Imbas Kasus Bunuh Diri Mahasiswi PPDS, Dekan FK Undip Diberhentikan RSUP dr Kariadi
Dekan Fakultas Kedokteran Undip, Yan Wisnu, diberhentikan sementara setelah kasus bunuh diri mahasiswi PPDS.
BaperaNews - Kasus bunuh diri mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Undip telah mengakibatkan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip), Yan Wisnu, diberhentikan sementara dari posisinya sebagai dokter spesialis onkologi di RSUP Dr Kariadi.
Wakil Rektor IV Undip, Wijayanto, menyatakan bahwa keputusan tersebut terlalu terburu-buru, terutama karena investigasi oleh pihak kepolisian masih berlangsung.
Dia menekankan bahwa penghentian pembelajaran di PPDS yang dimulai sejak 14 Agustus 2024 juga menjadi masalah, karena hal ini merugikan mahasiswa PPDS dan pasien yang membutuhkan layanan medis.
“Penutupan program studi itu tidak hanya merugikan 80-an para mahasiswa PPDS lainnya. Namun juga masyarakat yang mesti panjang mengantre karena kelangkaan dokter di RS Karyadi,” ungkap Wijayanto.
Keputusan pemberhentian ini tertuang dalam surat resmi yang ditandatangani oleh Direktur Utama RSUP Dr Kariadi, dr Agus Akhmadi, pada 28 Agustus 2024. Surat tersebut berisi tentang penghentian sementara aktivitas klinis Dr dr Yan Wisnu Prajoko, M.Kes, Sp.B, Supsp.Onk(K).
Hal ini merupakan dampak dari dugaan kasus perundungan yang terjadi di PPDS Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif setelah kasus bunuh diri dokter ARL.
Menariknya, Wijayanto mengungkapkan bahwa keputusan tersebut diambil di bawah tekanan dari Kementerian Kesehatan.
Baca Juga: Kemenkes Sebut Mahasiswi PPDS Undip yang Bunuh Diri Dipalak Rp40 Juta Per Bulan
“Seorang residen, julukan untuk mahasiswa PPDS yang praktik di RS, mesti kerja lebih dari 80 jam seminggu. Tidur hanya 2-3 jam setiap hari. Kadang mesti bekerja hingga 24 jam alias sama sekali tidak tidur,” jelasnya.
Dia juga menyampaikan bahwa Undip mendorong agar investigasi dilakukan secara menyeluruh untuk menemukan akar masalah dari situasi ini.
“Undip sangat terbuka dengan hasil investigasi dari pihak luar, baik itu kepolisian maupun Kemenkes. Jika memang terbukti ada perundungan, hukuman untuk pelakunya jelas dan tegas, drop out,” tegasnya. Ini menunjukkan komitmen universitas untuk menangani isu bullying PPDS dengan serius.
Di sisi lain, Guru Besar Bidang Hukum Acara Pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Jenderal Soedirman, Prof Hibnu Nugroho, juga menyayangkan keputusan penghentian sementara Dekan FK Undip.
Menurutnya, keputusan tersebut seharusnya didasarkan pada penelitian internal dan evaluasi yang melibatkan semua pihak terkait.
“Tidak bisa ujuk-ujuk. Harusnya ada klarifikasi terlebih dahulu. Kalau ini namanya otoriter dan itu harus dilawan,” kata Hibnu.
Hibnu menambahkan bahwa penyebab wafatnya mahasiswi PPDS Undip, dr ARL, adalah ranah pihak kepolisian karena terkait dengan masalah pidana. Ia juga menekankan bahwa Kemenkes hanya memiliki kapasitas administrasi dan tidak seharusnya melakukan justifikasi melalui media.
“Jadi tidak bisa melakukan justifikasi melalui media,” katanya.
Lebih jauh, Hibnu mengajak semua civitas akademika untuk memerangi praktik perundungan yang terjadi di lingkungan pendidikan.
“Kalau betul itu (perundungan) terjadi maka harus ada perbaikan. Tapi ketika belum cukup bukti maka jangan terlalu dini untuk menggiring opini terjadi perundungan, apalagi sampai dugaan bunuh diri,” ujarnya.
Baca Juga: Ayah Aulia Mahasiswi Kedokteran Undip yang Bunuh Diri Meninggal Dunia, Ini Penyebabnya!