Dua Remaja di Lampung Ditangkap Karena Rudapaksa Anak di Bawah Umur
Dua remaja di Bandar Lampung ditangkap atas dugaan rudapaksa anak di bawah umur, menggunakan metode manipulatif untuk mengendalikan korban.
BaperaNews - Pada Selasa (29/10/2024), Kepolisian Sektor Sukarame, Bandar Lampung, menahan dua remaja yang diduga terlibat dalam kasus persetubuhan anak di bawah umur.
Kedua tersangka, LF (18) dan ND (21), yang berasal dari Way Hui, Lampung Selatan, diduga telah melakukan tindakan asusila terhadap seorang anak perempuan selama dua tahun terakhir.
Pihak kepolisian mengungkapkan bahwa korban mengalami kekerasan seksual berulang kali sejak usia sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah pertama (SMP).
Kapolsek Sukarame, Kompol M. Rohmawan, menyatakan bahwa LF dan ND ditangkap di lokasi berbeda di Kota Bandar Lampung.
"LF ditangkap di Embung Itera, dan setelah pengembangan, ND diamankan di Korpri, Bandar Lampung," ujar Kompol Rohmawan pada Sabtu (2/11/2024).
Polisi menyebut bahwa tindakan asusila tersebut telah berlangsung sejak korban masih berusia 12 tahun, saat duduk di kelas 6 SD, dan berlanjut hingga korban mencapai usia 14 tahun di kelas 2 SMP.
Kasus ini terbongkar setelah keluarga korban menemukan sebuah surat yang diduga ditulis oleh pelaku, diletakkan di depan pintu rumah korban.
Surat tersebut memicu bibi korban untuk menanyakan kejadian tersebut kepada korban, yang akhirnya mengakui peristiwa tersebut. Pihak keluarga kemudian melaporkan kasus ini kepada polisi.
Dalam penyelidikan lebih lanjut, polisi menemukan bahwa korban pertama kali bertemu dengan pelaku di sebuah warung dengan fasilitas WiFi gratis.
Menurut Kompol Rohmawan, "Mereka pertama kali berkenalan di warung tersebut."
Orang tua korban, yang mengalami keterbatasan pendengaran, diduga dimanfaatkan oleh pelaku untuk memuluskan aksinya.
Baca Juga : Berawal dari Pergoki Korban Sedang VCS Bugil, Ayah di Rejang Lebong Perkosa Putrinya
Pihak kepolisian menjelaskan bahwa pelaku menggunakan metode manipulatif untuk mengendalikan korban. Awalnya, korban dirayu dengan iming-iming makanan ringan.
Namun, setelah aksi pertama, LF merekam kejadian tersebut dan menjadikannya alat ancaman untuk memastikan korban tidak melawan.
Pelaku mengancam akan menyebarkan video tersebut jika korban menolak permintaan pelaku. Ancaman ini membuat korban terpaksa bertahan dalam situasi tersebut selama dua tahun.
"Video tersebut digunakan sebagai alat untuk mengintimidasi korban. Jika korban tidak menurut, video itu akan disebarkan," ungkap Kompol Rohmawan.
Dalam kasus ini, LF berperan sebagai pemegang rekaman video yang digunakan untuk menakut-nakuti korban, sedangkan ND, teman sekolah dasar LF, turut terlibat dalam perbuatan tersebut.
Atas tindakan tersebut, LF dijerat Pasal 81 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara. Sementara ND dijerat dengan Pasal 81 ayat 2 undang-undang yang sama, dengan ancaman hukuman penjara hingga 8 tahun.
Kasus persetubuhan anak dan tindakan cabul diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 76D dan 76E. Pasal 76D melarang tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memaksa anak melakukan persetubuhan, sementara Pasal 76E melarang segala bentuk manipulasi yang memaksa anak melakukan tindakan cabul.
Ancaman pidana untuk pelanggaran ini diatur dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 81 dan Pasal 82, dengan hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara serta denda hingga Rp5 miliar.
Dalam kasus tertentu yang melibatkan lebih dari satu pelaku atau yang menimbulkan kerugian besar bagi korban, hukuman dapat diperberat hingga hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Baca Juga : Gadis 17 Tahun di NTT Jadi Budak Nafsu Majikan, Diperkosa Berkali-kali Hingga Hamil dan Melahirkan