Indonesia dan Jepang Sepakat Perpanjang Perjanjian Pertukaran Mata Uang

Bank Indonesia (BI) dan Bank Sentral Jepang (Bank of Japan) sepakat untuk memperpanjang perjanjian pertukaran mata uang bilateral. 

Indonesia dan Jepang Sepakat Perpanjang Perjanjian Pertukaran Mata Uang
Indonesia dan Jepang Sepakat Perpanjang Perjanjian Pertukaran Mata Uang. Gambar : Prosple

BaperaNews - Bank Indonesia (BI) dan Bank Sentral Jepang (Bank of Japan) sepakat untuk memperpanjang kerja sama Bilateral Swap Arrangement (BSA) atau perjanjian pertukaran mata uang bilateral. 

Kesepakatan ini berlaku mulai 14 Oktober 2024 hingga 13 Oktober 2027, dan ditandatangani oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo, serta Gubernur Bank of Japan, Kazuo Ueda.

Melalui perpanjangan BSA ini, Indonesia dapat menukar mata uang rupiah dengan dolar AS dan/atau Yen Jepang hingga nilai maksimal 22,76 miliar dolar AS, atau setara dengan nilai dalam yen Jepang.

Menurut Ramdan Denny Prakoso, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, perjanjian ini diharapkan dapat memperkuat kerja sama keuangan antara Indonesia dan Jepang, sekaligus menyediakan jaring pengaman keuangan yang berperan penting dalam menjaga stabilitas keuangan baik di tingkat regional maupun global.

Perjanjian kerja sama BSA Indonesia-Jepang pertama kali ditandatangani pada 17 Februari 2003 dan telah beberapa kali diperpanjang, dengan pembaruan terakhir pada 14 Oktober 2021 untuk jangka waktu tiga tahun.

BSA sendiri merupakan perjanjian bilateral yang memungkinkan pertukaran mata uang antara Bank Indonesia dan Bank of Japan, di mana mata uang rupiah dapat ditukar dengan dolar AS atau yen Jepang.

Kerja sama ini berfungsi sebagai lapis kedua (second line of defense) untuk memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia.

Selain itu, BI menegaskan bahwa perpanjangan BSA ini merupakan bagian penting dari kebijakan internasional Bank Indonesia, yang bertujuan untuk mendukung stabilitas perekonomian Indonesia.

Dengan adanya perjanjian ini, diharapkan Indonesia dapat lebih tangguh dalam menghadapi tekanan ekonomi global, terutama dalam hal pengelolaan cadangan devisa dan stabilitas nilai tukar.

Sebelumnya, Bank Indonesia juga meluncurkan lembaga Central Counterparty (CCP) pada Senin, 30 September 2024, bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI).

Lembaga ini diresmikan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, dan sejumlah pejabat tinggi lainnya. CCP diharapkan dapat memperkuat infrastruktur pasar keuangan Indonesia dengan mengurangi risiko transaksi dalam pasar uang dan pasar valuta asing (valas) derivatif.

Baca Juga : OJK Sebut Anak Muda di Indonesia Kebanyakan Utang dari Paylater

Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan bahwa sebelum adanya CCP, Indonesia tidak memiliki mekanisme _close out netting_ dalam transaksi derivatif sejak krisis keuangan global.

Dengan terbentuknya CCP, Indonesia kini dapat melakukan pendalaman pasar uang dan valas, serta meminimalisasi risiko transaksi antar pihak yang terlibat. 

Perry juga optimistis bahwa volume transaksi pasar uang dan valas derivatif akan meningkat pesat seiring dengan beroperasinya CCP.

Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner OJK, menyatakan bahwa pembentukan CCP adalah langkah kunci dalam reformasi pasar derivatif Indonesia.

CCP akan meningkatkan stabilitas sistem keuangan, mengurangi risiko kredit antar pihak (counterparty risk), serta membawa transparansi dan efisiensi yang lebih besar dalam transaksi derivatif. 

Delapan bank besar di Indonesia, termasuk Mandiri, BRI, BNI, BCA, dan lainnya, telah berpartisipasi dalam penyertaan modal awal untuk CCP ini, menunjukkan dukungan penuh sektor perbankan nasional terhadap inisiatif ini.

CCP tidak hanya berperan sebagai lembaga kliring, tetapi juga sebagai penjamin dalam transaksi antar pihak di pasar uang dan valas, sehingga risiko seperti kegagalan transaksi, likuiditas, dan volatilitas pasar dapat diminimalkan.

Menurut Donny Hutabarat, Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia, CCP akan membantu memitigasi volatilitas pasar dan memperkuat manajemen risiko di pasar keuangan Indonesia.

Tiga manfaat utama dari pembentukan CCP, seperti yang dijelaskan oleh Donny, adalah peningkatan efisiensi dalam transaksi pasar uang dan valas, yang akan meningkatkan volume transaksi dan likuiditas.

Kedua, CCP mendukung efektivitas kebijakan moneter dan stabilitas nilai tukar rupiah. Ketiga, CCP memfasilitasi instrumen lindung nilai (hedging) bagi berbagai sektor, termasuk perbankan, dunia usaha, dan pemerintah, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap pembiayaan ekonomi nasional.

Pembentukan CCP ini juga merupakan bagian dari komitmen Indonesia terhadap mandat G20, yang bertujuan untuk mengurangi risiko sistemik di pasar keuangan global.

Selain itu, peluncuran CCP sejalan dengan implementasi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), yang memberikan landasan hukum yang kuat bagi CCP sebagai infrastruktur pasar keuangan di Indonesia.

Baca Juga : Pekerja dengan Gaji di Atas UMR Akan Dipotong 3% untuk Tapera