Ketum DPP BAPERA, Fahd A Rafiq Jelaskan Mengapa Timur Tengah Menjadi Medan Perang

Ketum DPP BAPERA Fahd El Fouz A Rafiq menjelaskan faktor-faktor yang menjadikan Timur Tengah sebagai medan perang dan dampaknya bagi Indonesia.

Ketum DPP BAPERA, Fahd A Rafiq Jelaskan Mengapa Timur Tengah Menjadi Medan Perang
Ketum DPP BAPERA, Fahd A Rafiq Jelaskan Mengapa Timur Tengah Menjadi Medan Perang. Gambar : Istimewa

BaperaNews - Ada beberapa kelompok di Indonesia yang ingin menjadikan Bumi Nusantara sebagai medan pertempuran, mirip dengan Timur Tengah, terutama sejak awal era Reformasi. 

Indonesia mengalami perubahan signifikan dalam sistem demokrasi yang baru, yang menyebabkan munculnya banyak partai politik dan aliran, ucap Fahd El Fouz A Rafiq pada Senin, (21/10).

Ketua Umum DPP BAPERA menyatakan, "Indonesia menjadi negara percontohan karena keberagaman suku, agama, etnis, dan budaya. NKRI adalah negara yang mampu menafsirkan arti perbedaan dan keberagaman secara sempurna. Berbeda dengan banyak negara lain, di mana perbedaan sering kali menjadi sumber permasalahan, sehingga konflik tak kunjung usai."

Fahd menambahkan, "Sama seperti negara lainnya, Indonesia pernah mengalami banyak konflik sektarian, etnis, suku, dan agama. Namun, kabar baiknya, Indonesia berhasil melewati semua itu dengan baik dan dapat menjadi pelajaran berharga serta solusi bagi negara-negara lain yang saat ini menghadapi banyak konflik, khususnya di Timur Tengah."

Baca Juga : Ketum DPP BAPERA, Fahd A Rafiq Sarankan PSSI Belajar Langsung dari Presiden Real Madrid

Lebih lanjut, mantan Ketua Umum PP-AMPG ini menjelaskan secara detail mengapa Timur Tengah menjadi medan perang hingga saat ini, yang disebabkan oleh beberapa faktor yang saling terkait:

1. Kepentingan Geopolitik: Kawasan Timur Tengah kaya akan minyak dan gas alam. Negara-negara seperti AS, Rusia, dan beberapa negara Eropa lainnya memiliki kepentingan strategis untuk mengontrol sumber daya ini, yang sering memicu konflik. "Bagi mereka yang mendalami geopolitik, wajar jika Timur Tengah sering mengalami perang, karena di sana banyak 'gula' yang diperebutkan oleh 'semut' dari negara lain," ujarnya.

2. Sejarah dan Warisan Para Nabi: Negara-negara Timur Tengah dipenuhi dengan sejarah para nabi dan rasul. Doa Nabi Muhammad SAW dan nabi-nabi lainnya yang meminta berkah untuk negeri tersebut menunjukkan bahwa Timur Tengah kaya akan sumber daya alam. "Ada tanda-tanda tertentu di Timur Tengah yang diyakini sebagai pertanda hari kiamat, dan banyak negara sudah 'mengavling' wilayah tersebut," tuturnya.

3. Konflik Ideologis dan Agama: Ini adalah konflik internal yang disebabkan oleh perbedaan aliran dalam Islam, seperti Sunni dan Syiah, yang menciptakan ketegangan. Negara-negara luar yang memiliki kepentingan sering kali memanfaatkan perpecahan ini untuk memperkuat posisi mereka melalui strategi "devide et impera" (pecah belah dan kuasai).

4. Sejarah Kolonialisme: "Warisan penjajahan telah membentuk batas-batas negara saat ini tanpa memperhatikan etnis dan budaya lokal, menciptakan konflik identitas yang berkelanjutan. Negara-negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab, merupakan negara bentukan kolonial yang sering mengalami klaim budaya satu sama lain. Kasus serupa terjadi antara Indonesia dan Malaysia," tambahnya.

5. Ketidakstabilan Politik dan Ekonomi: Banyak negara di kawasan ini mengalami ketidakstabilan politik dan ekonomi akibat konflik berkepanjangan. Hal ini memicu kemarahan masyarakat dan meningkatkan faham radikalisme. "Kemiskinan dapat meningkatkan radikalisasi, dengan masyarakat merasa perlu melawan untuk memenuhi kebutuhan mereka," jelasnya.

6. Intervensi Asing: Keterlibatan berbagai negara dalam konflik internal, seperti perang sipil di Suriah dan Yaman, telah memperburuk keadaan dan memperpanjang masa konflik. "Keterlibatan asing di sana sering kali berkaitan dengan kekayaan alam yang diperebutkan," tambah Fahd.

7. Perebutan Hegemoni: Negara-negara di Timur Tengah, seperti Iran dan Arab Saudi, sering terlibat dalam perebutan hegemoni, yang sering kali melibatkan konflik yang lebih luas. "Saat ini, Arab Saudi berusaha menghindari konflik dengan fokus membangun sektor pariwisata untuk menarik wisatawan asing, menyadari bahwa kekayaan minyak mereka tidak akan bertahan selamanya," ujarnya.

"Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor utama terjadinya konflik di Timur Tengah adalah karena harta (minyak bumi dan gas alam) yang diperebutkan oleh negara-negara imperialis. Untuk melanggengkan tujuan mereka, mereka memelihara konflik di berbagai negara," tutup Fahd A Rafiq, yang juga merupakan dosen di salah satu universitas di Malaysia.

Baca Juga : Ketua Umum DPP BAPERA, Fahd A Rafiq : Ada Tiga Unsur yang Wajib di Penuhi Jika Indonesia Ingin Jadi Negara Maju

Penulis : ASW