Gempa 5,8 M Melanda Gunungkidul, BMKG Sebut Guncangan Berasal dari Zona Megathrust
Pada 26 Agustus 2024, gempa berkekuatan 5,8 mengguncang Gunungkidul, Yogyakarta. BMKG memastikan gempa ini tidak berpotensi tsunami.
BaperaNews - Pada Senin malam, (26/8), Gunungkidul, Yogyakarta, diguncang oleh gempa berkekuatan magnitudo 5,8. Kejadian ini terjadi tepat pada pukul 19.57 WIB dan menjadi perhatian banyak orang, terutama bagi mereka yang tinggal di sekitar daerah tersebut.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Gempa Gunungkidul ini bersumber dari zona megathrust yang terletak di selatan DI Yogyakarta.
Episenter gempa ini berada di laut, sekitar 95 km barat daya Gunungkidul, dengan kedalaman 30 km. Daryono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, menjelaskan bahwa lokasi hiposenter gempa Gunungkidul ini berada pada penampang melintang zona subduksi di selatan Yogyakarta.
"Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalamannya, gempa selatan Gn. Kidul M5,5 merupakan jenis gempa dangkal akibat deformasi batuan di bidang kontak antar lempeng," ungkapnya.
Proses subduksi yang terjadi di zona megathrust ini dapat menyebabkan penumpukan energi yang besar. Energi ini bisa terlepas secara tiba-tiba, yang berpotensi menyebabkan gempa besar hingga memicu tsunami. Namun, BMKG menegaskan bahwa gempa Gunungkidul yang terjadi tidak berpotensi tsunami.
"Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa Gn Kidul M5,5 yang terjadi TIDAK BERPOTENSI TSUNAMI," tambah Daryono.
Baca Juga: Klarifikasi BMKG Soal Heboh Gempa Megathrust yang Disebut 'Tinggal Menunggu Waktu'
Getaran gempa ini dirasakan di berbagai daerah, termasuk Sleman, Yogyakarta, Kulonprogo, dan Bantul dengan skala intensitas III-IV MMI (Modified Mercalli Intensity).
Di daerah yang lebih jauh seperti Karangkates, Malang, Pacitan, dan beberapa kota lainnya, getaran dirasakan dengan skala intensitas II-III MMI. Semakin besar angka skala MMI, semakin kuat getaran yang dirasakan oleh masyarakat.
Hingga Selasa, (27/8), pukul 07.00 WIB, BMKG mencatat telah terjadi 77 kali aktivitas gempa bumi susulan (aftershock) dengan magnitudo terbesar 4,0 dan terkecil 2,3. Ini menunjukkan bahwa aktivitas seismik di daerah tersebut masih berlangsung.
BMKG juga memberikan informasi mengenai skala MMI yang bisa membantu masyarakat memahami tingkat getaran gempa.
Misalnya, pada skala I MMI, getaran tidak dapat dirasakan kecuali dalam keadaan luar biasa, sedangkan pada skala VI MMI, getaran dirasakan oleh semua orang dan dapat menyebabkan kerusakan ringan pada bangunan. Ini penting untuk diketahui agar masyarakat bisa lebih siap menghadapi situasi darurat.