Bahlil: Dahulu Protes Izin Tambang Dikasih Asing dan Konglo, Sekarang Dikasih ke Tokoh Agama Kok Ribut?
Pemerintah Indonesia memberikan prioritas WIUPK kepada ormas keagamaan. Kebijakan ini menuai kritik dan dukungan.
BaperaNews – Pemerintah Indonesia saat ini memberikan prioritas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan di Indonesia.
Langkah ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024, yang merupakan perubahan dari PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa pemerintah berkomitmen untuk memberikan konsesi tambang kepada pihak-pihak yang dapat memaksimalkan manfaatnya bagi rakyat Indonesia.
"Semakin banyak, semakin saya kasih. Saya kalau dikasih kewenangan oleh aturan untuk kasih, kita perluas. Bila perlu kampus juga kita kasih," kata Bahlil dalam program Economic Update CNBC Indonesia, Kamis (1/8).
Namun, keputusan ini tidak lepas dari kritik. Berbagai kalangan mempertanyakan alasan di balik penawaran konsesi tambang kepada tokoh-tokoh agama. Menanggapi hal ini, Bahlil menegaskan bahwa sebelumnya publik juga menolak jika konsesi tambang diberikan kepada pihak asing atau konglomerat.
"Saya tanyain, kalian ini mau apa sih? Dulu waktu di BKPM bilang jangan kasih ke asing terus. Jangan kasih ke konglomerat terus. Begitu kasih ke tokoh agama, ribut lagi. Ini cocoknya kita kasih ke siapa? Mungkin ke makhluk yang tidak kelihatan boleh, baru tidak protes kah?" ujarnya.
Bahlil menilai bahwa penawaran WIUPK kepada ormas keagamaan merupakan implementasi dari amanah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33.
Baca Juga: Bahlil Bongkar Investasi Starlink di Indonesia Senilai Rp30 M
"Kekayaan laut, udara, darat, laut, dan seluruhnya itu dikuasai oleh negara, dan dipakai, dipergunakan semaksimal mungkin, seadil mungkin untuk kesejahteraan rakyat. Artinya apa? Retribusi," tandasnya.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2024 menjadi dasar hukum dari kebijakan ini. Peraturan ini mengatur tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, yang sebelumnya diatur oleh PP Nomor 96 Tahun 2021.
Dengan perubahan ini, pemerintah memiliki dasar untuk memberikan prioritas WIUPK kepada ormas keagamaan.
Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk memastikan bahwa kekayaan alam Indonesia dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Bahlil menegaskan bahwa konsesi tambang yang diberikan kepada ormas keagamaan diharapkan dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat.
"Kita ingin agar kekayaan alam ini dapat digunakan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan rakyat, sesuai dengan amanat konstitusi kita," jelas Bahlil.
Namun, keputusan ini juga menimbulkan sejumlah pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan konsesi tambang.
Kritik yang muncul menunjukkan kekhawatiran bahwa pemberian konsesi kepada ormas keagamaan bisa saja menimbulkan masalah baru dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia.
Sejumlah kalangan masyarakat dan pengamat mengkritik kebijakan ini, mempertanyakan apakah ormas keagamaan memiliki kapabilitas yang cukup untuk mengelola konsesi tambang secara profesional dan berkelanjutan.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini bisa memicu konflik kepentingan dan kurangnya transparansi dalam pengelolaan tambang.
Bahlil menanggapi kritik tersebut dengan menyatakan bahwa semua pihak harus memberikan kesempatan kepada ormas keagamaan untuk membuktikan kemampuannya dalam mengelola tambang.
"Kita perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk membuktikan bahwa mereka juga bisa mengelola tambang dengan baik dan memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat," ujarnya.
Baca Juga: Bahlil Lahadahlia: Jokowi Pasti Dukung Paslon 02 Usai Pose 2 Jari