Bupati Konsel Somasi Guru Supriyani Terkait Pencemaran Nama Baik
Kasus dugaan pemukulan murid oleh guru honorer Supriyani di Konawe Selatan berkembang, termasuk somasi dari Bupati terkait pencemaran nama baik dan dugaan pemerasan.
BaperanNews - Kasus dugaan pemukulan murid oleh guru honorer di Konawe Selatan, Supriyani (37), terus berlanjut dan berkembang. Supriyani, yang mengajar di SD Negeri 4 Baito, Kecamatan Baito, dituduh memukul seorang murid dengan sapu ijuk hingga memar pada 24 April 2024.
Sang murid adalah anak dari Aipda Hasyim Wibowo, Kepala Unit Intelijen Polsek Baito. Meski Supriyani membantah melakukan pemukulan, orang tua korban tetap melaporkannya ke Polsek Baito. Kasus ini semakin kompleks setelah Bupati Konawe Selatan, Surunuddin Dangga, mengeluarkan somasi terhadap guru Supriyani dengan tuduhan pencemaran nama baik terkait pencabutan surat perjanjian damai.
Bupati Surunuddin mengeluarkan somasi setelah Supriyani mencabut kesepakatan damai yang difasilitasi oleh Pemkab Konawe Selatan. Dalam somasi tersebut, Pemkab menyatakan bahwa kesepakatan damai dibuat secara sukarela tanpa tekanan, dengan tujuan menyelesaikan masalah secara kekeluargaan.
Namun, Supriyani mengaku menandatangani kesepakatan tersebut di bawah tekanan, dan merasa tidak diberi kesempatan untuk membaca isi perjanjian damai sebelum menandatanganinya. Hal inilah yang memicu Supriyani untuk membatalkan perjanjian damai tersebut, yang kemudian disusul dengan somasi dari Bupati Konawe Selatan.
Baca Juga : Warga Bogor Gelar Demo Sambil Masak Jengkol dan Ikan Cue di Balai Kota
Dalam somasi yang diterima Supriyani, Pemkab Konawe Selatan menuntutnya untuk segera mengklarifikasi tuduhan pencemaran nama baik serta membatalkan surat pencabutan kesepakatan damai dalam waktu 24 jam. Jika permintaan tersebut tidak dipenuhi, Pemkab mengancam akan menempuh jalur hukum. Pernyataan ini dirilis oleh Pemkab pada Kamis (7/11) seperti yang dilansir dari Kompas.com.
Pada perkembangan lain, hasil pemeriksaan dokter forensik Rumah Sakit Bhayangkara Kendari, Raja Al-Fath, mengungkapkan bahwa luka pada tubuh korban tidak sesuai dengan dugaan luka akibat pukulan sapu ijuk. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Kamis (7/11/2024), Raja Al-Fath menyampaikan bahwa luka pada korban lebih mirip luka melepuh atau lecet, bukan luka memar akibat benda tumpul seperti sapu ijuk.
Menurutnya, luka tersebut lebih mungkin disebabkan oleh gesekan dengan permukaan kasar. Raja juga menjelaskan bahwa luka lecet atau robek pada kulit umumnya terjadi jika pukulan langsung mengenai kulit, sementara dalam kasus ini, luka yang timbul lebih mirip luka akibat gesekan.
Di tengah proses hukum yang berjalan, Supriyani mengungkapkan adanya tekanan finansial yang dirasakannya. Melalui kuasa hukumnya, Andri Darmawan, Supriyani mengaku diminta uang hingga tiga kali oleh oknum terkait untuk menghentikan proses hukumnya.
Menurut Andri, Supriyani diminta untuk membayar uang damai sebesar Rp 50 juta kepada oknum di kepolisian agar kasus tersebut tidak dilanjutkan. Selain itu, dia juga mengaku diminta untuk membayar Rp 2 juta kepada Polsek Baito agar tidak ditahan sebagai tersangka. Tidak hanya itu, Supriyani juga mengklaim diminta uang Rp 15 juta oleh pihak Kejaksaan Negeri Konawe Selatan agar tidak ditahan selama proses hukum berlangsung.
Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, Ujang Sutisna, membantah adanya permintaan uang tersebut. Dia menyatakan bahwa tuduhan yang dilontarkan oleh Supriyani tidak memiliki dasar dan tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Sementara itu, pihak kepolisian dan kejaksaan juga menolak tuduhan adanya permintaan uang untuk mengamankan status hukum Supriyani.
Baca Juga: Imbas Kasus Guru Honorer Supriyani, PGRI Baito Tolak Siswa Anak Polisi Kembali Bersekolah