Ikahi: Gaji Hakim Tak Naik 12 Tahun hingga Sempat Terjebak Amukan Massa
Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) menyatakan bahwa gaji dan tunjangan hakim, tidak lagi mencukupi kebutuhan mereka karena belum mengalami kenaikan selama 12 tahun.
BaperaNews - Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) menyatakan bahwa gaji dan tunjangan hakim, terutama yang bertugas di daerah, tidak lagi mencukupi kebutuhan mereka karena belum mengalami kenaikan selama 12 tahun.
Aturan mengenai penghasilan hakim masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012, yang belum direvisi hingga kini, meski inflasi terus meningkat dan beban hidup semakin berat.
Ketua Umum Ikahi, Yasardi, mengungkapkan bahwa kondisi ini paling dirasakan oleh hakim-hakim muda dan hakim yang bertugas di daerah terpencil.
"Kenaikan inflasi dan macam-macamnya membuat penghasilan hakim, terutama yang di daerah-daerah, sudah tidak lagi memenuhi kebutuhan mereka," ujar Yasardi.
Salah satu contoh yang diberikan Yasardi adalah hakim yang bertugas di Papua. Mereka harus menyisihkan sebagian besar gajinya untuk biaya transportasi pulang ke kampung halaman.
“Bayangkan, hakim yang bertugas di Jayapura misalnya, jika mereka ingin pulang ke Jakarta atau Sumatera, harus dua kali naik pesawat. Anda bisa hitung sendiri berapa besar biayanya. Itu belum termasuk biaya untuk keluarga,” ungkap Yasardi.
Hakim-hakim yang bertugas di daerah terpencil menghadapi kesulitan ekonomi yang lebih besar dibandingkan hakim agung di Mahkamah Agung, yang tidak mengalami hambatan serupa. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan kesejahteraan antara hakim di pusat dan di daerah.
Menurut Yasardi, kondisi ekonomi yang semakin sulit ini menjadi salah satu alasan di balik rencana aksi protes yang akan dilakukan ribuan hakim di seluruh Indonesia.
Baca Juga : PN Surabaya Buka Suara Soal KY Pecat 3 Hakim yang Bebaskan Ronald Tannur
Mereka berencana mengambil cuti bersama sebagai bentuk protes terhadap pemerintah yang dianggap tidak memprioritaskan kesejahteraan hakim.
Juru Bicara Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia, Fauzan Arrasyid, menyebutkan bahwa ribuan hakim akan melakukan aksi cuti bersama selama lima hari, dari tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024.
Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pemerintah yang dinilai belum memperhatikan kesejahteraan hakim, khususnya terkait gaji dan tunjangan yang sudah lama tidak berubah.
"Gaji dan tunjangan hakim saat ini masih mengacu pada PP Nomor 94 Tahun 2012, di mana gaji pokok hakim disamakan dengan pegawai negeri sipil (PNS)," jelas Fauzan.
Berdasarkan aturan tersebut, gaji hakim berkisar antara Rp 2 juta hingga Rp 4 juta, dengan syarat hakim Golongan III harus mengabdi selama 30 tahun untuk mencapai angka Rp 4 juta, sementara hakim Golongan IV harus bekerja selama 24 tahun.
Meski hakim juga menerima tunjangan jabatan, jumlahnya tidak berubah sejak 12 tahun lalu. Fauzan menegaskan, "Akibatnya, banyak hakim merasa penghasilan yang mereka terima tidak mencerminkan tanggung jawab dan beban kerja yang diemban."
Di tengah meningkatnya ketidakpuasan dari para hakim, Ikahi dan Mahkamah Agung terus mendorong pemerintah untuk segera merevisi PP Nomor 94 Tahun 2012.
Menurut Yasardi, proses revisi tersebut sudah melewati beberapa tahapan penting, termasuk melalui presiden, Menteri Sekretaris Negara, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB). Saat ini, revisi PP tersebut tengah diproses di Kementerian Keuangan.
"Proses revisi sudah sampai di Kementerian Keuangan. Sekarang kita menunggu kapan mereka akan menyetujui perbaikan ini," jelas Yasardi.
Ia berharap, sebelum Presiden Joko Widodo menyelesaikan masa jabatannya pada 20 Oktober mendatang, revisi PP tersebut dapat segera ditandatangani.
"Mudah-mudahan Pak Jokowi bisa menandatangani sebelum beliau lengser, sehingga masalah ini bisa segera diselesaikan," tambahnya.
Baca Juga : 3 Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur Disanksi Pemberhentian oleh Komisi Yudisial