BPOM Singapura Resmi Izinkan Konsumsi 16 Serangga Ini
Singapura menghadapi perubahan besar dengan memperbolehkan konsumsi 16 jenis serangga, yang mana serangga diakui kaya akan protein.
BaperaNews - Badan Pengawas Pangan Singapura (SFA) telah resmi mengizinkan konsumsi 16 jenis serangga di Singapura, menandai langkah besar dalam diversifikasi sumber protein bagi warga. Aturan baru ini didasari oleh pertimbangan bahwa serangga kaya akan nutrisi dan dapat menjadi alternatif daging sebagai sumber protein yang lebih berkelanjutan.
Namun, survei yang dilakukan oleh Channel News Asia menunjukkan bahwa 80 persen warga Singapura enggan mencoba serangga.
"Aku tidak bisa membayangkannya. Aku skip," kata seorang warganet menanggapi aturan baru tersebut.
Survei ini disertai dengan video uji rasa, di mana komponen ikan bilis atau ikan teri goreng dalam sepiring nasi lemak diganti dengan jangkrik hingga ulat sutera. Reaksi warga menunjukkan ketidaksukaan terhadap rasa dan tekstur serangga, yang sulit diterima bahkan dalam waktu satu hingga tiga detik setelah masuk mulut.
Asisten Profesor Nalini Puniamoorthy dari Departemen Ilmu Biologi Universitas Nasional Singapura (NUS) mengatakan bahwa penelitian saat ini belum cukup untuk memastikan minat konsumsi serangga di kalangan warga Singapura.
Namun, ia menekankan pentingnya mencari sumber protein alternatif dan berkelanjutan, mengingat krisis pangan global dan kekhawatiran terhadap perubahan iklim.
Baca Juga: BPOM RI Berencana Tiru Label 'Nutri-Grade' dari Singapura
Serangga dikenal kaya akan protein, meskipun konsentrasinya bervariasi antarspesies. Satu porsi 100 gram jangkrik umumnya mengandung sekitar 65 gram protein, lebih dari dua kali lipat dalam porsi serupa dada ayam.
Selain kaya protein, serangga juga menyediakan beberapa asam lemak bermanfaat seperti omega-3 dan asam lemak tak jenuh lainnya. Mereka juga menjadi sumber vitamin yang baik, seperti B12 dan riboflavin, serta mineral seperti zat besi dan seng.
"Mereka yang tidak menyukai mengonsumsi serangga secara langsung, tetapi ingin mendapatkan khasiatnya, dapat memilih alternatif seperti bubuk protein berbahan serangga yang dapat dimasukkan ke dalam smoothie hingga hidangan lainnya," tambah Prof Puniamoorthy.
Seringkali, serangga yang digoreng memberikan rasa renyah, namun tidak banyak rasa lain selain bumbu yang digunakan. Ada metode memasak yang lebih sehat tanpa mengurangi teksturnya, seperti merebus atau mengukus serangga.
Misalnya, di Korea Selatan, kepompong ulat sutera atau beondegi diolah dengan cara direbus atau dikukus. Selain itu, serangga juga bisa diolah dengan cara dehidrasi untuk mengeringkannya atau digiling menjadi bubuk untuk digunakan dalam pembuatan kue atau dimasukkan ke dalam makanan lain.
Kitin, komponen utama dari banyak kerangka luar serangga, juga memiliki manfaat bagi kesehatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kitin dapat membantu pencernaan dengan sifat antimikroba.
Seiring semakin terbiasanya selera makan orang Singapura terhadap serangga, ada kemungkinan serangga dapat beralih dari makanan baru ke makanan lokal yang sangat digemari.
"Saya pikir, pada akhirnya, jika bahan-bahan yang digunakan untuk membuat suatu hidangan bergizi dan lezat, orang Singapura dalam diri saya mungkin akan mengantre untuk mendapatkannya," kata Prof Puniamoorthy.
Meski saat ini masih ada penolakan, perubahan ini diharapkan dapat terjadi secara bertahap, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan manfaat nutrisi dan keberlanjutan serangga sebagai sumber protein alternatif.
Baca Juga: BPOM Temukan Skincare Berbahaya di 731 Klinik Kecantikan