yang telah diatur, terutama karena prosesnya yang bersifat bisnis to bisnis (B to B) dengan negara produsen beras utama, India.

“Ya, memang kita terhutang. Harusnya kan kita impor 1 juta lagi. Tapi tadi baru dapat laporan, prosesnya harus bisnis to bisnis, karena India ini,” terang Zulhas, merujuk pada mekanisme impor yang dilakukan karena adanya peraturan ketat dari pemerintah India terkait ekspor beras.

Langkah tersebut dilakukan lantaran pemerintah India memberlakukan pembatasan kuota dan mewajibkan persetujuan parlemen untuk setiap impor beras yang dilakukan dengan skema pemerintah-ke-pemerintah (G to G).

Menurut Zulkifli, pemerintah India pernah memberlakukan larangan impor beras untuk mengatur produksi domestik mereka.

Hal ini menyebabkan impor beras dari India harus dilakukan dengan mekanisme B to B yang melibatkan perusahaan-perusahaan dalam negeri sebagai penghubung antara Indonesia dan India, tanpa melibatkan pemerintah secara langsung. 

Baca Juga : Polri: Harga beras Naik Bukan karena Bansos, Ini Alasannya!

“Karena India pernah melarang, setelah dilarang itu kalau dia G to G, harus persetujuan parlemen. Jadi rumit lagi, padahal kita butuhnya sekarang,” ujar Zulhas.

Meskipun opsi impor beras ini dipertimbangkan, Zulkifli menegaskan bahwa pemerintah tetap fleksibel dalam mengambil keputusan, termasuk kemungkinan mengurangi atau menambah jumlah impor sesuai kebutuhan di lapangan.

“Mungkin bisa kurang sedikit, atau bisa tidak. Karena Pak Mentan kan sudah habis-habisnya nih. Mungkin sudah hampir 100 ribu yang sudah sawah bisa ditanam,” jelasnya. 

Hal ini menunjuk pada upaya pemerintah untuk memastikan bahwa produksi dalam negeri tetap menjadi prioritas utama, mengingat banyaknya areal pertanian yang sudah dipersiapkan untuk menambah pasokan beras.

Pada waktu yang sama, Kementerian Pertanian (Kementan) juga memberikan pernyataan mengenai kondisi produksi beras nasional yang dipengaruhi oleh faktor iklim.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa produksi beras pada 2024 menurun sekitar 760 ribu ton atau sekitar 2,43 persen dibandingkan tahun sebelumnya. 

Fenomena cuaca, seperti El Nino, telah menyebabkan kemunduran musim tanam sehingga mempengaruhi jumlah hasil panen beras. 

Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa cuaca ekstrem ini menjadi tantangan besar yang harus diatasi untuk menjaga kestabilan produksi pangan nasional.

Di sisi lain, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Moch. Arief Cahyono, mengatakan bahwa setelah panen raya yang berlangsung pada bulan April hingga Mei 2024, produksi beras bulanan dari Agustus hingga Desember 2024 mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama pada 2023.

Meskipun keterlambatan musim tanam terjadi pada akhir 2023, ia menyebut bahwa langkah intervensi pemerintah melalui pompanisasi dan ketersediaan pupuk yang cukup telah membantu menjaga produktivitas lahan pertanian.

Arief menambahkan bahwa Program Penambahan Areal Tanam (PAT) yang dijalankan oleh Kementan sejak awal 2024 telah menunjukkan hasil positif di tengah kondisi kekeringan akibat El Nino.

Program ini bertujuan untuk menambah luas lahan yang ditanami padi, sehingga bisa mengurangi ketergantungan terhadap impor beras.

Ia juga mengungkapkan optimisme Kementan bahwa produksi beras nasional akan terus membaik hingga akhir tahun 2024. “Dengan intervensi pompanisasi dan ketersediaan pupuk, produktivitas pertanian masih bisa terus ditingkatkan,” katanya.

Baca Juga : Zulkifli Hasan Serahkan Jabatan Mendag ke Budi Santoso, Menteri Perdagangan PNS Pertama di Kabinet