Kepala BKKBN Imbau untuk Hemat Biaya Prewedding Bagi Calon Pengantin

Kepala BKKBN mengingatkan calon pengantin untuk mengelola biaya pernikahan, memprioritaskan kesehatan daripada prewedding yang mahal. Baca selengkapnya di sini!

Kepala BKKBN Imbau untuk Hemat Biaya Prewedding Bagi Calon Pengantin
Kepala BKKBN Imbau untuk Hemat Biaya Prewedding Bagi Calon Pengantin. Gambar: rri.co.id

BaperaNews - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr. Hasto Wardoyo, mengingatkan para calon pengantin untuk lebih bijak dalam mengelola biaya pernikahan, khususnya terkait pengeluaran untuk foto prewedding.

Dr. Hasto menekankan pentingnya memprioritaskan pengeluaran pada kebutuhan yang lebih esensial daripada menghabiskan puluhan hingga ratusan juta rupiah untuk prewedding.

Pada acara "Siap Nikah Goes to Campus" yang berlangsung di Universitas Negeri Semarang, Jawa Tengah, Hasto menyampaikan bahwa biaya prewedding yang sering kali besar dapat dialihkan untuk hal-hal yang lebih mendukung kesehatan dan persiapan pernikahan.

"Pesan praktisnya itu jangan terlalu membesar-besarkan yang tidak penting. Contohnya prewedding. Kita itu bisa mencapai puluhan juta rupiah, bahkan ada yang sampai ratusan juta rupiah," jelasnya kepada media.

Ia menyarankan agar dana yang biasanya dialokasikan untuk prewedding dapat digunakan untuk kebutuhan seperti pemeriksaan kesehatan dan konsumsi obat penambah darah.

"Konsepsi untuk tes HB (hemoglobin), minum tablet tambah darah, itu dikerjakan. Padahal itu murah banget, bahkan ada yang gratis. Itu pesan saya," tambah Hasto.

Selain itu, Hasto mengingatkan agar pernikahan tidak dilakukan pada usia yang terlalu dini atau terlalu tua, serta pentingnya menjaga jarak kehamilan.

Ia merekomendasikan usia minimal untuk menikah adalah 21 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria, dengan jarak antar kehamilan yang ideal untuk menjaga kesehatan ibu dan anak.

Baca Juga: Thailand Jadi Negara Pertama di ASEAN yang Izinkan Pernikahan Sesama Jenis

"Jangan terlalu muda nikah. Jangan terlalu tua juga. Kemudian jangan terlalu sering hamil (jarak kehamilan terlalu dekat). Satu lagi jangan terlalu banyak. Sebetulnya target kita anak itu 2,1 (untuk setiap pasangan menikah)," ungkap Hasto.

Hasto juga menyoroti peningkatan perilaku seksual pranikah di kalangan remaja. Berdasarkan data yang dikemukakannya, sekitar 74% remaja laki-laki dan 69% remaja perempuan sudah melakukan hubungan seksual antara usia 15 hingga 19 tahun. Namun, mereka menunda pernikahan hingga di atas usia 22 tahun.

"Remaja-remaja kita hubungan seksnya maju. Tapi nikahnya mundur. Jadi sekarang hampir 74 persen remaja laki-laki dan 69 persen remaja perempuan sudah hubungan seks antara usia 15 sampai 19 tahun. Tapi nikahnya di atas 22 tahun," ujar Hasto.

Ia menegaskan bahwa perilaku ini dapat menyebabkan dampak sistemik, termasuk kelahiran anak-anak yang berisiko mengalami stunting akibat kurangnya perencanaan keluarga dan kesiapan orang tua.

"Kalau nanti banyak seks di luar nikah, otomatis banyak kejadian harus pakai dispensasi karena harus nikah, karena kecelakaan hamil di luar nikah. Anaknya akhirnya tidak terurus, stunting juga," tambahnya.

Mengingat tingginya angka seks pranikah, Hasto menekankan pentingnya pendidikan seks bagi remaja. Menurutnya, pendidikan seks bukan hanya tentang hubungan seksual, tetapi lebih kepada bagaimana melindungi organ reproduksi dan mencegah penyakit menular.

Pendidikan ini diharapkan dapat mengurangi risiko perilaku seksual yang tidak sehat dan menekan angka kehamilan di luar nikah.

"Kalau menurut saya pendidikan seks itu penting. Dan itu bukan pendidikan hubungan seks. Tujuannya bagaimana menyelamatkan organ reproduksi, supaya tidak ada penyakit menular. Sementara ini masih banyak menganggap tabu. Padahal kuncinya ada di sana," jelas Hasto.

Pesan Hasto tersebut sejalan dengan upaya BKKBN untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perencanaan keluarga dan kesehatan reproduksi.

Beberapa kampus di Indonesia telah mulai mengintegrasikan program edukasi pernikahan dan kesehatan reproduksi dalam kurikulum mereka sebagai bagian dari kampanye ini.

Baca Juga: MK Tolak Semua Gugatan Nikah Beda Agama