Pria di Arab Dihukum Mati Gegara Nge-tweet dan YouTube

Seorang pensiunan guru sekolah yang tinggal di Kota Mekkah, di hukum mati atas aktivitasnya di platform X (sebelumnya Twitter) dan YouTube.

Pria di Arab Dihukum Mati Gegara Nge-tweet dan YouTube
Pria di Arab Dihukum Mati Gegara Nge-tweet dan YouTube. Gambar : Kolase Editor Bapera News hrw.org/Twitter/@joey_shea

BaperaNews - Pria Arab Saudi, Mohammed bin Nasser al-Ghamdi, di hukum mati atas aktivitasnya di platform X (sebelumnya Twitter) dan YouTube, termasuk ngetweet, memicu reaksi keras dari masyarakat dunia terkait hukuman mati dalam konteks media sosial.

Keputusan ini mengingatkan pada kasus sebelumnya di mana seorang mahasiswa doktor, Salma al-Shehab, dijatuhi hukuman 34 tahun penjara hanya karena cuitan di media sosial.

Mohammed bin Nasser al-Ghamdi adalah seorang pensiunan guru sekolah yang tinggal di Kota Mekkah. Kasusnya mencuat sebagai bagian dari upaya Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) untuk menghilangkan segala bentuk pembangkangan di Kerajaan Arab.

MBS saat ini sedang menjalankan proyek pembangunan besar-besaran dan kesepakatan diplomatik lainnya untuk meningkatkan profilnya secara global.

Hukuman mati di Arab Saudi, seperti yang dialami oleh Al-Ghamdi atas aktivitas di dunia maya, termasuk ngetweet, menuai protes keras dari berbagai pihak. Lina Alhathloul, kepala pemantauan dan advokasi di ALQST, sebuah kelompok advokasi berbasis di London, menyampaikan kekhawatiran atas tindakan keras pemerintah Saudi.

Menurutnya, hukuman penjara jangka panjang yang dijatuhkan kepada mereka yang mengekspresikan pendapatnya telah menjadi tren, seperti yang terjadi pada Salma al-Shehab yang dijatuhi hukuman 34 tahun penjara.

Baca Juga : Wanita Telanjang Dada di Prancis Ditangkap Polisi

Dalam dokumen pengadilan, al-Ghamdi dituduh mengkhianati agamanya, mengganggu keamanan masyarakat, berkonspirasi melawan pemerintah, serta menghina kerajaan dan putra mahkota.

Saudaranya, Saeed bin Nasser al-Ghamdi, yang tinggal di Inggris, adalah seorang kritikus terkenal terhadap pemerintahan Saudi. Saeed beranggapan bahwa tindakan pemerintah Saudi adalah upaya untuk memaksa dirinya kembali ke negara asalnya.

Reaksi terhadap hukuman mati Al-Ghamdi tidak hanya datang dari dalam negeri, tetapi juga dari kelompok hak asasi internasional. Joey Shea, seorang peneliti di Human Rights Watch, menggambarkan tindakan pengadilan Saudi sebagai penindasan yang mengerikan dan mencatat bahwa hukuman mati telah dikenakan hanya untuk tweet yang bersifat damai.

Arab Saudi telah lama menjadi salah satu negara dengan jumlah eksekusi hukuman mati paling tinggi di dunia, hanya setelah Tiongkok dan Iran.

Pada tahun 2022, menurut Amnesty International, Arab Saudi melaporkan eksekusi 196 narapidana, yang merupakan jumlah tertinggi dalam tiga puluh tahun terakhir. Pada satu hari di bulan Maret, kerajaan tersebut bahkan mengeksekusi 81 orang dalam eksekusi massal terbesar dalam sejarah modernnya.

Kasus Al-Ghamdi tampaknya menjadi preseden baru, di mana hukuman mati dikenakan karena aktivitas di dunia maya. Hal ini telah memicu perdebatan yang intens tentang batasan kebebasan berbicara dan tindakan pemerintah dalam menghadapi kritik di era digital ini.

Kontroversi ini akan terus memantau perkembangan situasi di Arab Saudi yang semakin ketat dalam mengendalikan suara-suara yang berbeda di dunia maya.

Baca Juga : 18 Perampok Truk Pengangkut Uang Ditembak Mati Polisi di Afrika Selatan