OJK bersama Kemenkeu Rencanakan Penyesuaian Pajak Kripto
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mempersiapkan penyesuaian pajak baru untuk transaksi aset kripto sebagai rencana pengalihan pengawasan dari Bappebti pada 2025.
BaperaNews - Industri aset kripto di Indonesia semakin berkembang, dan dengan pertumbuhan yang pesat ini, regulasi yang lebih matang pun semakin dibutuhkan. Hal ini menjadi perhatian utama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang kini sedang mempersiapkan penyesuaian pajak baru untuk transaksi aset kripto.
Langkah ini dilakukan menjelang rencana pengalihan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK pada awal tahun 2025.
Bagi para pelaku industri dan pemerintah, pajak kripto bukan hanya soal menarik pendapatan, tetapi juga sebagai alat untuk mengatur dan menjaga integritas pasar.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan OJK, Hasan Fawzi, pihaknya akan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk merumuskan besaran pajak kripto yang tepat. Saat ini, pajak kripto masih diatur dalam Keputusan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68 Tahun 2022, yang menetapkan tarif 0,1 persen sebagai PPh Pasal 22 Final.
Dengan pengawasan yang akan beralih ke OJK, diperkirakan pajak kripto akan mengalami perubahan signifikan. Salah satu perubahan yang diantisipasi adalah pengklasifikasian ulang aset kripto dari komoditas menjadi aset keuangan digital. Ini berarti, regulasi baru akan mencakup redefinisi kategori aset, yang tentunya akan berdampak pada aturan perpajakan.
Oscar Darmawan, CEO Indodax, salah satu platform jual beli aset kripto terbesar di Indonesia, memberikan respons yang penuh optimisme, meski tetap berhati-hati.
Dalam pernyataannya, Oscar mengungkapkan, "Sebagai pelaku industri, kami memahami bahwa regulasi merupakan elemen penting dalam menjaga integritas dan pertumbuhan pasar kripto. Kami menyambut baik inisiatif OJK untuk menciptakan regulasi yang lebih komprehensif dan sesuai dengan dinamika industri aset digital."
Baca Juga: OJK: Pelaku Judi Online Siap-Siap Masuk Daftar Hitam di Perbankan
Oscar juga menekankan pentingnya keseimbangan dalam penerapan kebijakan baru ini. Menurutnya, regulasi yang terlalu ketat atau memberatkan justru bisa menjadi penghalang bagi inovasi dan pertumbuhan industri.
"Kami berharap bahwa regulasi baru ini tidak hanya fokus pada aspek pengenaan pajak, tetapi juga mempertimbangkan potensi industri kripto sebagai pendorong ekonomi digital di Indonesia," jelasnya.
Dalam upaya memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan dapat menciptakan ekosistem yang sehat dan berkelanjutan, Oscar menyoroti perlunya dialog yang terbuka antara pemerintah dan para stakeholder.
"Kami siap untuk terus berkolaborasi dengan pihak regulator dalam memastikan kebijakan yang diambil mendukung pertumbuhan industri kripto sekaligus melindungi kepentingan investor. Kami percaya bahwa dengan regulasi yang tepat, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam ekonomi digital global," ujar Oscar.
Industri kripto di Indonesia telah menunjukkan kontribusi yang signifikan dalam hal pajak. Hingga Juni 2024, sektor ini telah menyumbang Rp798 miliar, di mana hampir 45 persen atau sekitar Rp350 miliar berasal dari Indodax. Selain itu, Indodax juga membayar pajak korporasi sebesar Rp234 miliar, belum termasuk pajak penghasilan pribadi (PPh) dari hampir 500 karyawannya.
Penting untuk diketahui, saat ini transaksi aset kripto di platform yang terdaftar di Bappebti dikenakan pajak sebesar 0,11 persen dari nilai transaksi. Jika transaksi dilakukan di platform yang tidak terdaftar di Bappebti, tarif pajaknya naik menjadi 0,22 persen.
Di sisi lain, pajak penghasilan (PPh) untuk transaksi kripto di platform yang terdaftar dikenakan sebesar 0,1 persen, sementara jika dilakukan di platform yang tidak terdaftar, tarifnya menjadi 0,2 persen.
Baca Juga: Negara Dikabarkan Kantongi Rp26,75 Triliun dari Pinjol dan Kripto