Mahasiswa Bangladesh Tolak Pemerintah yang Dipimpin Militer, Lebih Pilih Peraih Nobel
Para pemimpin mahasiswa di Bangladesh menolak pemerintahan militer dan mengusulkan Muhammad Yunus sebagai penasihat utama pemerintahan sementara.
BaperaNews - Para pemimpin mahasiswa di Bangladesh menolak tegas pemerintahan yang dipimpin militer dan mengusulkan Muhammad Yunus, seorang peraih Nobel Perdamaian, sebagai penasihat utama pemerintahan sementara Bangladesh.
Desakan ini muncul di tengah ketidakpuasan mereka terhadap pemerintahan saat ini dan keinginan untuk menghindari kendali militer di negara tersebut.
Yunus, yang dikenal sebagai "bankir bagi kaum miskin" karena keberhasilannya dalam mengentaskan jutaan orang dari kemiskinan melalui konsep pinjaman mikro, telah lama menjadi pesaing politik eks Perdana Menteri Sheikh Hasina.
Pria berusia 84 tahun ini dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2006 atas pekerjaan perintisnya bersama Grameen Bank.
Namun, Hasina kerap mengkritik Yunus dan Grameen Bank, menyebut mereka sebagai "pengisap darah" kaum miskin dengan tuduhan suku bunga yang sangat tinggi.
Ketegangan ini semakin memuncak pada Januari 2024 ketika pengadilan Bangladesh menjatuhkan hukuman enam bulan penjara kepada Yunus karena pelanggaran undang-undang ketenagakerjaan, yang dikritik oleh Yunus sebagai tindakan bermotif politik.
Para koordinator mahasiswa pendemo di Bangladesh merilis sebuah video di Facebook yang menyatakan penolakan mereka terhadap pemerintahan militer dan mendesak pembentukan pemerintahan sementara baru dengan Yunus sebagai penasihat utamanya.
Baca Juga: Kerusuhan Menewaskan 109 Orang Saat PM Bangladesh Digulingkan, Kini Malah Kabur ke Luar Negeri
"Kami tidak akan menerima pemerintahan yang didukung atau dipimpin oleh tentara. Pemerintah mana pun selain yang kami rekomendasikan tidak akan diterima," tegas Nahid Islam salah satu organisator utama gerakan mahasiswa.
Menurut Nahid Islam, Yunus telah setuju untuk mengisi peran tersebut.
"Yunus akan segera kembali ke Bangladesh setelah menjalani prosedur medis ringan di Paris," tambahnya, seperti dikutip dari Reuters.
Mahasiswa Bangladesh yang sering terlibat dalam gerakan protes ini menunjukkan ketidakpuasan mereka terhadap pemerintahan Sheikh Hasina, yang telah berkuasa sejak 2009.
Mereka menuduh pemerintahan saat ini sebagai otoriter dan tidak memperhatikan kepentingan rakyat. Isu-isu seperti korupsi, penindasan politik, dan pelanggaran hak asasi manusia sering menjadi alasan protes mereka.
Dalam konteks ini, penolakan terhadap pemerintahan militer mencerminkan kekhawatiran yang mendalam tentang kembalinya kontrol militer yang pernah mendominasi politik Bangladesh di masa lalu.
Mahasiswa, sebagai bagian dari masyarakat yang paling vokal, menuntut perubahan yang signifikan dan transparansi dalam pemerintahan.
Pernyataan Nahid Islam dan dukungan untuk Yunus mendapat perhatian luas di media sosial dan menarik perhatian masyarakat internasional.
Yunus, yang dikenal secara internasional atas kontribusinya dalam bidang ekonomi mikro, dipandang sebagai figur yang dapat membawa perubahan positif dan berkelanjutan di Bangladesh.
Baca Juga: WNI Dikabarkan Meninggal Akibat Kerusuhan di Bangladesh