BaperaNews - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini mengeluarkan pernyataan penting mengenai mpox, yang sebelumnya dikenal sebagai cacar monyet. Mereka menegaskan bahwa meskipun mpox mungkin tampak mengkhawatirkan, ia bukanlah varian baru dari COVID-19.
Meskipun begitu, mpox tetap merupakan ancaman kesehatan global yang serius dan memerlukan perhatian khusus.
Mpox adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus cacar monyet dari genus Orthopoxvirus. Gejala mpox mirip dengan cacar, seperti ruam pada kulit, demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri punggung, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Gejala ini bisa berlangsung antara dua hingga empat minggu. Virus ini menyebar melalui kontak langsung dengan penderita, bahan yang terkontaminasi, atau melalui hewan yang terinfeksi.
Menurut Dr. Hans Kluge, Direktur Regional WHO untuk Eropa, mpox adalah penyakit yang berbeda dari COVID-19. Dalam konferensi pers pada 20 Agustus 2024, Dr. Kluge menekankan pentingnya mengontrol penyebaran mpox tanpa perlu panik atau mengabaikannya.
“Mpox bukan COVID yang baru, apakah itu klade 1 atau klade 2,” jelasnya.
Mpox telah menjadi masalah kesehatan global sejak tahun 2022. Sejak saat itu, virus ini telah menyebabkan 99.176 infeksi dan 208 kematian di seluruh dunia. WHO menetapkan mpox sebagai Keadaan Darurat Kesehatan Masyarakat yang menjadi Perhatian Internasional (PHEIC) pada Juli 2022, namun status ini dicabut pada Mei 2023.
Pada 14 Agustus 2024, dengan meningkatnya kasus di Republik Demokratik Kongo (DRC) dan negara-negara tetangga, WHO kembali menetapkan mpox sebagai PHEIC.
Baca Juga: Thailand Laporkan Dugaan Kasus Pertama Varian Mpox yang Lebih Parah
Sementara kasus mpox telah menurun di beberapa bagian dunia, situasi di Afrika, khususnya di DRC, semakin mengkhawatirkan. Klade 1, yang sebelumnya disebut klade Congo Basin, telah lama beredar di DRC dan Afrika Tengah.
Jenis ini lebih ganas dan ditularkan melalui kontak zoonosis (dari hewan ke manusia). Namun, klade 1b yang baru, yang tampaknya menyebar dari manusia ke manusia, juga telah terdeteksi.
“Kami belum mendeteksi transmisi zoonosis pada klade 1b. Tampaknya ini adalah virus yang beredar secara eksklusif pada populasi manusia,” kata Dr. Catherine Smallwood, manajer wilayah program operasi darurat WHO.
Pencegahan adalah kunci dalam mengendalikan penyebaran mpox. WHO merekomendasikan penggunaan dua vaksin utama: MVA-BN dan LC16. Jika kedua vaksin ini tidak tersedia, vaksin ketiga, ACAM2000, juga direkomendasikan. Di Eropa, ada inisiatif untuk mendonasikan vaksin ke Afrika sebagai bentuk solidaritas global.
“Eropa harus memilih untuk bertindak dalam solidaritas,” kata Dr. Kluge.
Ia juga memperingatkan agar negara-negara Eropa tidak menimbun vaksin untuk diri sendiri, mengingat pengalaman pandemi COVID-19.
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan telah meningkatkan pemeriksaan terhadap Warga Negara Asing (WNA) di pintu masuk negara, seperti bandara dan pelabuhan.
Setiap WNA wajib mengisi kuesioner kesehatan yang mencakup riwayat kesehatan dan aktivitas kontak. Langkah ini bertujuan untuk memetakan risiko dan menentukan tindakan pencegahan yang tepat.
Meskipun mpox bukan varian baru dari COVID-19, ia tetap merupakan ancaman kesehatan global yang serius. WHO menekankan pentingnya tindakan pencegahan yang efektif dan solidaritas internasional untuk mengatasi wabah ini.
Baik di Afrika maupun di seluruh dunia, koordinasi dan komitmen global diperlukan untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dan melindungi kesehatan masyarakat. Sebagai bagian dari komunitas global, kita harus tetap waspada dan mendukung langkah-langkah pencegahan yang dianjurkan oleh para ahli kesehatan.
Baca Juga: Hati-hati! Sebanyak 88 Kasus Cacar Monyet Ditemukan di Indonesia, Penularannya Melalui Kontak Langsung