Inflasi Turki Melonjak Hingga 48,7 Persen, Tertinggi Dalam 2 Dekade Terakhir

Tingkat inflasi Turki melonjak tinggi dan mencetak rekor baru selama dua dekade dan sudah tercatat hingga pada Januari tahun 2022 inflasi mencapai level 48,7 persen.

Inflasi Turki Melonjak Hingga 48,7 Persen, Tertinggi Dalam 2 Dekade Terakhir
Ilustrasi Inflasi. Gambar : Pixabay.com/Dok. viarami

BaperaNews - Tingkat inflasi Turki makin tinggi dan mencetak rekor baru selama dua dekade. Tercatat hingga pada Januari tahun 2022 inflasi Turki mencapai level 48,7 persen. Angka ini pun naik dari tingkat inflasi tahunan 36.1% pada Desember tahun lalu. Biro Statistik Turki (TUIK) mengatakan bahwa Inflasi Turki ini menjadi inflasi yang tertinggi dalam 20 tahun terakhir.

Sebelumnya ekonom memprediksi inflasi Turki tahunan naik menjadi lebih dari 110%. Bulanan di Turki berada di kisaran 9,8 persen dan untuk inflasi tahunan berada di level 46,7 persen. Namun pada kenyataanya inflasi tersebut lebih tinggi dari para ekpektasi ekonom.

Pada kenyataanya, indeks harga konsumen (IHK) melonjak sebanyak 11.1 persen secara bulanan dengan perbandingan bulan Januari 2022 dan Desember 2021. Inflasi Turki yang tinggi ini pun menggerogoti pendapatan masyarakat Turki.

Karena, meskipun pendapatan atau upah minimum dinaikkan hingga 50 persen namun tidak menutup harga-harga barang yang naik lebih tinggi, seperti harga gas, listrik, jalan tol, dan tarif bus.

Harga makanan dan minuman melonjak hingga 55,6 persen. Sementara, untuk harga transportasi di Turki pun melonjak hingga 68.9 persen pada Januari 2022.

Baca Juga: Elon Musk Berencana Untuk Kejar Rekor Luncurkan 52 Roket SpaceX Tahun Ini!

Hal ini diikuti juga dengan merosotnya nilai mata uang Turki yakni lira hingga 44 persen dari nilainya di tahun lalu. Lira terus merosot karena bank sentral setempat memangkas suku Bunga acuan hingga 500 basis poin sejak bulan September 2021 menjadi 14 persen.

Diketahui, inflasi Turki pun terus-menerus tinggi selama bertahun-tahun dan mengalami dua krisis mata uang sejak tahun 2018.

Presiden Recep Tayyip Erdogan ikut campur terkait dengan kebijakan moneter bank sentralnya dengan memerintahkan penurunan suku bunga acuan. Alasan dari kebijakannya tersebut adalah untuk mendorong ekspor serta kredit Turki.

Memang pada awal kebijakan itu nilai mata uang lira sempat mengalami kenaikan dua kali. Namun, hal itu hanya terjadi sementara. Setelahnya, mata uang lira terus merosot hingga saat ini.

Presiden Recep Tayyip Erdogan sampai mengganti kepala badan statistik negara untuk keempat kalinya sejak tahun 2019. Mantan kepala agensi Erdal Dincer baru menjabat selama 10 bulan. Dia digantikan oleh Erhan Cetinkaya, yang merupakan wakil ketua regulator perbankan Turki.