Ditjen Pajak Buka Suara Soal Rencana Tax Amnesty Jilid III Masuk Prolegnas 2025
Ditjen Pajak mengungkapkan rencana Tax Amnesty Jilid III yang masuk Prolegnas 2025, bertujuan tingkatkan penerimaan negara dan dorong kepatuhan pajak.
BaperaNews - Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya memberikan pernyataan resmi mengenai rencana Tax Amnesty Jilid III yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti, menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty ini masih dalam tahap pendalaman.
"Terkait Rancangan Undang-Undang Tax Amnesty, kami akan mendalami rencana tersebut," ujar Dwi kepada media pada Jumat (22/11),
Sebelumnya, pemerintah bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sepakat untuk memasukkan RUU mengenai perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ke dalam Prolegnas 2025.
Kesepakatan ini diambil dalam rapat yang berlangsung pada Senin, 18 November, pukul 22:15 WIB. Tax Amnesty sebelumnya telah dilakukan oleh Kemenkeu dalam dua periode, yaitu pada 28 Juni hingga 31 Desember 2016 dan pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022.
Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, mengakui bahwa rencana memasukkan Tax Amnesty Jilid III ke dalam Prolegnas 2025 terkesan mendadak.
"Di tengah-tengah itu kan memang kita tidak pernah merencanakan Tax Amnesty. Ini datang mendadak begini," ungkap Misbakhun di Gedung Bappenas, Jakarta, pada Selasa, 19 November.
Ia menambahkan bahwa keputusan untuk mengajukan RUU Tax Amnesty sebagai prioritas legislasi tahun 2025 merupakan usulan pemerintah dan Baleg DPR dalam rapat bersama.
RUU Tax Amnesty Jilid III bertujuan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016, yang merupakan landasan hukum bagi program pengampunan pajak sebelumnya.
Pemerintah berharap melalui RUU ini, kebijakan pengampunan pajak dapat kembali menjadi alat untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan.
Dalam pelaksanaannya yang lalu, program Tax Amnesty bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak yang belum melaporkan seluruh hartanya agar dapat mengungkapkan dan membayar pajak tanpa harus menghadapi sanksi administratif yang berat.
Tax Amnesty pada tahun 2016 berhasil menarik banyak partisipasi dari para wajib pajak di Indonesia, dengan total harta yang dideklarasikan mencapai ratusan triliun rupiah.
Pemerintah menganggap program tersebut berhasil dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan mengembalikan harta yang sebelumnya tidak terdaftar dalam sistem perpajakan Indonesia.
Namun, kebijakan ini juga sempat menuai kritik karena dianggap sebagai bentuk pemutihan bagi mereka yang menghindari pajak.
Rencana pengajuan RUU Tax Amnesty Jilid III ini menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Beberapa pihak menilai bahwa program pengampunan pajak sebelumnya telah memberikan keuntungan besar bagi pemerintah, namun ada juga yang menganggap kebijakan ini tidak adil bagi wajib pajak yang telah patuh melaporkan harta mereka selama ini.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa program ini dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk membersihkan harta yang diperoleh secara tidak sah.
Dwi Astuti menyatakan bahwa Kemenkeu masih dalam tahap mempertimbangkan berbagai aspek sebelum membuat keputusan final mengenai pelaksanaan Tax Amnesty Jilid III.
Ia menekankan pentingnya mendalami semua aspek terkait, termasuk potensi penerimaan negara dan dampak terhadap kepatuhan pajak masyarakat.
"Kami akan mempertimbangkan semua opsi dan mendalami setiap rencana sebelum mengambil keputusan lebih lanjut," kata Dwi.
Sementara itu, Mukhamad Misbakhun juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses legislasi Tax Amnesty Jilid III ini.
Ia berharap pemerintah dan DPR dapat mengedepankan kepentingan nasional dalam setiap tahap pembahasan dan tidak terjebak dalam kepentingan kelompok tertentu.
Misbakhun menegaskan bahwa meski rencana ini datang secara mendadak, keputusan untuk memasukkannya ke dalam Prolegnas 2025 merupakan langkah strategis dalam memperkuat sistem perpajakan di Indonesia.
Baca Juga : Tax Amnesty Jadi Program Prioritas Pemerintah dan DPR pada 2025
Selain itu, pemerintah berharap program ini dapat menjadi pendorong ekonomi yang signifikan, terutama di tengah tantangan ekonomi global yang kian kompleks.
