Tupperware Raih Kesempatan Kedua Usai Sidang Kebangkrutan
Tupperware dapat kesempatan kedua setelah hakim menyetujui kesepakatan penyelamatan usai ancaman kebangkrutan, menjual aset utama untuk stabilitas finansial.
BaperaNews - Tupperware, produsen wadah plastik asal Massachusetts, Amerika Serikat, mendapat peluang untuk bangkit setelah menghadapi ancaman kebangkrutan.
Dalam sidang Pengadilan Kepailitan AS pada (1/11), hakim menyetujui kesepakatan penyelamatan yang memungkinkan perusahaan ini keluar dari krisis finansial.
Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, Tupperware akan menjual nama merek dan sejumlah aset utama kepada kelompok pemberi pinjaman dengan nilai USD 23,5 juta tunai (sekitar Rp369 miliar) serta USD 63 juta (Rp991 miliar) dalam bentuk keringanan utang.
Proses Penjualan Aset untuk Kelangsungan Bisnis
Pada sidang tersebut, Spencer Winters, pengacara Tupperware, menggarisbawahi pentingnya kesepakatan ini dalam menyelamatkan perusahaan. Winters menyebutnya sebagai “hasil yang luar biasa” karena dianggap mampu mempertahankan bisnis, hubungan dengan pelanggan, serta pekerjaan karyawan.
Penjualan aset ini diharapkan menjadi solusi menyeluruh untuk mengatasi persoalan finansial yang telah lama membelit Tupperware.
Kesepakatan penjualan aset ini juga menandai transformasi Tupperware menjadi perusahaan swasta, di bawah kepemilikan kelompok pemberi pinjaman yang dipimpin oleh Stonehill Capital Management dan Alden Global Capital. Dengan privatisasi ini, saham Tupperware akan dihapus dari bursa saham publik, mengakhiri status perusahaan terbuka.
Perjalanan Tupperware: Dari Puncak Popularitas hingga Berjuang Bertahan
Didirikan pada 1946 oleh Earl Tupper, Tupperware pertama kali dikenal lewat produk wadah plastik kedap udara yang membantu menjaga keawetan makanan. Model “pesta Tupperware” yang dimulai pada pertengahan abad ke-20 sukses mengangkat popularitas produk ini.
Sistem penjualan langsung tersebut tidak hanya meningkatkan penjualan, tetapi juga membuka peluang penghasilan tambahan bagi banyak wanita yang menjual produk kepada teman dan tetangga.
Namun, seiring waktu, dominasi Tupperware mulai terkikis oleh persaingan dari merek seperti Rubbermaid dan OXO, serta perubahan tren konsumen yang beralih ke wadah berbahan kaca.
Dalam upayanya untuk tetap relevan di pasar, perusahaan yang kini berusia 78 tahun ini menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam mempertahankan pangsa pasar.
Baca Juga : Alami Kerugian, Tupperware Ajukan Permohonan Bangkrut
Dampak Pandemi dan Pengajuan Kebangkrutan
Pandemi COVID-19 sempat memberikan lonjakan penjualan bagi Tupperware karena meningkatnya aktivitas memasak dan menyimpan makanan di rumah.
Namun, kenaikan tersebut bersifat sementara dan tidak cukup mengatasi kesulitan finansial yang semakin parah. Pada September 2023, Tupperware akhirnya mengajukan kebangkrutan setelah terlilit utang lebih dari USD 1,2 miliar, menandakan skala krisis yang melanda perusahaan ini.
Masa Depan Tupperware di Bawah Kepemilikan Baru
Dengan disetujuinya penjualan aset dan status perusahaan yang menjadi swasta, Tupperware kini memasuki babak baru dalam perjalanannya. Di bawah kendali kelompok pemberi pinjaman, perusahaan ini diharapkan dapat menstabilkan operasionalnya dan merumuskan strategi baru agar tetap kompetitif di pasar.
Langkah ini juga diharapkan mengurangi beban finansial Tupperware dan memberikan ruang bagi inovasi produk serta penyesuaian terhadap tren pasar yang terus berubah.
Sebagai perusahaan swasta, Tupperware kini memiliki kesempatan untuk mengatur ulang strategi bisnisnya dengan lebih leluasa.
Para pemberi pinjaman yang menjadi pemilik baru diharapkan mendukung restrukturisasi keuangan dan perombakan strategi agar Tupperware tetap mampu bersaing di industri produk dapur yang kian kompetitif.
Dengan sejarah panjang sebagai pelopor wadah plastik, kesepakatan penjualan aset ini membuka peluang bagi Tupperware untuk mengatasi tantangan yang telah berlangsung selama beberapa dekade.
Harapan dan Tantangan Tupperware di Masa Depan
Penjualan aset kepada kelompok pemberi pinjaman memberikan ruang bagi Tupperware untuk merancang strategi yang lebih fleksibel guna menjawab kebutuhan konsumen modern.
Meski demikian, persaingan ketat di sektor wadah penyimpanan makanan, dengan kehadiran pemain baru dan perubahan preferensi konsumen, tetap menjadi tantangan besar yang harus dihadapi Tupperware di masa depan.
Kesepakatan penjualan aset dan privatisasi ini diambil Tupperware sebagai upaya untuk menghindari kebangkrutan total dan mempertahankan warisan perusahaan yang telah lama dikenal luas.
Dukungan dari pemberi pinjaman diharapkan memperkuat posisi Tupperware di pasar, meskipun jalan menuju pemulihan penuh mungkin masih panjang.
Baca Juga : Sejarah Berdirinya Tupperware yang Kini Terancam Bangkrut