WNA China Curi Emas 774 Kg dari Tambang Ilegal di Ketapang, Raup Rp1,02 T
Seorang WNA asal China inisial YH tengah menjalani proses hukum setelah terbukti mencuri emas sebanyak 774 kg dari tambang ilegal di Ketapang.
BaperaNews - Seorang warga negara asing (WNA) asal China berinisial YH tengah menjalani proses hukum setelah terbukti mencuri emas dari tambang ilegal di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Dalam aksinya, YH berhasil mencuri emas sebanyak 774,27 kg dan perak 937,7 kg dari lokasi penambangan tanpa izin, menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 1,02 triliun. Kasus ini telah dibawa ke Pengadilan Negeri Ketapang pada 29 Agustus 2024.
Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), volume batuan bijih emas yang tergali mencapai 2.687,4 meter kubik, dengan kandungan emas yang sangat tinggi.
Berdasarkan hasil uji sampel di lokasi tambang, kandungan emas dalam batuan mencapai 136 gram per ton, sementara batu tergiling memiliki kadar emas sebesar 337 gram per ton. Sampel ini menunjukkan bahwa penambangan yang dilakukan oleh YH berada di area dengan kualitas emas yang tinggi.
YH melakukan penambangan ilegal dengan memanfaatkan lubang tambang atau tunnel yang berada di wilayah tambang berizin.
Lubang tambang tersebut seharusnya digunakan untuk pemeliharaan, namun justru dimanfaatkan untuk aktivitas penambangan ilegal. Setelah emas diambil, dilakukan pemurnian sebelum hasil emas dijual dalam bentuk ore (bijih) atau bullion emas.
Dalam persidangan, terungkap bahwa YH juga menggunakan merkuri (air raksa) dalam proses pemisahan bijih emas dari mineral lainnya.
Dari sampel yang diambil, ditemukan kandungan merkuri sebesar 41,35 mg/kg, menunjukkan tingginya penggunaan bahan kimia berbahaya dalam aktivitas tambang emas ilegal ini.
Penggunaan merkuri ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga membahayakan kesehatan pekerja di lokasi tersebut.
Baca Juga : 11 Orang Meninggal Dunia di Lokasi Diduga Tambang Emas Ilegal di Solok
Kasus penambangan ilegal ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga berdampak pada lingkungan sekitar tambang. Penambangan tanpa izin di Ketapang, Kalimantan Barat, menimbulkan kerusakan pada area tambang yang seharusnya dilakukan pemeliharaan.
Aktivitas ini mengganggu wilayah antara dua perusahaan emas, yaitu PT BRT dan PT SPM, yang hingga saat ini belum mendapatkan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk produksi tahun 2024-2026.
Penambangan emas ilegal oleh WNA China ini menjadi salah satu contoh nyata bagaimana eksploitasi sumber daya alam secara ilegal dapat berdampak signifikan, baik dari segi lingkungan maupun kerugian negara.
Kejaksaan Negeri Ketapang saat ini masih terus mengembangkan perkara ini, termasuk kemungkinan adanya pelanggaran undang-undang lain di luar Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).
YH saat ini didakwa berdasarkan Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam pasal tersebut, pelaku penambangan tanpa izin dapat diancam hukuman kurungan hingga lima tahun penjara dan denda maksimal Rp 100 miliar.
Sidang kasus ini akan berlangsung dalam beberapa tahap, termasuk pemanggilan saksi dari penasihat hukum, ahli, hingga pembacaan tuntutan pidana oleh jaksa.
Kejaksaan Negeri Ketapang akan melanjutkan sidang ini dalam enam tahap, yang meliputi pemeriksaan saksi, ahli, tuntutan pidana (requisitoir), pembelaan (pledoi) replik dan duplik, serta pembacaan putusan akhir.
Pihak Kejaksaan juga berencana mengembangkan perkara ini lebih jauh untuk menjerat YH dengan pelanggaran undang-undang lain yang relevan.
Dalam proses penyelidikan, sejumlah barang bukti yang ditemukan di lokasi tambang ilegal juga telah disita oleh penyidik. Beberapa peralatan yang digunakan untuk aktivitas tambang ilegal ini antara lain alat ketok atau labelling, saringan emas, cetakan emas, dan induction smelting.
Selain itu, ditemukan pula alat berat seperti lower loader dan dump truck listrik, yang digunakan untuk memperlancar proses penambangan.
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh surveyor independen, panjang terowongan yang digunakan untuk aktivitas penambangan ilegal ini mencapai 1.648,3 meter dengan total volume 4.467,2 meter kubik.
Penggunaan infrastruktur tambang berizin untuk kegiatan ilegal ini menunjukkan bahwa pelaku memanfaatkan celah dalam pengawasan tambang yang seharusnya dikelola secara ketat.
Baca Juga : Viral Pendaki Temukan Kerangka Manusia Berlumut di Gunung Sumbing Wonosobo