Swedia Hadapi Krisis, Anak-anak Direkrut Jadi Pembunuh Bayaran
Swedia menghadapi krisis dengan perekrutan anak-anak oleh geng untuk menjadi pembunuh bayaran. Simak selengkapnya di sini!
BaperaNews - Swedia kini menghadapi krisis serius terkait perekrutan anak-anak sebagai pembunuh bayaran oleh geng-geng kriminal.
Dalam beberapa tahun terakhir, angka pembunuhan yang terkait dengan geng di negara ini terus meningkat, dengan anak-anak yang semakin banyak direkrut untuk melakukan aksi pembunuhan tersebut.
Fenomena ini mengundang keprihatinan luas, mengingat banyak dari anak-anak yang terlibat berusia di bawah 15 tahun.
Salah satu anak yang mengungkapkan keterlibatannya dalam kejahatan ini adalah Fernando, seorang remaja berusia 14 tahun. Ia menjadi bagian dari puluhan pembunuh bayaran anak yang direkrut oleh geng-geng melalui media sosial.
Geng-geng tersebut menawarkan uang sebagai imbalan atas pekerjaan mereka. Fernando mengaku dibayar 150.000 kroner (sekitar Rp200 juta) untuk setiap tugas pembunuhan yang dilakukannya.
Para perantara geng sengaja merekrut anak-anak karena mereka dianggap terlalu muda untuk dikenakan tuntutan kasus pembunuhan di pengadilan, sebuah celah hukum yang dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan.
Menurut Fernando, dirinya sedang bermain gim video FIFA di klub remajanya ketika ia menerima pesan teks yang memerintahkannya untuk melaksanakan tugas pembunuhan.
Tanpa ragu, ia mengumpulkan dua pistol dan senapan Kalashnikov, serta seorang kaki tangan, sebelum bergegas menuju targetnya di pinggiran kota Stockholm.
Setelah menyelesaikan tugasnya, ia bahkan merekam video untuk membuktikan bahwa ia telah berhasil melaksanakan perintah tersebut.
Kejadian ini bukanlah kasus pertama. Sebelumnya, polisi Swedia mengungkapkan penyelidikan atas kasus yang melibatkan seorang anak berusia 11 tahun. Anak tersebut diketahui menulis pesan di Instagram yang mengungkapkan keinginan untuk membunuh.
Baca Juga : Tanah 150 Meter di Swedia Dijual dengan Harga Rp265.000, Tertarik Beli?
Penyidikan lebih lanjut mengarah pada empat pria berusia antara 18 hingga 20 tahun, yang didakwa merekrut anak-anak untuk bekerja bagi geng-geng lokal.
Keempat pria tersebut ditangkap sebelum kejahatan dapat dilaksanakan, namun kasus ini hanyalah satu dari ribuan kasus serupa yang sedang ditangani oleh pihak berwenang.
Penyelidikan lebih lanjut menunjukkan bahwa anak-anak muda yang terlibat sering kali berpose dengan senjata, mengenakan topeng, atau bahkan tidak mengenakan pakaian saat menunjukkan identitas mereka di media sosial.
Hal ini menjadi bukti betapa eksploitatifnya dunia geng terhadap anak-anak dan remaja, dengan tujuan untuk melibatkan mereka dalam kejahatan tanpa mengambil risiko langsung.
Komandan polisi Tony Quiroga, yang bertugas di Orebro, sebuah kota di sebelah barat Stockholm, mengungkapkan kekhawatirannya mengenai eksploitasi anak-anak oleh para kriminal.
"Mereka bersembunyi di balik nama samaran di media sosial dan memasang filter antara mereka dan pelaku kejahatan," ujarnya.
Para relawan yang bertugas di lingkungan kurang beruntung di Orebro pun berupaya untuk memberikan edukasi kepada kaum muda mengenai bahaya bergabung dengan geng.
Grewe, seorang mantan anggota geng yang meninggalkan kehidupan kriminalnya saat berusia 22 tahun, mengatakan bahwa banyak anak-anak muda yang direkrut oleh geng tidak mengharapkan untuk hidup lebih lama dari usia 25 tahun.
Menurutnya, perekrutan anak-anak menjadi bagian dari model bisnis geng, di mana remaja-remaja yang lebih tua merekrut anak-anak yang lebih muda, dan begitu mereka masuk, sulit untuk keluar dari dunia tersebut.
Baca Juga : Swedia Bakal Tetapkan UU soal Cuti Kakek-Nenek untuk Urus Cucu