Demo Gegara Aparat Pasang Tanda Batas, Masyarakat Pulau Rempang Dihujani Gas Air Mata
Masyarakat adat Pulau Rempang menghadapi aparat dalam bentrokan memanas terkait proyek PSN Rempang Eco-City.
BaperaNews - Pulau Rempang, yang terletak di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, menjadi sorotan nasional setelah terjadinya bentrokan antara warga setempat dengan aparat gabungan pada tanggal (7/9).
Bentrokan pulau Rempang ini terjadi dalam konteks pemasangan patok tanda batas untuk proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City, yang menarik perhatian dan mendapatkan tuntutan keras dari Koalisi Masyarakat Sipil.
Bentrokan dimulai sekitar pukul 10.00 WIB ketika aparat gabungan yang terdiri dari anggota TNI, Polri, dan Satpol PP mencoba masuk ke Pulau Rempang secara paksa. Tujuan mereka adalah melakukan pemasangan patok tanda batas dan cipta kondisi untuk mendukung proyek PSN Rempang Eco-City.
Sementara itu, masyarakat adat Pulau Rempang telah berkumpul di Jembatan 4 Barelang untuk menghalangi upaya tersebut. Namun, situasi semakin memanas ketika aparat gabungan justru menangkap sejumlah warga yang mencoba menghalangi langkah mereka.
Bentrokan tersebut menghasilkan dampak yang cukup serius, setidaknya enam warga ditangkap oleh aparat, puluhan warga mengalami luka-luka serta beberapa anak mengalami trauma dalam insiden tersebut. Salah seorang siswa bahkan mengalami luka karena terkena gas air mata yang dilepaskan oleh aparat.
Baca Juga : Dugaan ICW Terhadap Kasus Korupsi Gas Air Mata 48 M
"Tim terpadu sudah bergeser ke Sembulang. Ada beberapa Siswa SMPN 22 Rempang pingsan akibat kena gas air mata," kata Udin, warga sekitar.
Ia menjelaskan, para pelajar tersebut lemas akibat terkena gas air mata dilarikan klinik Marinir.
Bentrokan ini terjadi dalam konteks proyek PSN Rempang Eco-City yang telah menjadi sumber konflik pulau Rempang. Proyek ini direncanakan akan menarik investasi hingga Rp 381 triliun pada tahun 2080 dan akan digarap oleh PT Makmur Elok Graha.
Namun, masyarakat adat Pulau Rempang menolak relokasi mereka untuk proyek ini. Mereka mempertahankan bahwa kampung-kampung mereka memiliki nilai historis dan budaya yang kuat.
Koalisi Masyarakat Sipil bersama dengan masyarakat adat Pulau Rempang telah mengajukan tuntutan keras sebagai respons terhadap bentrokan ini, mereka menuntut penghentian tindakan kekerasan terhadap warga, serta warga mendesak pembatalan proyek PSN Rempang Eco-City. Koalisi ini menilai bahwa proyek tersebut mengancam hak atas tanah dan identitas adat masyarakat Pulau Rempang.
Seorang pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengusulkan pembentukan tim independen untuk menyelidiki bentrokan ini.
Kapolda Kepulauan Riau, Irjen Tabana Bangun, mengklaim bahwa polisi telah melakukan pendekatan humanis dalam relokasi warga yang menolak. Namun, upaya pemanggilan warga yang menentang relokasi oleh Polda Kepulauan Riau dianggap sebagai upaya intimidasi dan kriminalisasi oleh beberapa pihak.
Dengan berbagai tuntutan dan kontroversi yang mengelilingi proyek PSN Rempang Eco-City, Pulau Rempang terus menjadi pusat perhatian dan perdebatan nasional.
Bentrokan antara warga dan aparat gabungan hanya memperkuat keinginan masyarakat adat untuk mempertahankan hak mereka atas tanah dan identitas budaya mereka, sementara pemerintah diharapkan mempertimbangkan lebih lanjut dampak sosial dan lingkungan dari proyek ini.
Kondisi di Pulau Rempang masih mencekam, dan perkembangan lebih lanjut tetap menjadi perhatian nasional.
Bentrokan antara warga dan aparat gabungan menimbulkan pertanyaan tentang dampak sosial dan lingkungan dari proyek PSN Rempang Eco-City.
Perlunya pemahaman dan penyelesaian yang lebih baik dalam situasi ini. Untuk informasi lebih lanjut, harap merujuk ke sumber berita terkini.
Baca Juga : WNI Tewas Akibat 2 Kelompok Perguruan Silat Bentrok di Taiwan