Dengan adanya potensi tambahan penerimaan pajak dari program Tax Amnesty, pemerintah berencana menggunakan dana yang diperoleh untuk membiayai berbagai proyek pembangunan nasional, termasuk infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya memberikan pernyataan resmi mengenai rencana Tax Amnesty Jilid III yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti, menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty ini masih dalam tahap pendalaman.
"Terkait Rancangan Undang-Undang Tax Amnesty, kami akan mendalami rencana tersebut," ujar Dwi kepada media pada Jumat (22/11),
Sebelumnya, pemerintah bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sepakat untuk memasukkan RUU mengenai perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ke dalam Prolegnas 2025.
Kesepakatan ini diambil dalam rapat yang berlangsung pada Senin, 18 November, pukul 22:15 WIB. Tax Amnesty sebelumnya telah dilakukan oleh Kemenkeu dalam dua periode, yaitu pada 28 Juni hingga 31 Desember 2016 dan pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022.
Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, mengakui bahwa rencana memasukkan Tax Amnesty Jilid III ke dalam Prolegnas 2025 terkesan mendadak.
"Di tengah-tengah itu kan memang kita tidak pernah merencanakan Tax Amnesty. Ini datang mendadak begini," ungkap Misbakhun di Gedung Bappenas, Jakarta, pada Selasa, 19 November.
Ia menambahkan bahwa keputusan untuk mengajukan RUU Tax Amnesty sebagai prioritas legislasi tahun 2025 merupakan usulan pemerintah dan Baleg DPR dalam rapat bersama.
RUU Tax Amnesty Jilid III bertujuan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016, yang merupakan landasan hukum bagi program pengampunan pajak sebelumnya.
Pemerintah berharap melalui RUU ini, kebijakan pengampunan pajak dapat kembali menjadi alat untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan.
Dalam pelaksanaannya yang lalu, program Tax Amnesty bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak yang belum melaporkan seluruh hartanya agar dapat mengungkapkan dan membayar pajak tanpa harus menghadapi sanksi administratif yang berat.
Tax Amnesty pada tahun 2016 berhasil menarik banyak partisipasi dari para wajib pajak di Indonesia, dengan total harta yang dideklarasikan mencapai ratusan triliun rupiah.
Pemerintah menganggap program tersebut berhasil dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan mengembalikan harta yang sebelumnya tidak terdaftar dalam sistem perpajakan Indonesia.
Namun, kebijakan ini juga sempat menuai kritik karena dianggap sebagai bentuk pemutihan bagi mereka yang menghindari pajak.
Rencana pengajuan RUU Tax Amnesty Jilid III ini menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat.
Beberapa pihak menilai bahwa program pengampunan pajak sebelumnya telah memberikan keuntungan besar bagi pemerintah, namun ada juga yang menganggap kebijakan ini tidak adil bagi wajib pajak yang telah patuh melaporkan harta mereka selama ini.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa program ini dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk membersihkan harta yang diperoleh secara tidak sah.
Dwi Astuti menyatakan bahwa Kemenkeu masih dalam tahap mempertimbangkan berbagai aspek sebelum membuat keputusan final mengenai pelaksanaan Tax Amnesty Jilid III.
Ia menekankan pentingnya mendalami semua aspek terkait, termasuk potensi penerimaan negara dan dampak terhadap kepatuhan pajak masyarakat.
"Kami akan mempertimbangkan semua opsi dan mendalami setiap rencana sebelum mengambil keputusan lebih lanjut," kata Dwi.
Sementara itu, Mukhamad Misbakhun juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses legislasi Tax Amnesty Jilid III ini.
Ia berharap pemerintah dan DPR dapat mengedepankan kepentingan nasional dalam setiap tahap pembahasan dan tidak terjebak dalam kepentingan kelompok tertentu.
Misbakhun menegaskan bahwa meski rencana ini datang secara mendadak, keputusan untuk memasukkannya ke dalam Prolegnas 2025 merupakan langkah strategis dalam memperkuat sistem perpajakan di Indonesia.
Selain itu, pemerintah berharap program ini dapat menjadi pendorong ekonomi yang signifikan, terutama di tengah tantangan ekonomi global yang kian kompleks.
Dengan adanya potensi tambahan penerimaan pajak dari program Tax Amnesty, pemerintah berencana menggunakan dana yang diperoleh untuk membiayai berbagai proyek pembangunan nasional, termasuk infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Baca Juga : RUU Larangan Konsumsi Daging Anjing Gagal Lolos Prolegnas DPR