Tak Lolos Jalur Zonasi, Orang Tua Nekat Ukur Jarak Rumah ke Sekolah Manual
Orang tua siswa di SMAN 4 Depok mengukur jarak rumah secara manual setelah anak-anak mereka ditolak dari PPDB. Baca selengkapnya di sini!
BaperaNews - Kejadian viral mewarnai Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMAN 4 Depok setelah sejumlah orang tua mengukur jarak rumah mereka secara manual sebagai respons terhadap keputusan penolakan anak-anak mereka dari jalur zonasi.
Salah satunya adalah Dina Maria, yang dengan putus asa membawa bukti-bukti seperti Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan surat kematian suaminya, namun anak perempuannya, Oktavia (15), tetap tidak terdaftar dalam hasil pengumuman PPDB.
Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Roy Pangharapan menjelaskan bahwa meskipun berdasarkan pengukuran manual rumah Oktavia hanya berjarak 120 meter dari SMAN 4 Depok, pihak sekolah menegaskan bahwa standar jarak maksimal untuk jalur zonasi adalah 581 meter.
"Hari ini kita melanjutkan agenda kemarin, ingin membuktikan kepada pihak sekolah bahwa jarak rumah orang tua miskin ini, anak yatim ini. Yaitu tadi kita ukur secara manual menggunakan meteran itu ada 120 meter di belakang tembok sekolah SMAN 4 Depok ini," jelas Roy.
Roy mengatakan, berdasarkan Google Maps, rumah siswa hanya berjarak 200 meter. Dia mengatakan seharusnya dalam jalur tersebut siswa dapat diterima.
"Jarak maksimal kalau untuk zonasi itu di angka 581, itu di jalur zonasi. Di jalur miskinnya, itu lebih panjang lagi ya. Alasannya (nggak diterima) karena ya tidak ada kuotanya udah. Karena kuotanya cuma nggak tahu itu berapa," jelas Roy.
Dina Maria mengungkapkan kekecewaannya karena putrinya tidak lolos baik melalui jalur zonasi maupun afirmasi, meskipun telah menyampaikan bukti-bukti yang cukup kepada operator sekolah.
"Saya hanya berharap agar putri saya dapat diterima di SMAN 4 karena kami tidak mampu mengirimnya ke sekolah swasta," ucapnya dengan nada harap.
Baca Juga: Cek PPDB Jakarta 2024 Jalur Zonasi untuk SMP dan SMA: Link, Syarat, dan Cara Daftarnya
Sementara itu, dalam penjelasan resmi, pihak sekolah menyatakan bahwa penolakan tersebut disebabkan oleh keterbatasan kuota, tanpa merinci jumlah kuota yang tersedia. Meskipun demikian, mereka menekankan bahwa proses seleksi dilakukan secara transparan berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Kontroversi ini mencuat setelah beberapa orang tua siswa menunjukkan kekecewaan mereka atas keputusan PPDB yang dianggap tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi dan bukti-bukti yang mereka ajukan.
Salah satu tindakan yang mereka ambil adalah mengukur jarak rumah mereka secara manual, sebagai respons terhadap perbedaan hasil antara pengukuran mereka dengan data yang digunakan oleh pihak sekolah.
Mereka berharap agar pihak berwenang dapat memberikan kejelasan serta solusi yang memuaskan untuk kasus-kasus serupa di masa depan.
Sebagai salah satu sekolah favorit di Depok, SMAN 4 tetap menjadi pilihan utama bagi banyak orang tua yang ingin memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak mereka.
Namun, kejadian ini mengingatkan bahwa proses PPDB harus dilakukan dengan lebih hati-hati dan adil, mengingat dampaknya yang langsung dirasakan oleh para calon siswa dan keluarga mereka.
Kejadian serupa juga terjadi di Bogor, yang mana jarak rumah siswa sangat dekat dengan SMAN 3 Bogor tetapi siswa tidak diterima di SMA tersebut.
Kesal dan kecewa, akhirnya orang tua siswa secara nekat mengukur jarak ke sekolah ke rumahnya menggunakan meteran kayu manual.
Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji menekankan bahwa pendidikan merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM).
“Jadi problemnya mungkin Indonesia menjadi satu satunya negara yang tidak memandang pendidikan sebagai HAM yang sudah melekat dalam diri setiap anak Indonesia. Jadi karena itu hak asasi harusnya tidak boleh ada pelarangan anak bersekolah,” jelas Indra pada Selasa (25/6).
Atas kejadian ini, Indra meminta agar pemerintah bisa membangun sekolah lebih banyak dan mengimbau untuk pendaftaran masuk sekolah sebaiknya jangan melalui program seleksi.
“Ukuran problemnya bukan itu kita harus mendorong Pemerintah untuk membangun lebih banyak sekolah, untuk mungkin menjadikan sekolah swasta itu biar tetap dikelola swasta tapi biayanya dari pemerintah kan Pasal 31 Ayat 2 itu mengatakan Pemerintah wajib membiayainya enggak harus sekolah negeri,” jelas Indra.
“Jadi sekali lagi tidak boleh sekolah itu diseleksi, karena itu adalah hak asasi warga negara untuk harus diterima di sekolah tersebut. Kalau kita bicara daya tampung ya yang penting daya tampungnya cukup kan ya yang paling mudah untuk orang yang di mana tempat dia tinggal. Jadi aturan zonasinya sudah benar, tetapi kita bicara filosofinya masih belum,” tambahnya.
Baca Juga: PPDB Jabar 2024 Tahap 2 untuk SMP dan SMA Dibuka Hari Ini