Ranny Fahd A Rafiq : Negara Harus Fokus Pada Kesehatan Mental dan Menekan Angka Bunuh Diri di Indonesia
Ranny Fahd A Rafiq menyampaikan bahwa pemerintah harus fokus dalam menangani kesehatan mental dan menekan angka bunuh diri di Indonesia, terutama di kalangan remaja.
BaperaNews - Kesehatan mental masyarakat Indonesia harus menjadi perhatian serius pemerintah, bukan hanya kesehatan fisik. Menurut data WHO, lebih dari 720.000 orang meninggal akibat bunuh diri setiap tahun, dan yang mengejutkan, bunuh diri menjadi penyebab kematian ketiga terbesar di kalangan usia 15-29 tahun.
Pernyataan ini disampaikan oleh Ranny Fahd A. Rafiq di Gedung DPR RI pada Kamis, 17 Oktober.
Anggota DPR RI ini menyoroti bahwa hampir 73% kasus bunuh diri global terjadi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah.
Di Indonesia, setiap hari sekitar lima orang meninggal karena bunuh diri, dengan 34,1% di antaranya adalah perempuan dan 65,9% laki-laki. Berdasarkan data yang sama, usia termuda korban bunuh diri di Indonesia adalah 12 tahun dan usia tertua 90 tahun.
"Menurut data dari POLRI, terdapat 1.064 kasus bunuh diri yang tercatat dari tahun 2020 hingga 2021. Angka ini hanya yang tercatat, loh," ujar Ranny.
Istri dari Fahd A. Rafiq ini menambahkan bahwa kesehatan mental, terutama terkait bunuh diri, harus ditangani secara serius. Kasus ini tidak hanya menimpa masyarakat umum, tetapi juga pejabat, ASN, anggota TNI, dan Polri. "Trauma, tekanan, atau ketidakmampuan menerima kenyataan sering menjadi penyebab utama bunuh diri di Indonesia," ungkap Ranny.
Baca Juga : Ranny Fahd A Rafiq: Saya Berada di DPR Untuk Selamatkan Banyak Nyawa Masyarakat Indonesia, Ini Pointnya!
Bunuh diri yang disebabkan oleh gangguan mental paling banyak terjadi pada usia 20 tahun, di mana kecemasan dan depresi menjadi faktor utama. "Bahkan dokter dan perawat sangat rentan mengalami depresi dan bunuh diri," tambahnya.
Ranny juga menyoroti data yang mencengangkan, yaitu adanya 360 percobaan bunuh diri pada tahun 2022. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap tingginya angka bunuh diri ini adalah beban kerja ekstrem, intimidasi dalam lingkungan kerja, kurang tidur, kurangnya dukungan, dan kelelahan yang berlebihan.
Menurutnya, 41% dari mereka yang melakukan bunuh diri menggunakan metode gantung diri, 21% dengan meminum pestisida, dan 38% lainnya melalui overdosis, melompat dari ketinggian, menembak diri sendiri, atau menyayat pembuluh darah.
Pentingnya kesadaran akan kesehatan mental kini mulai diperhatikan oleh berbagai kalangan. "Setidaknya 1 dari 16 orang berusia di atas 15 tahun terdiagnosis mengalami depresi," ujar Ranny. "Dua kata, 'depresi' dan 'skizofrenia', hampir menjadi bahasa sehari-hari, terutama di kota-kota besar di Indonesia."
Ranny menegaskan bahwa kesehatan mental kini menjadi gangguan kesehatan yang paling dikhawatirkan di seluruh dunia, bahkan lebih dari penyakit fisik yang mematikan. "Ini lebih mengkhawatirkan, catat baik-baik," tegasnya.
Dia juga menambahkan bahwa profesi lain yang sangat rentan terhadap masalah kesehatan mental adalah artis atau figur publik. Faktor-faktor penyebabnya tidak jauh berbeda dari yang sudah disebutkan sebelumnya. "Korea Selatan memiliki angka bunuh diri tertinggi di Asia, disusul oleh Rusia, sementara negara Lesotho mencatat angka bunuh diri tertinggi di dunia."
Ranny menjelaskan beberapa tanda yang bisa menunjukkan seseorang berpotensi melakukan bunuh diri, seperti ungkapan langsung keinginan untuk mengakhiri hidup, menarik diri dari lingkungan, depresi, perilaku ceroboh, perubahan penampilan, penyalahgunaan zat atau alkohol, dan mengalami kehilangan atau perubahan mendadak yang besar.
"Menyelamatkan nyawa masyarakat Indonesia bukan hanya tentang penyakit fisik, tetapi juga kesehatan mental yang mempengaruhi keinginan seseorang untuk mengakhiri hidupnya," tutup Ranny.
Baca Juga : Ranny Fahd A Rafiq Dukung Kemenkes dalam Bangun Sistem Kesehatan yang Lebih Tangguh dan Terintegrasi
Penulis : ASW