Fahd A Rafiq Dukung Penuh Apabila Pemerintah Buat Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)

Fahd A Rafiq dukung penuh pembangunan PLTN untuk kemajuan energi Indonesia. Optimisme tinggi atas kolaborasi internasional dan potensi besar kredit karbon.

Fahd A Rafiq Dukung Penuh Apabila Pemerintah Buat Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
Fahd A Rafiq Dukung Penuh Apabila Pemerintah Buat Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Gambar : Istimewa

BaperaNews - Ketua Umum DPP Bapera, Fahd A Rafiq, menyatakan dukungannya terhadap langkah pemerintah dalam mendorong kemajuan bangsa, termasuk rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). 

Menurutnya, Indonesia harus berani melangkah maju dan meninggalkan mentalitas inferior yang selama ini menghambat potensi besar negara.

"Saya mendukung penuh kemajuan bangsa dan negara. Indonesia ini seperti macan ompong yang tertidur karena terlalu inferior dan kurang percaya diri membangun diri di era transformasi. Saatnya kita bangkit," ujar Fahd saat ditemui di Jakarta, Jumat (29/11/2024).

Lebih lanjut, Fahd menyoroti rencana pemerintah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dan pembangkit listrik tenaga surya yang diperkirakan mampu memenuhi kebutuhan energi listrik di seluruh Indonesia dengan kapasitas jutaan gigawatt.

Selain itu, mantan Ketua Umum DPP KNPI ini juga menekankan pentingnya upaya reboisasi masif dengan pendekatan berbasis kearifan lokal, seperti menanam singkong, jagung, hingga padi.

“Reforestasi dengan metode tumpang sari akan sangat bermanfaat, karena selain memperbaiki lahan kritis, juga mendukung ketahanan pangan,” jelasnya.

Baca Juga : Ketum DPP BAPERA Dukung Penuh Kebijakan Presiden Naikkan Gaji Guru Honorer dan ASN, Ini Solusi Pendidikan Indonesia

Fahd menambahkan, hutan Indonesia memiliki peran strategis dalam menyerap karbon dioksida, sehingga berkontribusi signifikan terhadap upaya penurunan emisi karbon dunia.

Berdasarkan pengkajian pemerintah, Indonesia memiliki potensi menghasilkan kredit karbon sebanyak 577 juta ton, di mana 30 juta ton di antaranya sudah dibeli oleh pemerintah Norwegia. Uni Emirat Arab juga tengah menjajaki pembelian hingga 287 juta ton.

"Kredit karbon ini adalah aset baru bangsa Indonesia yang harus dimaksimalkan. Jika dihitung, satu kredit karbon bernilai sekitar 10 dolar AS. Artinya, Indonesia berpotensi mendapatkan sekitar 10 miliar dolar AS dari penjualan kredit karbon," kata Fahd.

Dalam mendukung program ambisius ini, Fahd mengutip tokoh ekonomi Hasyim Sumatri Djoyohadikusumo yang menyebut bahwa Indonesia membutuhkan dana sebesar 235 miliar dolar AS.

Ia menegaskan bahwa kolaborasi internasional sangat penting untuk merealisasikan pendanaan ini. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Korea Selatan, dan Jepang, telah diundang untuk berpartisipasi dalam proyek tersebut.

"Indonesia optimistis. Dengan dukungan pendanaan yang memadai dan kolaborasi internasional, kita dapat mewujudkan semua program ini," tutup Fahd A Rafiq. 

Penulis : ASW