Budaya Senioritas Dalam Lingkungan Pendidikan Dokter

Budaya senioritas dalam pendidikan dokter di Indonesia menyebabkan perundungan yang berdampak pada kesehatan mental.

Budaya Senioritas Dalam Lingkungan Pendidikan Dokter
Budaya Senioritas Dalam Lingkungan Pendidikan Dokter. Gambar : Ilustrasi Canva

BaperaNews - Budaya senioritas yang kental dalam program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di Indonesia kembali menjadi sorotan usai seorang Mahasiswi Kedokteran Undip ditemukan meninggal bunuh diri di kamar kosnya, pada Senin (12/8).

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada 17 Agustus 2023, mengungkapkan bahwa praktik senioritas yang berujung pada perundungan (bullying) terhadap peserta didik PPDS masih marak terjadi, khususnya di rumah sakit yang berada di bawah naungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Kasus-kasus perundungan ini telah mempengaruhi kesehatan mental para calon dokter dan menimbulkan kekhawatiran tentang kualitas pendidikan kedokteran di Indonesia.

Senioritas dalam pendidikan dokter tidak hanya menjadi tradisi yang tak terucapkan tetapi juga sering kali menjurus pada tindakan yang merendahkan harkat dan martabat peserta didik.

Di beberapa rumah sakit seperti Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, dan Rumah Sakit Adam Malik Medan, tindakan perundungan oleh senior terhadap junior telah menjadi rahasia umum.

Laporan yang diterima oleh Kemenkes sejak Juli 2023 mencatat adanya 91 laporan dugaan perundungan, dengan 44 laporan telah divalidasi dan 12 kasus telah diinvestigasi lebih lanjut.

Bentuk Perundungan yang Umum Terjadi

Salah satu bentuk perundungan yang sering terjadi adalah pemanggilan junior dengan nama hewan, yang jelas-jelas merendahkan martabat dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Selain itu, ditemukan pula adanya "buku panduan" yang memuat kewajiban junior untuk melayani kebutuhan senior, baik dalam urusan akademik maupun non-akademik.

Baca Juga: Mahasiswa Kedokteran di Indonesia Banyak Alami Stress

Junior diharuskan membayar berbagai biaya yang tidak resmi, seperti menyewa fasilitas olahraga atau membeli makanan bagi senior mereka, yang menambah beban finansial selain dari biaya pendidikan yang sudah tinggi.

Biaya Pendidikan yang Tinggi dan Biaya Tambahan yang Memberatkan

Data dari Kemenkes menunjukkan bahwa perundungan ini telah berdampak serius terhadap kesehatan mental para calon dokter. Sebuah survei yang dilakukan di 28 rumah sakit menunjukkan bahwa 22,4 persen mahasiswa PPDS mengalami gejala depresi, dan 3 persen di antaranya bahkan memiliki keinginan untuk bunuh diri.

Dampak ini mencerminkan betapa beratnya tekanan yang harus dihadapi oleh peserta didik dalam program pendidikan dokter spesialis di Indonesia.

Pengorbanan Besar Demi Gelar Spesialis

Seorang peserta PPDS yang diwawancarai mengungkapkan betapa sulitnya menempuh pendidikan dokter, tidak hanya karena biaya kuliah kedokteran yang mahal tetapi juga karena biaya-biaya di luar pendidikan yang harus ditanggung, termasuk untuk memenuhi kebutuhan senior.

Biaya pendidikan dokter di Indonesia memang dikenal sangat tinggi. Seorang peserta PPDS menyebutkan bahwa biaya masuk program bisa mencapai Rp30 juta, dengan biaya semester sebesar Rp26 juta. Namun, yang lebih memberatkan adalah biaya 'bawah tangan' atau 'siluman' yang seringkali mencapai ratusan juta rupiah.

Dalam menghadapi masalah ini, Kemenkes telah mengambil langkah tegas dengan menerbitkan Instruksi Menteri Kesehatan (Imenkes) RI Nomor HK.02.01/Menkes/1512/2023.

Instruksi ini mengatur tentang pencegahan dan penanganan perundungan terhadap peserta didik di rumah sakit pendidikan dalam lingkungan Kemenkes.

Sanksi yang diatur dalam instruksi ini termasuk penurunan pangkat, pembebasan jabatan, hingga pengeluaran peserta didik dari program pendidikan jika terbukti melakukan perundungan.

Tanggapan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

Kendati demikian, Ketua Ikatan Dokter Indonesia Jawa Timur (IDI Jatim) Dr. Sutrisno menilai bahwa fenomena perundungan tidak bisa digeneralisasi di semua tempat.

Menurutnya, iklim pendidikan dokter memang cenderung disiplin dan ketat, karena profesi ini berkaitan langsung dengan nyawa manusia, sehingga diperlukan konsistensi tinggi tanpa toleransi terhadap kesalahan.

Namun, ia menegaskan bahwa jika ada praktik perundungan yang tidak terkait dengan pendidikan, para korban harus melaporkannya kepada IDI setempat agar bisa ditindaklanjuti.

Secara keseluruhan, budaya senioritas kedokteran di Indonesia telah menimbulkan dampak negatif yang serius, baik terhadap kesehatan mental peserta didik maupun terhadap kualitas pendidikan itu sendiri.

Perlu adanya upaya bersama dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah ini, agar pendidikan dokter di Indonesia dapat berjalan dengan lebih baik dan menghasilkan dokter spesialis yang tidak hanya kompeten tetapi juga memiliki kesehatan mental yang baik.

Baca Juga: Benarkah Stress Tinggi di Kuliah Kedokteran Jadi Penyebab Mahasiswi Undip Bunuh Diri?